Pendapatan Premi Asuransi Komersial Naik 14,3 Persen per Februari 2021

Di bulan Februari 2021, kontribusi industri asuransi terhadap ekonomi nasional mencapai 3,03 persen

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Apr 2021, 13:16 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2021, 13:16 WIB
20160226-Asuransi Kesehatan-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi Kesehatan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pendapatan premi asuransi komersial mencapai Rp 53,2 triliun per Februari 2021. Angka ini naik 14,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2020, dimana pendapatan preminya tercatat Rp 46,54 triliun.

"Premi asuransi jiwa mencapai Rp 34,61 triliun, asuransi umum dan reasuransi Rp 17,59 triliun," ujar Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah dalam media briefing OJK, Rabu (21/4/2021).

Ahmad melanjutkan, untuk total klaim asuransi komersial tercatat mencapai Rp 31,81 triliun atau turun 2,35 persen dibanding periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp 32,64 triliun.

"Masih ada selisih Rp 21 triliun (pendapatan dengan klaim), jadi secara industri, bisnis asuransi ini masih sehat," katanya.

Di bulan Februari 2021, kontribusi industri asuransi terhadap ekonomi nasional mencapai 3,03 persen, terdiri dari asuransi jiwa 1,16 persen, asuransi umum 0,43 persen, asuransi sosial 1,37 persen dan asuransi wajib 0,07 persen.

"Dari tahun ke tahun, sebenarnya kita nggak bisa break ke 3 persen. Tapi di Februari ini ada secercah harapan. Nah ini ada 2 faktor, apakah ini karena industrinya sedang recover, atau GDPnya kita lagi rendah, tapi kalau kita lihat, industri asuransi ini masih terbuka peluang besar untuk dikembangkan," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Banyak Agen Asuransi Nakal Jadi Penyebab Aduan Konsumen Meningkat

Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa jumlah pengaduan konsumen pada industri asuransi terus meningkat sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan saat ini, OJK mencatatkan industri asuransi menduduki urutan kedua untuk jumlah pengaduan konsumen tertinggi.

"Tahun 2019 baru 360 pengaduan. Kemudian di tahun 2020 meningkat menjadi 593 pengaduan. Di tahun 2021 ini sampai triwulan 1 mencapai 273 aduan. Hal ini sebenarnya bisa diselesaikan secara internal atau kami bisa memfasilitasi untuk menyelesaikan komplainnya," kata Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam dalam diskusi virtual yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Rabu (14/4/2021).

Ia mengatakan, pengaduan dari masyarakat terhadap industri asuransi, didominasi ketidaksesuaian penjualan (mis-selling), terutama terkait produk asuransi yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-linked oleh agen atau tenaga pemasar produk asuransi.

"Rata-rata secara umum, memang permasalahan yang paling diadukan pertama adalah adanya ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh agen. Tidak sesuai dengan yang dijual. Kedua yang paling banyak pengaduan karena turunnya nilai investasi. Dijanjikan begini, ketika diklaim hanya segini. Ini yang kadang menjadi keributan," ungkap Agus.

Kemudian, sambungnya, kebanyakan dari pengaduan yang disampaikan juga meminta agar premi yang sudah dibayarkan selama beberapa periode dapat dimembalikan seluruhnya secara utuh.

"Padahal kita tahu, ada dua komponen. Komponen asuransi dan komponen investasi. Kalau dibalikin secara keseluruhan, sementara kita menikmati klaim asuransi yang ada, kan tidak fair juga," jelasnya.

Tak hanya itu, pengaduan lainnya yakni perihal kesulitan dalam memproses klaim yang sudah jatuh tempo tapi belum juga dibayarkan. "Permasalahan dari pengaduan terbagi empat, tapi terbanyak soal mis-selling," kata dia.

Agus menilai pengaduan terkait PAYDI atau Unit-linked tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan pelaku, mulai dari perusahaan, agen asuransi, atau bahkan masyarakat selaku nasabah itu sendiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya