Pemerintah Diminta Buka Ruang Dialog soal Kenaikan Cukai Produk Tembakau

Langkah pemerintah yang akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2021 diyakini akan menekan industri hasil tembakau.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Nov 2020, 15:37 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2020, 14:41 WIB
Melihat Perkebunan Tembakau Terbaik di Kuba
Seorang petani membawa daun tembakau di perkebunan tembakau di San Juan y Martinez, Provinsi Pinar del Rio, Kuba (24/2). Para peserta akan dibawa ke perkebunan tembakau terbaik di Pinar del Rio dan ke pabrik cerutu bersejarah. (AFP Photo/Yamil Lage)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah pemerintah yang akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2021 diyakini akan menekan industri hasil tembakau yang dikenal sebagai industri padat karya. Sejumlah kalangan meminta Pemerintah untuk membuka dialog komprehensif dengan stakeholder terkait agar menghasilkan solusi-solusi yang bijak.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya, mengemukakan kenaikan tarif CHT ini akan menekan industri hasil tembakau yang dikenal sebagai industri padat karya dan banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Ditambah lagi petani tembakau dan cengkeh, yang akan selalu menjadi yang paling terdampak dan mendapat tekanan keras terkait kenaikan tarif CHT.

“Perlu keran dialog komprehensif dengan stakeholder terkait agar menghasilkan solusi-solusi yang bijak. Kalaupun pemerintah tetap harus menaikan CHT, maka selayaknya kesejahteraan pekerja dan petani tembakau harus menjadi prioritas atas hasil pungutan cukai tersebut,” kata Willy di Jakarta, Senin (2/11/2020).

Dia mengakui memang pemerintah tentu punya alasan dan pertimbangan yang matang jika akan menaikkan CHT ini. Namun, menurut Willy, pengusaha juga punya alasan untuk meminta pemerintah menundanya.

"Itulah perlunya dialog yang komprehensif. Industri perlu pendampingan yang sesuai kebutuhan mereka. Harus dilihat apa yang menjadi hambatan IHT untuk bertumbuh selama ini. Itu yang harus dibantu pemerintah," tambah Wakil Ketua Fraksi Nasdem DPR ini.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira. Dia menuturkan, Pemerintah harus berhati-hati dalam memutuskan kebijakan khususnya yang terkait dengan fiskal dan moneter. Implikasi kebijakan cukai akan berdampak luas.

"Mewakili dunia usaha, saya melihat rencana kenaikan cukai ini akan memukul berat pelaku industri rokok kecil. Oleh karena itu, keputusan kenaikan cukai harus dilakukan secara objektif dan berimbang. Jangan sampai keputusan tersebut, memukul rata semua industri. Pikirkan juga industri kecil yang akan kena imbasnya," ujarnya.

Fungsionaris DPP Gerindra ini juga berharap pemerintah merumuskan kenaikan cukai dengan formula yang tepat, sehingga persentase kenaikan tersebut benar-benar ideal, dan tidak mematikan keberadaan industri kecil.

"Pabrik atau industri kecil ini kan jumlahnya terus menurun. Justru yang perlu dilakukan pemerintah adalah membantu industri rokok kecil ini untuk dapat bersaing secara global, market ekspornya terus tumbuh. Yang terpenting harus ada sinergi dan kolaborasi antara kementerian untuk membantu IHT terus bertumbuh," papar Anggawira.

Seperti diketahui, kerisauan dirasakan oleh para pelaku IHT dari hulu hingga hilir jelang pengumuman kenaikan tarif CHT alias cukai rokok 2021. Kenaikan tarif cukai rokok, yang diperkirakan berada di kisaran 17%, diproyeksikan berimbas terutama terhadap ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri rokok dan perkebunan tembakau.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


APTI: Serapan Tembakau ke Petani Rendah jika Tarif Cukai Naik

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Rencana pemerintah menaikkan cukai rokok atau Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk 2021 menjadi 17 persen sangat memberatkan petani tembakau di Pulau Jawa.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Muh. Rifai mengatakan, pada intinya para petani tembakau di Jawa Tengah sangat keberatan jika pemerintah menaikkan CHT sebesar 17 persen.

“Efek dari kenaikan CHT berimbas pada serapan tembakau petani oleh pabrikan rokok. Jika CHT naik, harga jual rokok ke konsumen pasti meningkat, saat ini daya beli konsumen rokok mengalami penurunan dan pabrikan rokok pasti menurunkan produksi,” katanya, Senin (26/10/2020).

Menurut Rifai, petani tembakau jangan dibebani untuk memulihkan perekonomian negara dengan kenaikan CHT.

“Dengan kenaikan CHT tahun lalu, serapan tembakau petani oleh pabrikan semakin menurun. Ketika panen tembakau, harga jualnya sangat rendah,” paparnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Samukrah mengungkapkan, kenaikan cukaisebesar 17 persen pada tahun 2021 akan merugikan petani tembakau.

“Jika CHT naik, produksi rokok tidak akan berjalan karena bahan bakunya dibeli murah. Hal ini sangat memberatkan petani tembakau,” ujar Samukrah.

Lebih lanjut, pemerintah harus membuat regulasi yang jelas bagi petani tembakau di beberapa wilayah karena setiap tahun selalu mengalami masalah saat panen, sehingga selalu dirugikan terkait harga.

"Petani tembakau di Sumenep dan beberapa wilayah Madura selalu mempunyai masalah yang tidak pernah selesai, karena tidak adanya regulasi soal harga, sehingga selalu dirugikan, ditambah lagi kenaikan CHT,” tutur Samukrah.

Senada dengan Samukrah, Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Lamongan, Mudi menambahkan, bagi petani tembakau, dampak kenaikan CHT pada tahun lalu menyebabkan tembakau di wilayah Jawa Timur tidak terserap 35 persen hingga 45 persen.

“Akibat kenaikan CHT, serapan ke pabrikan menurun dan harga tembakau juga anjlok. Kami menolak Kenaikan CHT karena memberatkan petani tembakau,” tegasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya