Merger Bank Syariah BUMN Tak Wajib Tender Offer

Peraturan OJK Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka memastikan bahwa tender offer tak wajib dilakukan dalam merger bank syariah BUMN.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 21 Okt 2020, 12:46 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 12:45 WIB
20160714- Bank Syariah Siap Jadi Bank Persepsi-Jakarta- Angga Yuniar
Petugas melayani nasabah di Bank Mandiri Syariah di Jakarta, Kamis (14/7). Sejumlah bank syariah mengaku siap menjadi bank persepsi, Jakarta, Kamis (14/7). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Proses merger tiga bank syariah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak perlu melewati proses penawaran tender wajib (tender offer) meski terjadi perubahan pemegang saham pengendali sebagai hasil proses merger.

Sesuai dengan dokumen Ringkasan Rencana Merger, diproyeksi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk akan menjadi pemegang saham pengendali baru dari Bank Hasil Penggabungan nantinya dengan persentase kepemilikan saham sebesar 51,2 persen.

Adapun perolehan komposisi saham akhir PT Bank BRIsyariah Tbk sebagai bank penerima penggabungan dikonversi berdasarkan perhitungan market valuation dari ketiga bank peserta penggabungan, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.

Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky menjelaskan, tender offer dalam mega-merger bank Syariah milik BUMN ini tidak wajib dilakukan. Hal ini tertuang jelas dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

“Peraturan OJK itu menegaskan situasi krisis 2008, di mana saat itu mandatory tender offer dicabut karena alasan krisis mempercepat corporate restructuring. Hingga saat ini regulasi tersebut tetap diberlakukan oleh OJK. Jadi, sekarang posisinya tidak tender offer, juga tidak apa-apa,” ujar Yanuar dalam keterangan tertulis, Rabu (21/10/2020).

Penawaran Tender Wajib (tender offer) yang diatur dalam Peraturan OJK tersebut adalah penawaran untuk membeli sisa saham Perusahaan Terbuka yang wajib dilakukan oleh pemegang saham pengendali baru. Namun pada Pasal 23 POJK tersebut menyebutkan bahwa perubahan pengendali yang diakibatkan karena penggabungan usaha (merger) dikecualikan dari kewajiban Tender Offer.

Selain itu ada tiga poin lain dalam pasal 23 POJK tersebut yang juga menyebutkan tender offer dalam merger ini tidak perlu dilakukan, yaitu:

1. Pengambilalihan yang terjadi karena pembelian atau perolehan saham Perusahaan Terbuka dalam jangka waktu setiap 12 bulan dalam jumlah paling banyak 10 persen dari jumlah saham yang beredar dengan hak suara yang sah, oleh pihak yang sebelumnya tidak memiliki saham Perusahaan Terbuka.

2. Pengambilalihan terjadi karena pelaksanaan tugas dan wewenang dari badan atau lembaga pemerintah atau negara berdasarkan Undang-Undang.

3. Pengambilalihan terjadi karena pembelian langsung saham yang dimiliki dan/atau dikuasai badan atau lembaga pemerintah atau negara sebagai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

Sebelumnya hal senada juga dikatakan oleh Kepada Riset Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma terkait tidak perlunya tender offer dalam merger tiga bank Syariah besar ini. “Kayaknya sih tidak ada tender offer. Pemerintah biasanya ada justifikasinya,” jelas Suria.

Meskipun tidak wajib dilakukan tender offer dalam merger ini, dokumen Ringkasan Rencana Penggabungan tiga bank Syariah BUMN mencantumkan skema untuk melindungi hak-hak pemegang saham minoritas yang tidak setuju terhadap penggabungan ini.

Dalam proses merger bank syariah BUMN ini, pemegang saham minoritas diberikan kesempatan untuk meminta sahamnya dibeli dengan harga wajar sebagaimana dinilai oleh penilai independen oleh pembeli siaga yang ditunjuk oleh BRIS.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Prospek Cerah Bank Hasil Penggabungan

20170209-Bank-Syariah-Jakarta-AY
Petugas melayani nasabah di BRI Syariah, Jakarta, Kamis (9/2). Perbankan syariah dinilai perlu menjaga momentum pertumbuhan dan pangsa pasar yang berlangsung sepanjang 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Terkait dengan hal ini Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, kepemilikan publik di BRI Syariah pasca merger nanti harus tetap dijaga porsi dan keberadaannya dan valuasi atas nilai saham tersebut harus dilakukan secara marked to market dan terbuka.

“Perlindungan saham publik harus tetap dijaga, kepemilikan publik harus tetap dilindungi, tetapi proporsional juga sehingga nanti valuasi seperti apa itu akan jadi valuasi marked to market dan dilakukan terbuka,” ujar Politikus Golkar ini.

Misbakhun menyebut aksi merger bank syariah BUMN merupakan langkah bagus untuk memperkuat sistem perbankan syariah di Indonesia. Dia menganggap, ke depannya yang harus dilakukan seluruh pemangku kepentingan adalah memastikan fokus kerja bank syariah hasil merger.

Selain itu, operasional bank ini juga harus dijaga agar benar-benar menerapkan metode syariah dalam menghimpun pendanaan dan menyalurkan pembiayaan. Ia pun menyarankan bank syariah BUMN ini fokus mengembangkan UMKM dan debitur kelas menengah.

"Bukan berarti bank syariah hasil merger ini tak bisa biayai perusahaan yang besar-besar, atau bank syariah seakan terbatas pembiayaannya. Semua harus tetap dilayani, tapi titik beratnya harus jelas kepada sektor yang mana begitu,” ujar Misbakhun.

Yanuar pun menyebut prospek cerah dimiliki bank syariah hasil merger karena aksi ini membuat efisiensi terjadi di sektor perbankan syariah. Yanuar berkata, merger memang perlu dilakukan pelaku industri perbankan syariah karena saat ini sudah semakin banyak pemain yang ada di sektor ini.

“Makin sedikit pemain di syariah maka makin kompetitif. Bank-bank Syariah tidak saling ‘makan’ sehingga akan mengarah ke konsep syariah dalam arti muamallah,” ujar Yanuar.

 

Proses Awal

Momen bersejarah lahirnya bank Syariah nasional terbesar milik Indonesia ini diawali dengan penandatanganan Conditional Merger Agreement (CMA) Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN pada Senin (12/10) malam.

Keterbukaan Informasi terkait rencana ini telah disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Selasa (13/10) pagi. Dan pada Rabu (21/10) Ringkasan Rencana Merger tiga bank Syariah milik Himbara telah dipublikasikan dan disampaikan kepada regulator.

Jika proses merger berjalan lancar, Indonesia akan memiliki bank umum syariah yang masuk jajaran bank-bank terbesar di dalam negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya