Liputan6.com, Jakarta Berawal dari toko bangunan, perempuan asal Bantul, Yogyakarta berhasil mengubah usahanya menjadi salah satu UMKM sukses yang produknya laku di luar negeri.
Esti Wulan Tirta membangun CV Jedok, UMKM kerajinan tangan dan dekorasi rumah ramah lingkungan. “Sebenarnya CV Jedok sendiri dimulai tahun 1996. Berawal dulu hanya sebuah toko bangunan material, seperti pasir dan batu,” kata Esti saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (28/4/2021).
Esti memulai cerita. Saat itu di daerah Wonosari terdapat material batu. Namun, batu-batu tersebut biasa digunakan untuk kebutuhan pondasi membangun bangunan saja.
Advertisement
Melihat hal tersebut, Esti berpikir mengubah batu-batu itu memiliki nilai tambah yang tinggi dibanding menjadi bahan pondasi semata.
Baca Juga
Perempuan berusia 48 tahun itu menyebut, bermodal Rp 5 juta saat memulai usaha kerajinan tangan. Namun dari modal yang terbilang sedikit itu, mampu menghasilkan berbagai produk seperti dinding beragam corak, dan pelapis lantai yang terbuat dari bahan dasar limbah kayu dan batu.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, produk handycraft miliknya bisa menembus pasar ekspor. Dikapalkan hingga daratan Eropa dan Amerika serikat sejak 2006.
Tak hanya Eropa, handycraft buatan CV Jedok juga sudah merambah wilayah Asia Timur seperti Jepang, Korea, bahkan hingga Afrika Selatan.
“Kita diterima bisa ekspordi tahun 2006. Sebenarnya kita rata ya, kita ekspor ke Amerika, Eropa, Asia itu di Jepang yang banyak permintaanya. Sekarang kita punya buyer baru dari Afrika Selatan,” ujarnya.
CV Jedok tidak asal mendapatkan pelanggan atau buyer. Berbagai pameran harus diikuti agar produknya dikenal pembeli.
Salah satunya, CV Jedok pernah terlibat dalam ajang BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR 2020 besutan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
“Jadi Jedok itu termasuk usaha yang tidak mendapat buyer dari jalan kaget, kita lebih ke pameran,” imbuh dia.
Harga handycraft yang ditawarkan bervariasi, mulai dari USD 1 hingga USD 35 per piece. Dilansir dari websitenya jedokstonework.com, produk batu yang ditawarkan berupa tumbled mosaics, pebbles mosaics, parquet mosaics, stripe mosaics, pattern mosaics, dan loose stone.
Sementara untuk produk kayu, yakni wood cladding dan 3D wood cladding. “Kita punya produk yang benar-benar dari limbah kayu dan batu. Kalau limbah kayu kita beli dari perhutani lalu diolah, dan limbahnya itu kita olah lagi dihasilkan sebagai handycraft,” ungkap dia.
Biasanya Esti mampu mengantongi keuntungan hingga Rp 1,2 miliar-Rp 1,5 miliar ketika mendapat pesanan.
Itu karena produk handycraft buatannya termasuk kelas premium. Produk ini benar-benar dikerjakan tangan asli sehingga harga yang ditawarkan pun sebanding.
Dampak Pandemi
Esti mengaku pandemi ikut mempengaruhi bisnisnya. Sebelum pandemi keuntungan yang bisa didapat mencapai lebih dari Rp 1,2 miliar-Rp 1,5 miliar.
Namun pandemi yang membatasi kegiatan ekspor ditambah mahalnya harga kargo menyulitkannya sebagai seller.
Kendati begitu, Esti tetap berupaya menjaga komunikasi dengan para buyer luar negeri. Ini agar mereka saling mengerti dengan keadaan pandemi.
Bahkan untuk menangani masalah tersebut, Esti rela menurunkan harga ke buyer, dan harga ongkos kirim ditanggung pembeli.
Dia mengakui menjadi pengusaha kerajinan tangan tidaklah mudah. Seperti berkaitan dengan aksi menjiplak. Banyak perusahaan-perusahaan serupa yang meniru desain buatan CV Jedok. Kendati begitu, Esti menegaskan jika produk buatannya tidak sama seperti yang lainnya.
“Yogyakarta itu kalau urusan plagiat itu cepat sekali, kita biasanya yang menarik itu. Kadang kita baru membuat sampelnya untuk membuat satu desain dan membutuhkan waktu lama. Kita ikut Pameran bulan ini dan bulan depannya itu dari seluruh Indonesia sudah pada meniru semua,” ujar dia sedih.
Kini, Esti memiliki 143 pekerja yang berasal dari kalangan ahli. Dengan memberdayakan orang-orang sekitar yang ahli di bidang perbatuan dan perkayuan.
“Pekerja kita tidak merupakan lulusan perguruan tinggi, tapi lebih keahlian yang dimiliki mereka. Total 143 pekerja, penggajiannya sesuai UMR Yogyakarta,” ungkap dia.
Untuk bahan baku, CV Jedok tidak hanya mengambil batu dan kayu dari Yogyakarta. Ada yang dari Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kupang hingga Makassar.
Advertisement
Menjadi Nasabah BRI
Perempuan berusia 48 tahun ini ternyata telah menjadi nasabah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Tepatnya sejak 2008.
Bahkan usahanya pun tidak terlepas dari bantuan BRI. Pertama kali, dia meminjam modal usaha sebesar Rp 50 juta untuk mengembangkan usaha handycraftnya.
“Saya sejak 2008 menjadi nasabah BRI. Saya bergabung dengan BRI karena ada pinjaman, waktu itu pinjamannya tidak terlalu besar sekitar Rp 50 juta,” kata Esti.
Selain bantuan modal usaha, dia sering bergabung dalam acara pameran yang diadakan BRI untuk mencari buyer baru.
Dia kembali berharap di masa pandemi ini, BRI bisa membantu CV Jedok untuk bisa berekspansi ke negara-negara di Asia.
“Kita meminta bantuan BRI untuk ekspansi ke Asia. Kan kita besarnya di negara-negara non Musim dan kebetulan itu ada di Eropa dan Amerika yang memiliki 4 musim, sehingga di masa-masa Oktober-Desember kebutuhan mereka bangun rumah itu berkurang,” ungkapnya.
Selain meminta dorongan ekspansi, Esti juga berharap agar BRI selalu mengajaknya bergabung dalam pameran demi mendapatkan pembeli kembali.
CV Jedok pada tahun ini hanya mendapat pesanan sebanyak 4 kontainer. Padahal jika dalam kondisi normal, 1 buyer bisa memesan hingga 8 kontainer produk kerajinan tangan CV Jedok.
“Semua orang sedang berpikir keras untuk menuju normal kembali, saya suka bagaimana BRI membantu kita mendapatkan buyer,” pungkasnya.(*)