Liputan6.com, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk tengah melaporkan rencana penutupan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau Tol Layang Japek kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal tersebut dilakukan guna menindaklanjuti surat dari Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia tanggal 23 April 2020 perihal Permohonan Penutupan Tol Layang Elevated.
Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru melaporkan, berdasarkan informasi yang diterima dari Kepolisian, penutupan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek tersebut rencananya akan dimulai pada Jumat (24/4/2020) pukul 00.00 WIB.
Advertisement
Sementara itu, Jalan Tol Jakarta-Cikampek eksisting di jalur bawah tetap akan tetap beroperasi, namun diberlakukan beberapa titik penyekatan.
"Kami siap mendukung Kementerian Perhubungan dan Kepolisian untuk memberlakukan penyekatan di beberapa titik di jalan tol yang dioperasikan Jasa Marga, dalam rangka memastikan kendaraan yang lewat sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah," kata Heru dalam keterangan tertulis, Kamis (23/4/2020).
Dia pun menghimbau seluruh pengguna jalan tol untuk kendaraan pribadi agar menaati peraturan yang ditetapkan pemerintah terkait pelarangan mudik untuk menekan penyebaran virus corona.
"Penutupan Jalan Tol Jakarta-Cikampek Elevated ini juga akan disosialisasikan Jasa Marga melalui VMS yang ada di Jalan Tol Jabotabek, juga di akun media sosial Jasa Marga," ujar Heru.
Ketegasan Jokowi Larang Mudik Dinilai Sudah Tepat
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mendukung keputusan presiden Joko Widodo terkait pelarangan mudik lebaran 2020 untuk menghentikan penyebaran virus Covid-19 ke daerah-daerah dari zona merah.
"Akhirnya Presiden Joko Widodo melarang mudik Lebaran 2020. Larangan ini untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19. Larangan diputuskan setelah menerima hasil survey terakhir yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya kepada liputan6.com, Rabu (22/4/2020).
Dari hasil survei itu diperoleh 69 persen responden yang menetapkan tidak mudik (ada selisih kenaikan 13 persen dari survey sebelumnya 56 persen).
Namun masih ada 24 persen yang bersikeras tetap mudik (ada selisih penurunan 13 persen dari survey sebelumnya 37 persen), dan 7 persen telah mendahului mudik ke daerah tujuan.
Karena memang menurut Djoko, kegiatan transportasi menjadi salah satu media penularan Covid-19, karena membawa perpindahan manusia dari zona merah ke daerah tujuan mudik. Kini mudik resmi dilarang pemerintah bagi semua warga tanpa kecuali.
"Apalagi Jakarta dan sekitarnya sebagai asal pemudik terbesar sudah masuk kategori zona merah penyebar Covid-19. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 21 April 2020, jumlah kabupaten atau kota yang terdampak meningkat menjadi 257, sudah mencapai 50 persen dari keseluruhan daerah kabupaten dan kota," ujarnya.
Advertisement
Sudah Tolak Pemudik
Sesungguhnya di daerah juga sudah menolak pemudik. Bahkan Pemkab/pemkot di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan daerah lain sudah menyiapkan rumah karantina bagi pendatang selama 14 hari.
Daerah-daerah sudah mengutamakan tindakan preventif dengan mengedepankan kearifan lokal. Intinya mereka membuat aturan-aturan yang tidak menerima pemudik.
"Lalu, apabila mudik, pemudik akan dianggap sebagai orang dalam pengawasan (ODP) dan harus karantina. Jelas hal itu sudah menghabiskan waktu untuk pulang kampung halaman," katanya.
Selain itu, belum lagi, para Kepala Desa, Ketua RW dan RT cukup sigap menghadang para pendatang untuk didata, dilaporkan, diminta isolasi mandiri dan selanjutnya diawasi. Aturan-aturan ketat di daerah itu sudah pasti menahan para pemudik yang belum mudik itu. Sehingga pemudik tidak jadi untuk mudik.