Liputan6.com, Jakarta Indonesia dahulunya memiliki dua maskapai pelat merah alias BUMN, yaitu Merpati Nusantara Airlines dan Garuda Indonesia. Sayang, salah satunya, yaitu Merpati, berstatus "hidup segan mati pun tak mau". Bahkan, Merpati menjadi salah satu BUMN yang akan ditutup oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Seiring berjalannya waktu, kegagahan Garuda Indonesia pun mulai luntur. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 menghantam industri penerbangan. Status maskapai bintang 5 dari Skytax seolah kini tak ada artinya. Fokus Garuda Indonesia saat ini adalah bagaimana caranya untuk bisa bertahan. Tentunya tetap mengutamakan aspek keamanan dan keselamatan penumpang.
Bayangkan, Garuda Indonesia memiliki utang mencapai Rp 70 triliun. Setiap bulannya, beban perusahaan ini bertambah sekitar Rp 1 triliun. Sementara pendapatannya sendiri terakhir hanya Rp 800 miliar.Â
Advertisement
Atas kondisi itu, terbaru, Kementerian BUMN selaku pemegang saham sudah memiliki berbagai opsi dalam penyelamatan Garuda Indonesia. Garuda Indonesia juga menawarkan pensiun dini kepada karyawan. Selain itu, beredar dokumen yang menyebutkan empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia.
Opsi itu juga melihat dari hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain. Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut kepada Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra enggan untuk berkomentar banyak.
"Cek Kementerian BUMN ya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, seperti dikutip dari kanal Saham Liputan6.com, Rabu (2/6/2021).
Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga belum menjawab pesan singkat dan mengangkat telepon saat dihubungi Liputan6.com soal opsi penyelamatan Garuda Indonesia, hingga artikel ini tayang.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
4 Opsi Penyelamatan Garuda Indonesia
Mengutip dari dokumen tersebut, Selasa (1/6/2021), opsi-opsi itu antara lain, pertama, pemerintah akan terus mendukung Garuda Indonesia melalui pemberian pinjaman dan suntikan ekuitas. Hal ini contohnya dari Singapore Airlines, Cathay Pacific, dan Air China.
Meski demikian, opsi ini memiliki catatan antara lain berpotensi meninggalkan Garuda Indonesia dengan utang warisan yang besar akan membuat situasi yang menantang di masa depan.
Kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda Indonesia. Menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban, seperti utang, sewa, dan kontrak kerja.
Opsi yurisdiksi yang akan digunakan: US Chapter 11, foreign jurisdiction lain, dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Contohnya antara lain LATAM, Malaysia Airlines dan Thai. Namun, catatan dari opsi ini adalah tidak jelas apakah undang-undang kepailitan Indonesia mengizinkan restrukturisasi.
Opsi ketiga, merestrukturisasi Garuda Indonesia dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Garuda Indonesia dibiarkan melakukan restrukturisasi. Di saat bersamaan, mulai mendirikan perusahaan maskapai domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda dan menjadi national carrier di pasar domestik.
Contoh yang memakai opsi ini Sabena dan Swissair. Namun, catatan pada opsi ini dieksplorasi lebih lanjut opsi tambahan agar Indonesia tetap memiliki nasional flag carrier. Perkiraan modal dibutuhkan USD 1,2 miliar.
Opsi keempat, Garuda Indonesia dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan untuk mengisi kekosongan. Mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan udara, misalkan dengan pajak bandara/subsidi rute yang lebih rendah. Maskapai yang memakai opsi ini VARIG dan Malev. Meski demikian, catatan untuk opsi ini Indonesia tidak lagi memiliki national flag carrier.
Advertisement