Liputan6.com, Jakarta - Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian, Elis Masitoh, menanggapi polemik atas penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) masker kain dengan nomor registrasi SNI 8914:2020 sejak 16 September lalu.
Menurut dia, aturan SNI bagi masker kain ini masih bersifat sukarela. Sehingga tidak ada kewajiban bagi produsen untuk memproduksi masker kain SNI.
"Jadi, yang namanya SNI dengan nomor registrasi 8914:2020 itu masih sukarela. Artinya belum wajib. Maka, produsen masih bebas, ngikut boleh mau tidak ikut juga boleh," ujar Elis saat dihubungi Merdeka.com, Selasa (29/8).
Advertisement
Elis menjelaskan aturan anyar tersebut bersifat panduan bagi pelaku industri dalam negeri untuk mampu menghasilkan masker kain yang lebih aman dan berkualitas. Sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor di masa kedaruratan kesehatan ini.
"SNI ini lebih bertujuan untuk panduan. Muaranya, bagaimana pelaku industri bisa membuat masker kain yang lebih aman, lebih baik. Juga bisa menjadi standar baru bagi produk impor. Jadi yang mau memproduksi masker SNI itu lebih baik," paparnya.
Selain itu, aturan SNI juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dalam menentukan produk masker kain yang lebih aman dan terpercaya. Alhasil akan berdampak baik bagi kesehatan masyarakat sendiri.
"Sehingga, kepada masyarakat tidak ada kewajiban harus beli masker baru. Ini hanya untuk mengedukasi dalam mendapatkan masker yang lebih baik untuk kesehatan pula," ucapnya.
Oleh karena itu, dia meminta seluruh masyarakat tetap tenang atas penetapan aturan masker SNI. Terlebih, sambung Elis, pemerintah yang berwenang belum berencana mengadopsi SNI tersebut menjadi regulasi teknis untuk memberlakukan SNI secara wajib.
"Saat ini tidak ada regulasi teknis yang diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Kemenperin. Sehingga tidak ada keputusan untuk pemberlakuan wajib SNI tersebut," tandasnya.
Sebelumnya, pada 16 September 2020, SNI yang disusun Kemenperin tersebut telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil - Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor No.408/KEP/BSN/9/2020.
"Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak," ujar Menperin.
  Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Klasifikasi Masker
Dijelaskan bahwa dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu Tipe A untuk penggunaan umum, Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel.
SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar kecil atau sama dengan 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe.
Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.
SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor.
"Dengan standar mutu dan pengujian yang jelas serta prosedur pemakaian, perawatan dan pencucian yang termuat dalam SNI masker dari kain ini, masyarakat dapat lebih terlindungi sekaligus membantu memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19," jelas Menperin.
Reporter: Sulaeman'
Sumber: Merdeka.com
Advertisement