Ekspor Furniture Diprediksi Anjlok 50 Persen, Himbara Siap Bantu Pengusaha Bangkit

Bahkan tidak sedikit anggota HIMKI yang sudah menutup usaha dan mengurangi karyawan akibat tidak lagi mampu mengekspor furniture.

oleh Athika Rahma diperbarui 25 Agu 2020, 20:13 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2020, 20:13 WIB
Pameran dagang internasional khusus mebel, Canadian Furniture Show (CFS) di Toronto, Kanada. (Dokumentasi KBRI Toronto)
Pameran dagang internasional khusus mebel, Canadian Furniture Show (CFS) di Toronto, Kanada. (Dokumentasi KBRI Toronto)

Liputan6.com, Jakarta Nilai ekspor mebel dan kerajinan diperkirakan anjlok menjadi di bawah USD 1,2 miliar hingga akhir 2020. Penyebanya karena dampak pandemi Covid-19.

“Ekspor industri mebel dan kerajinan terjun bebas. Anjlok hingga dibawah 50 persen. Hingga Juli ini saja baru mencapai USD 640 juta,” ungkap Ketua Umum HIMKI Supriyadi.

Bahkan tidak sedikit anggota HIMKI yang sudah menutup usaha dan mengurangi karyawan akibat tidak lagi mampu mengekspor dan melemahnya daya beli di dalam negeri dan pasar ekspor.

Ini terungkap dalam Forum Group Discussion (FGD) secara virtual bertema “Upaya Pemulihan Ekonomi Dalam Industri Furniture di Indonesia”, Selasa (25/8/2020).

Hadir sebagai pembicara adalah Supriyadi (Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Periode 2020-2023), Sunarso (Ketua Umum Himbara), Gati Wibawaningsih (Dirjen Industri, Kecil, Menengah, dan Aneka Kemenperin), dan Enny Sri Hartati (Ekonom Senior INDEF).

Dirjen Industri, Kecil, Menengah, dan Aneka Kemenperin Gati membenarkan hal ini. Ekspor mebel dan kerajinan, menurut Gati, diprediksi tidak akan mencapai USD 2,4 miliar seperti dalam situasi normal, sebelum pandemi Covid-19.

“Kami akan fasilitasi industri. Tetap, kita memperhatikan industri dalam negeri. Kalau industri merasa bahan baku kurang, silahkan surati kami. Langsung akan kami tutup. Itu masalah bahan baku yang akan diekspor. Tetap yang namanya hilirisasi akan kita perhatikan,” jelas dia.

Namun kabar baiknya, Ketum Umum HIMBARA Sunarso menegaskan akan membantu industri kecil dan menengah (IKM) di sektor ini. Dengan mempertemukan pengusaha dengan buyers di program UMKM Export BRILian Preneur di JCC Jakarta pada Desember mendatang.

Langkah ini untuk menggenjot pasar ekspor dan meningkatkan pembelian di pasar dalam negeri. “Ini masalahnya demand-nya turun, baik di dalam maupun di luar negeri akibat Covid. Oleh karena itu, pemerintah mestinya bisa juga membelokkan belanja negaranya untuk pembeliaan barang-barang juga secara real. Beli kursi mebel dari produk IKM, baik untuk kebutuhan kantor Lembaga, maupun sekolah-sekolah di seluruh Indonesia,” kata dia.

Sunarso yang juga Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengatakan akan membantu HIMKI menyalesaikan masalah sengkarut bahan baku yang menjadi persoalan di industri tersebut.

“Saya sarankan kepada ketua HIMKI untuk fight, duduk dengan para stakeholders untuk mensinkronkan semua masalah sengkarut di industri. Himbara juga memberikan dana CSR-nya untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) anggota HIMKI agar mempunyai keahlian mendesign sesuai selera pasar ekspor,” papar Sunarso.

BRI, bahkan menyiapkan 3 hal supaya dana stimulus mengalir. Pertama adalah data. Kedua yakni sistem penyaluran yang kredibel baik transfer atau kredit.

Kemudian ketiga komunikasi; dan keempat petugas bank (Mantri BRI) dan para anggota Himbara untuk mengkomunikasikannya.

 

Program Hilirisasi

20161013-TRADE-EXPO-INDONESIA-2016-Jakarta-FF2
Aneka furniture dan mebel di pamerkan dalam Trade Expo Indonesia 2016 di JIExpo Kemayoran. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut Ekonom Senior INDEF, Enny Sri Hartati, pemerintah tidak perlu mengeluarkan stimulus baru, tinggal refokusing anggaran-anggaran yang sudah ada yakni anggaran APBN dan APBD.

“Syarat TKDN pada pengadaan itu sedikit sekali, baru 7%-18%, kalau dinaikan 30% mengutamakan UMKM itu nilai untuk permintaan ke UMKM itu berlipat ganda,” jelas dia.

Sementara itu, Supriyadi juga mendesak agar program hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah ditindaklanjuti dan tidak membuka keran ekspor kayu log dan bahan kayu rotan, karena akan membuat industri kecil menengah di sektor ini terancam gulung tikar.

Menurut dia, pihaknya selama ini menghadapi banyak hambatan baik dari internal maupun eksternal. Dari mulai pasokan bahan baku yang kadang-kadang tersendat, banyaknya regulasi yang tidak ramah terhadap industri, seperti keberadaan dan Kewajiban Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

“Kami tidak menolak SVLK sepenuhnya, apabila tidak mungkin Indonesia mencabut perjanjian yang telah ditandatangani. Sebaiknya SVLK diberlakukan di bagian Hulu sehinga tidak membebani bagian hilir,” papar Supriyadi.

Dia menilai kalaupun tetap tidak bisa, HIMKI mengharapkan adanya kebijakan untuk mempermurah dan mempermudah biaya untuk memperoleh V Legal atau bahkan di gratiskan (zero cost).

“Karena SVLK tidak ada nilai tambahnya bagi pelaku usaha langsung. Begitu pula penyelundupan bahan baku keluar negeri. Bahan baku rotan saat ini diselundupkan ke negara pesaing Indonesia sehingga menyebabkan terjadi kelangkaan ketersediaan rotan di pasar domestik yang berakibat kelangkaan bahan baku rotan di pasar,” lanjutnya.

Terkait kondisi itu Enny, menyarankan sebaiknya seluruh kementerian/lembaga yang terkait industri furniture duduk bersama menyusun kebijakan untuk yang komprehensif dan tidak buka tutup kebijakan keran ekspor, sehingga tidak dapat memberi kepastian bagi pelaku usaha.

HIMKI saat ini memiliki anggota kurang lebih sebanyak 1.200 pengusaha. Sedangkan pelaku usaha yang tidak terdaftar anggota HIMKI mencapai kurang lebih 3600 pengusaha kecil dan menengah. Industri mebel dan kerajinan menyerap 3 juta tenaga kerja.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya