Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan memperkuat peran komisaris di perusahaan milik negara pada 2021 mendatang. Hal ini dilakukan lantaran peran komisaris perusahaan BUMN masih belum berfungsi baik.
"Kami akan perkuat peranan komisaris karena selama ini kurang difungsikan," kata Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo dalam sesi teleconference, Rabu (2/12/2020).
Baca Juga
Pria yang akrab disapa Tiko ini mengatakan, saat ini ada dua komite di tiap jajaran komisaris perusahaan BUMN. Antara lain komite audit dan komite manajemen risiko.
Advertisement
Lebih lanjut, Tiko mengutarakan, Menteri BUMN Erick Thohir telah meluncurkan akhlak ubah budaya BUMN. Dimana salah satu unsur utamanya yakni integritas tata kelola, terutama manajemen risiko.
Dalam hal ini, ia menyoroti tata kelola dan manajemen risiko di bank BUMN atau Himbara masih sangat ketat. Situasi ini berbeda dengan perusahaan BUMN di sektor lainnya.
"Masuk ke BUMN sektor lain enggak ada regulator dan pengelola risiko yang komprehensif. Jadi mereka ngegas tapi enggak ada kopling sama rem. Kalau di keuangan ada regulator dan regulasi detil, di sektor lain enggak ada," tuturnya.
Oleh karenanya, Tiko menilai perlu ada replikasi struktur tata kelola dan manajemen risiko perbankan di sektor BUMN lain. Sebagai contoh, bank himbara punya komite kredit untuk tata kelola investasi.
"Kalau di sektor lain, capital expenditure tidak melalui komite berjenjang. Sehingga project selection atau capital expenditure collection-nya hanya satu atau tiga orang," ujar Tiko.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kata Pengamat soal Relawan Jokowi jadi Komisaris BUMN: Jelas Politik Dagang Sapi
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir melakukan perombakan jajaran komisaris perusahaan pelat merah dan menempatkan tokoh-tokoh pendukung Jokowi di posisi tersebut.
Keputusan tersebut menuai kontroversi. Direktur Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan, langkah pengangkatan relawan Jokowi sebagai komisaris BUMN merupakan bagian dari politisasi BUMN.
"Jelas politisasi BUMN, rangkaian dari politik transaksional dan dagang sapi. Bagi-bagi kue kepada orang-orang yang berjasa dan praktek itu menjadikan BUMN semakin jauh dari profesional" kata Achmad saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (3/11/2020).
Menurut Achmad, penunjukkan komisaris perusahaan pelat merah harus didasarkan pada pengalaman dan kompetensi yang sesuai.
"Silahkan tunjuk pengalaman apa yang mereka punya? Itu hanya pembelaan dari mereka. Buktinya tidak ada pengalaman mereka yang spesial dibutuhkan BUMN," tandasnya.
Memang, komisaris BUMN lebih baik berasal dari kalangan luar. Kendati, menurutnya, tokoh-tokoh yang ditunjuk Erick Thohir tidak memiliki kualifikasi yang dimaksud.
"Kalau komisaris memang lebih baik dari luar, tidak harus dari dalam. Cuma kriterianya harus memiliki pengalaman profesional di bidang-bidang yang menjadi corebusiness BUMN tersebut. Tapi dari timses (tim sukses) yang ditunjuk sebagai komisaris tidak memiliki kualifikasi tersebut," jelasnya.
Hal ini, kata Achmad, akan menghambat tujuan BUMN ke depannya, termasuk untuk masuk ke kancah internasional. Bahkan, BUMN juga bisa "sakit" jika penunjukkan komisarisnya dipolitisasi.
"Kalau kita melihat sejarah, salah satu penyebab BUMN sakit (ialah) akibat, pertama integritas, sarang KKN, dan kedua, politisasi. Dua hal itu menyebabkan BUMN tidak bisa bersaing," tutupnya.
Advertisement