Harga Minyak Tertekan Aksi Lockdown di Beberapa Negara

Harga minyak mentah patokan internasional Brent turun 33 sen atau 0,6 persen.

oleh Andina Librianty diperbarui 12 Jan 2021, 08:30 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2021, 08:30 WIB
Ilustrasi tambang migas
Harga minyak mentah patokan internasional Brent turun 33 sen atau 0,6 persen. (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak sedikit berubah pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Ada dua sentimen yang membebani harga minyak. Pertama soal penguncian atau lockdown dan kedua soal penguatan dolar AS.

Mengutip CNBC, Selasa (12/1/2021), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup 1 sen lebih tinggi ke level USD 52,25 per barel. Sedangkan harga minyak mentah patokan internasional Brent turun 33 sen atau 0,6 persen menjadi USD 55,66 per barel.

"Kekhawatiran pelemahan permintaan karena jumlah penularan Corona baru yang sangat tinggi dan pembatasan mobilitas lebih lanjut, ditambah dolar AS yang lebih kuat, menghasilkan tekanan jual ke minyak," kata analis Commerzbank Eugen Weinberg.

Dalam perhitungan Reuters, kasus penderita Virus Corona di seluruh dunia melampaui 90 juta penderita. Inggris harus menghadapi minggu-minggu terburuk dalam pandemi Covid-19, dan di Jerman jumlah kasus baru masih terus meningkat.

Tak berbeda, China juga mengalami peningkatan kasus harian terbesar dalam lima bulan. Kasus baru meningkat di Hebei yang mengelilingi Beijing. Di Shijiazhuang, orang dilarang melakukan perjalanan karena pihak berwenang berusaha mengendalikan penyebaran virus.

Selain itu, penguatan dolar AS terus berlanjut didukung oleh harapan akan lebih banyak stimulus juga membebani harga minyak. Minyak biasanya dihargai dalam dolar AS, jadi dolar AS yang lebih kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain.

Pada perdagangan sebelumnya harga minyak melonjak. Hal tersebut didukung oleh janji dari Arab Saudi untuk pengurangan produksi minyak secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada Februari dan Maret.

“Meskipun harga minyak turun hari ini, langkah Saudi masih menahannya pada level yang cukup tinggi,” kata kepala analis Rystad Energy Bjornar Tonhaugen.

"Hari ini koreksi tidak besar, melainkan penyesuaian logis yang disebabkan oleh beberapa sinyal permintaan bearish dan penguatan dolar AS." tambah dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Harga Minyak Cetak Rekor Tertinggi dalam Hampir Setahun

Keterbukaan Data Mampu Gairahkan Investasi Migas
Kementerian ESDM berencana menyempurnaan sistem pengelolaan data hulu migas untuk mendorong eksplorasi migas.

Sebelumnya, harga minyak mencapai level tertinggi dalam hampir satu tahun dan berada di jalur untuk kenaikan mingguan pada perdagangan Jumat. Hal ini didukung oleh komitmen Arab Saudi untuk memangkas produksi dan keuntungan yang kuat di pasar ekuitas utama.

Melansir laman CNBC, Sabtu (9/1/2021), harga minyak mentah Brent naik 94 sen atau 1,8 persen menjadi USD 55,35 per barel, dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik USD 1,41 atau 2,8 persen pada USD 52,24 per barel. Ini menjadi level tertinggi sejak akhir Februari.

Kedua harga patokan minyak ini berada di jalur kenaikan mingguan lebih dari 6 persen.

"Orang-orang menyadari pasar lebih ketat daripada sebelumnya dan bahwa komitmen Arab Saudi untuk mengurangi produksi akan menjaga keseimbangan pasar meskipun ada kekhawatiran tentang penutupan dari COVID," kata Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group di Chicago.

Arab Saudi minggu ini menjanjikan pengurangan produksi minyak tambahan secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada bulan Februari dan Maret sebagai bagian dari kesepakatan di mana sebagian besar produsen OPEC+ akan mempertahankan produksi stabil selama penguncian (lockdown) baru.

Para analis mengatakan harga minyak dapat mengalami koreksi dalam beberapa bulan mendatang jika permintaan bahan bakar tetap dibatasi oleh pandemi Covid-19.

Pembatasan ketat pada perjalanan dan aktivitas lain di seluruh dunia untuk menahan lonjakan kasus COVID-19 membebani penjualan bahan bakar, melemahkan prospek pemulihan permintaan energi pada paruh pertama 2021.

Pandemi tersebut mengklaim jumlah kematian tertinggi di AS pekan ini, memakan korban jiwa lebih dari 4.000 orang dalam satu hari, Sementara China melaporkan kenaikan terbesar dalam kasus harian dalam lebih dari lima bulan dan Jepang dapat memperpanjang keadaan darurat di luar wilayah Tokyo yang lebih besar.

Reli ekuitas global mendorong indeks Nikkei Jepang dan saham AS ke rekor baru, karena investor fokus pada stimulus lebih lanjut untuk memperbaiki kerusakan ekonomi dari pandemi.

Kongres AS mungkin segera menyetujui lebih banyak bantuan pandemi, sebuah skenario yang menjadi lebih mungkin setelah Demokrat Georgia memenangkan kursi Senat yang menyerahkan kendali Demokrat atas kedua majelis Kongres begitu Biden dilantik sebagai Presiden AS.

"Kompleks energi menempatkan fokus khusus pada kemenangan demokratis dalam pemilihan umum Georgia yang, pada gilirannya, meningkatkan kemungkinan langkah-langkah stimulus yang lebih besar," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya