Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mencatatkan penurunan laba untuk tahun buku 2019 menjadi Rp 209 miliar. Laba ini terjun bebas 92,55 persen dari 2018 yang tercatat mencapai Rp 2,81 triliun.
Penurunan laba ini lantaran adanya penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang dilakukan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Aturan ini sejatinya dikeluarkan tahun 2017. Namun baru diterapkan pada tahun 2020.
Isi mandat PSAK 71 mewajibkan perusahaan untuk menyediakan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang lebih besar dari tahun sebelumnya. Proses pencadangan harus dilakukan di awal periode kredit.
Advertisement
Kondisi ekonomi Indonesia selama 2019 ikut menyumbang indikator penurunan laba BTN. Terlihat dari sektor properti yang hingga awal tahun ini belum menunjukkan adanya peningkatan signifikan.
Baca Juga
"Terutama kita rasakan adalah di beberapa jenis properti tertentu," kata Direktur Utama BTNPahala N Mansury di Yodya Tower, Jakarta Timur, Senin (17/2/2020).
Properti bangunan bertingkat (high rise) semisal apartemen yang tak terintegrasi transportasi dianggap kurang diminati. Berbeda dengan properti rumah tapak yang lebih diminati.
Dampak penerapan PSAK 71 ini membuat BTN harus memiliki pencadangan yang harus meningkat. Sehingga memengaruhi penentuan klasifikasi kredit kita.
BTN sudah beberapa kali melakukan restrukturisasi. Namun baik nasabah atau debitur tidak menunjukan adanya indikasi untuk memenuhi komitmen. Jika periode restrukturisasi ini sudah selesai, mungkin mereka akan kesulitan untuk bisa memenuhi kewajiban ini.
"Kita pun juga diaudit, diperiksa juga oleh regulator dan dengan adanya beberapa hal tersebut kita memang perlu untuk melakukan penyesuaian atas kolektibilitas kita," papar Pahala.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Belum Ada Itikad Baik
Dia melanjutkan kondisi di debitur jika setelah periode restrukturisasi ini juga belum menunjukkan adanya itikad untuk bisa menyelesaikan kredit macet akan berdampak pada angka NPL perusahaan. Sebagaimana tahun 2019 yang meningkat drastis dari 2,8 persen jadi 4,78 persen.
Sisi lain, kondisi ini lebih baik karena bisa merefleksikan kondisi nyata para debitur terkini. Sehingga bisa melihat kemampuan bayar mereka bukan hanya pada kewajiban dan cara pemenuhan.
Dengan begitu Pahala optimis bisa melakukan percepatan penanganan NPL di tahun 2020 karena memiliki cara yang disesuaikan dengan kondisi para debitur. Jika debitur tidak kooperatif, bisnisnya tidak potensial lagi, maka Bank BTN bakal mengambil alih dan melakukan penjualan agunan.
"Kalau debitur enggak kooperatif kita akan lakukan hal tersebut," kata pahala mengakhiri.
Advertisement