Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan dampak pandemi Covid-19 telah mempengaruhi seluruh aktivitas ekonomi di dunia. Kehadiran virus ini bahkan tidak pandang bulu, memberikan tekanan terhadap ekonomi baik di negara maju, negara barat, negara timur, negara berkembang, negara yang dalam low income atau high income semuanya terkena.
"Ini yang menggambarkan betapa sangat dalam dan brutalnya covid mempengaruhi seluruh perekonomian di dunia," kata Sri Mulyani dalam acara Capital Market Summit & Expo 2020, Senin (19/10).
Dia mengatakan, dampak Covid-19 di Indonesia sendiri sebetulnya cukup mengejutkan. Ekonomi pada kuartal II-2020 saat itu mengalami kontraksi hingga minus 5,3 persen.
Advertisement
Kendati begitu, jika dilihat dalam perspektif antara negara-negara baik tergabung di dalam G20, atau negara-negara yang emerging, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif dalam situasi yang cukup baik. "Meskipun ini tentu tidak membuat kita terlena. kita tetap berusaha untuk mengembalikan perekonomian kita kepada zona positif," kata dia.
Bendahara Negara itu menyebut, tak hanya Indonesia, di negara sekitar juga mengalami kontraksi yang lebih dalam. Tentu kalau melihat Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina mengalami kontraksi bahkan sudah di atas 10 persen semuanya.
"Dan untuk kuartal III-nya mereka juga masih menghadapi kontraksi yang sangat dalam di atas 4 persen. Misalnya saja, Malaysia dari 17,1 persen kontraksi kuartal kedua, kuartal III-nya proyeksinya 4,5 persen," katanya.
Kemudian untuk Filipina 16,5 persen kontraksinya di kuartal II, kemungkinan akan kontraksi di kuartal III 6,3 persen, Thailand yang mengalami kontraksi kuartal II 12,2 persen, kuartal III masih akan menghadapi kontraksi 9,3 persen.
"Kalau Singapura memang sangat terpukul karena memang negara ini sangat bergantung pada trade, pada tourism, pada mobility dari seluruh dunia dan oleh karena itu mengalami kontraksi di 13,2 persen, dan untuk kuartal III masih di 6,0 persen," katanya.
Sementara Pemerintah Indonesia sendiri mengharapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III kontraksinya diantara minus 1 persen hingga minus 2,9 persen. Dengan demikian, secara keselurihan ekonomi 2020 berada di minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.
"Ada negara yang bisa pulih dan kecepatan pemulihannya sangat tergantung dari berbagai hal termasuk kemampuan mereka untuk menangani covid, namun juga instrumen kebijakan yang mereka miliki, baik itu fiskal, moneter maupun kebijakan di sektor keuangan," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Indonesia Terbesar ke-6 di Dunia, Sri Mulyani Pasang Badan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali angkat suara mengenai kenaikan utang Indonesia. Ia menjelaskan, kenaikan utang tersebut merupakan tren yang sedang terjadi secara global di tengah pandemi Covid-19.
"Semua negara terjadi kenaikan," kata Sri Mulyani dalam APBN Kita, Senin (19/10/2020).
Menkeu menjelaskan, sejumlah negara termasuk Indonesia harus melakukan pelebaran defisit anggarannya untuk memitigasi dampak Covid-19. Menurutnya, defisit tidak hanya diperlebar di tahun ini saja tapi masih berlanjut di tahun depan, sehingga berdampak juga pada rasio utang.
Sebagai informasi, pada tahun ini, pemerintah menetapkan defisit anggaran 6,34 persen dan tahun depan 5,7 persen.
“Indonesia dengan defisit yang 6,3 persen, tingkat utang kita di 38,5 proyeksinya untuk tahun ini. Tahun depan defisit anggaran kita di 5,7 persen,” kata Menkeu.
Dengan demikian, maka rasio utang terhadap produk domestik Bruto (PDB) juga meningkat tajam. Jika sebelumnya rasio utang RI selalu di jaga di batas 30 persen, pada tahun ini diramal akan mencapai 38,5 persen. Bahkan, untuk tahun depan rasio utang akan lebih tinggi hingga 41,8 persen.
Sebagai contoh, Menkeu menyebutkan sejumlah negara yang juga melakukan pelebaran defisit. Seperti Amerika Serikat (AS), yang bahkan defisitnya pada kuartal II -18,7 persen dan tahun depan masih -8,7 persen, yang artinya rasio utangnya juga naik melebihi 100 persen yakni 131,2 persen dan di 2021 133,6 persen.
Negara lain yang rasio utangnya juga melebihi 100 persen adalah Jepang yang diproyeksi capai 266,2 persen dari PDB di tahun ini dan naik 28,2 persen menjadi 264 persen di 2021. Selanjutnya Italia rasio utang tahun ini diramal 161,8 persen dan tahun depan jadi 158,3 persen.
Begitu juga dengan Kanada rasio utang tahun ini diproyeksi 114,6 persen dna tahun depan 115 persen, Perancis tahun ini 118,7 persen dan tahun depan 118,6 persen. kemudian Inggris 108 persen menjadi 111,5 persen di tahun depan.
"Jadi kalau kita lihat semua negara terjadi kenaikan sangat tinggi utangnya, bahkan Jerman yang paling hati-hati defisitnya meningkat besar," tegasnya.
Advertisement
Indonesia Duduki Peringkat ke-6 Negara dengan Utang Terbesar di Dunia
Bank Dunia membeberkan, Indonesia termasuk ke dalam 10 negara di dunia dengan utang luar negeri yang jumlahnya terbesar.
Hal tersebut dijelaskan dalam laporan Bank Dunia bertajuk International Debt Statistics (IDS) 2021. Laporan setebal 194 halaman tersebut menyatakan, Indonesia berada di peringkat ke-6 negara berkembang dengan utang terbanyak di dunia (daftar tanpa China).
Secara rinci, Indonesia memiliki jumlah utang yang selalu meningkat tiap tahunnya.
Mengutip tabel yang disajikan laporan tersebut, pada 2009, Indonesia memiliki utang luar negeri sebesar USD 179,4 miliar. Jumlahnya langsung meningkat pada 2015 sebesar USD 307,74 miliar.
Lalu pada tahun 2016, jumlahnya menjadi sebesar USD 318,94 miliar. Tahun 2017, utangnya naik menjadi USD 353,56 miliar, kemudian pada 2018 naik menjadi USD 379,58 miliar, dan pada 2019 menjadi USD 402,08 miliar.
Jumlah utang terbesar berasal dari utang jangka panjang dengan nilai USD 354,5 miliar pada tahun 2019, tertinggi sejak 2009. Sementara utang jangka pendek pada 2019 mencapai USD 44,799 miliar.
Adapun di atas Indonesia, terdapat 5 negara dengan utang luar negeri terbesar yaitu Brazil, India, Rusia, Meksiko dan Turki.