Guru Besar IPB: Petambak Perlu Tingkatkan Kualitas agar Tak Lagi Impor Garam

Produksi garam di Indonesia kebanyakan dilakukan di tempat terbuka (open pond), sehingga cenderung menggantungkan nasib pada cuaca.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 17 Mar 2021, 20:30 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2021, 20:30 WIB
Panen Garam
Petani memanen garam di Sidoarjo, Jawa Timur, 16 September 2019. Menurut petani, meningkatnya produksi garam saat musim kemarau dari lima ton menjadi delapan ton per minggu, mengakibatkan harga garam di tingkat petani tradisional untuk kualitas nomor satu menurun. (Juni Kriswanto/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa mewajari keputusan pemerintah yang hendak melakukan impor garam pada 2021. Sebab, kualitas garam produksi lokal dan nasional dinilai masih kurang memadai untuk kebutuhan industri.

"Kita tahu bahwa hasil produksi garam rakyat tidak bisa langsung digunakan ke industri karena kandungan garamnya hanya sekitar 98 persen tingkat pemurniannya. Padahal industri menghendaki lebih dari itu," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (17/3/2021).

Dwi Andreas memaparkan, produksi garam di Indonesia cenderung dilakukan di tempat terbuka (open pond), sehingga cenderung menggantungkan nasib pada cuaca. Dia lalu menceritakan produksi garam yang sempat mencapai masa puncak pada 2015 karena didukung faktor cuaca, namun tiba-tiba drop pada 2016 akibat musim kemarau panjang dan La Nina.

"Itu sejarahnya persis terulang. Tapi 2019 kemarin relatif kering dan 2020 tiba-tiba hujan sehingga produksi terganggu," ujar dia.

Faktor berikutnya yang turut mempengaruhi kualitas produksi garam yakni terkait harga. Dwi Andreas mengatakan, petambak cenderung baru akan memproduksi garam jika harga jualnya menarik.

"Kalau harganya terganggu dan bersaing dengan garam impor, ya sudah. Itu persoalannya," ungkap dia.

Menurut dia, Indonesia sebenarnya punya potensi sumber daya alam yang luas dengan memiliki salah satu garis pantai terpanjang di dunia. Jika saja itu bisa dimanfaatkan dengan baik, maka Indonesia bisa jadi salah satu pemain utama untuk produksi garam di tingkat global.

"Sudah barang tentu potensi itu betul-betul kita bisa manfaatkan ketika petambak garam ini mendapat kepastian bahwa ketika mereka memproduksi garam bisa terjual dengan harga yang pantas dan layak," kata Dwi Andreas.

"Sehingga pemerintah perlu membantu petambak-petambak garam rakyat ini untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga kualitas garam yang dihasilkan meningkat. Ketika kualitas meningkat sehingga industri bisa menampung produksi mereka," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menperin Bongkar Alasan Pemerintah Buka Keran Impor Garam

Curhat Petambak Garam Gagal Panen Hingga Minim Bantuan Pemerintah
Salah seorang petambak garam Cirebon sedang memproses produksi garam di lahan garapannya. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Pemerintah telah memutuskan akan membuka keran impor garam pada tahun ini. Keputusan itu disepakati dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kualitas garam produksi domestik dinilai masih kurang untuk kebutuhan industri. Oleh karenanya pemerintah menyiasatinya dengan melakukan impor garam.

"Masalahnya bukan kapasitas produksi, tapi kualitasnya belum memadai untuk Industri," kata Agus Gumiwang kepada Liputan6.com, Rabu (17/3/2021).

Namun begitu, pemerintah disebutnya terus mendorong agar kualitas produk garam nasional bisa membaik untuk kebutuhan sektor industri.

"Tugas lintas kementerian/lembaga untuk mendorong agar kualitas bisa memenuhi standard Industri," sebut Menperin Agus.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, pemerintah saat ini masih menunggu data terkait kebutuhan garam di Indonesia. Karena ketika sudah didapati kekurangannya, maka itu yang akan diimpor.

Impor garam yang dilakukan juga sesuai neraca perdagangan, sehingga kebutuhan garam dalam negeri itu bisa terpenuhi.

"Nanti misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa diimpor, kita menunggu itu. Karena itu sudah masuk dalam undang-undang cipta kerja," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya