Liputan6.com, Jakarta Memasuki tahun 2021 perekonomian global diprakirakan semakin membaik. Namun hal itu tidak terjadi di semua negara sehingga menghasilkan kesenjangan yang tinggi antara negara dalam hal pemulihan ekonomi.
Keberlanjutan pemulihan ekonomi nyatanya tidak hanya dilandasi pada keberhasilan sebuah negara dalam menangani masalah di sektor kesehatan. Lebih dari itu, pemulihan ekonomi harus diiringi respon kebijakan yang efektif.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengajak berbagai negara untuk berkoordinasi dan saling mendorong dalam upaya pemulihan ekonomi global.
Advertisement
"Pentingnya upaya global yang terkoordinasi dengan baik untuk dapat terus mendorong pemulihan ekonomi," kata Perry dalam rangkaian Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), Jakarta, Sabtu (10/4).
Selain itu antara negara juga harus saling mendorong inklusivitas dalam pengembangan ekonomi dan sektor keuangan yang berwawasan lingkungan. Dalam pertemuan yang sama, Perry menyampaikan visi singkat bank sentral Indonesia dalam mengatasi dampak pandemi.
Katanya, strategi pemulihan ekonomi Indonesia dijalankan melalui sinergi kebijakan dan koordinasi yang erat antara Bank Indonesia dan pemerintah. Sebagai regulator, Bank Indonesia juga menjalin komunikasi dengan berbagai pihak untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional.
"Mengatasi dampak dari pandemi melalui sinergi kebijakan dan koordinasi yang erat antara Bank Sentral, Pemerintah, dan otoritas terkait lainnya dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas perekonomian," tutur Perry.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dukungan Bank Indonesia
Dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 berkomitmen untuk mendukung pemulihan ekonomi global. Dilakukan dengan cara mengatasi ketimpangan, meningkatkan ketahanan sistem keuangan serta mendorong pemulihan ekonomi yang berwawasan lingkungan.
Dalam hal ini, Perry mendukung upaya global untuk memperkuat resiliensi sektor keuangan dengan memperhatikan perbedaan karakteristik di setiap negara.
Tentunya hal ini memerlukan kehati-hatian dalam melakukan asesmen penarikan dukungan kebijakan untuk memitigasi risiko penarikan dukungan kebijakan yang terlalu cepat.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.com
Advertisement