Pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro, Tepat atau Tidak?

Holding BUMN ultra mikro akan memiliki dampak bagi perusahaan BUMN itu sendiri.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Apr 2021, 22:46 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2021, 22:46 WIB
Ilustrasi holding. Unsplash/Kaleidico
Ilustrasi holding. Unsplash/Kaleidico

Liputan6.com, Jakarta Kementerian BUMN terus mendorong realisasi pembentukan holding BUMN Ultra Mikro. Holding ini nantinya terdiri dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), dan PT Pemodalan Nasional Madani (Persero). Ternyata, rencana ini menuai perhatian banyak pihak. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kemungkinan terjadinya holding tersebut cukup besar.

Itu karena rencana ini ada di tangan pemerintah. Nantinya, holding BUMN ultra mikro akan memiliki dampak bagi perusahaan BUMN itu sendiri.

"BRI bisa menggunakan likuiditasnya yang besar maka PNM bisa meyakinkan bahwa kreditnya lebih mudah dan lebih banyak. Tetapi yang menarik adalah ini bukan persoalan penambahan perusahaan saja, tetapi yang diharapkan adalah keberadaan pegadaian dan PNM sekarang sudah diterima oleh masyarakat," jelas dia dalam diskusi virtual, Kamis (8/4/2021).

Terkait rencana ini, ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai holding ultramikro dianggap tak akan memberi nilai tambah bagi perusahaan.

Dia menyarankan BRI membeli bank-bank komersial untuk memperbesar skala perusahaan ketimbang melakukan holding dengan Pegadaian dan PNM.

“BRI itu untuk menjadi ujung tombak financial inclusion lebih baik mengambil alih bank-bank komersial, seperti Bank Muamalat, Bank Bukupoin, dan bank-bank lainnya supaya konsolidasi perbankan terjadi,” kata Faisal.

Kementerian BUMN harus memiliki kajian yang jelas ihwal rencana holding ultramikro. Sebab, rencana rencana tersebut justru disinyalir bakal membawa mudarat bagi masyarakat.

Selain itu, holding ultramikro memiliki risiko karena dilakukan terhadap tiga entitas yang memiliki karakteristik sangat berbeda.

Dicontohkan BRI, yang memiliki tugas melayani segmen UMKM yang sudah terbuka terhadap akses bank dan segmen korporasi.

Sementara itu, PNM melayani perusahaan yang relatif baru dan belum memiliki akses terhadap perbankan sehingga memerlukan jasa modal ventura.

Sedangkan Pegadaian sebagai perusahaan pelat merah memiliki tugas membantu masyarakat yang mengalami kesulitan likuiditas untuk memberikan solusi jangka pendek.

Keinginan Kementerian BUMN untuk melakukan holding justru bertentangan dengan ide untuk memajukan usaha kecil dan menengah secara total.

 

 

Kurang Tepat

Gedung Kementerian BUMN
Gedung Kementerian BUMN (dok: Humas KBUMN)

Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menilai kebijakan pembentukan holding ini tidak tepat dilakukan.

"Kebijakan holding BUMM ini tidak tepat untuk dilakukan karena bisa berdampak negatif bagi kepentingan negara dan bisa mengesampingkan kewenangan rakyat," ujarnya.

Sementara itu, lanjut dia, dilihat berdasarkan latar belakang mengapa holding ultra mikro dibentuk adalah karena keinginan Kementerian BUMN agar para UMKM bisa naik kelas.

Menurut Anis, alasan yang disampaikan Kementerian BUMN seakan-akan permasalahan yang dihadapi UMKM hanya sebatas pendanaan.

"Padahal kendala itu banyak, bukan hanya masalah keuangan saja. Masalah di SDM-nya, akses pemasarannya serta jejaring dan teknologinya," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya