Liputan6.com, Jakarta Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini turut menanggapi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya posisi utang pemerintah yang dinilai kian mengkhawatirkan.
Menurutnya, masih ada solusi yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk mengelola jumlah utang yang terus membengkak. Yakni, dengan mendorong pertumbuhan ekonomi di atas moderat dalam waktu cukup lama dengan strategi peningkatan ekspor, daya saing, hingga penyesuaian struktural.
"Jadi, saran untuk mengatasi utang sejatinya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi di atas moderat dalam waktu cukup lama dengan strategi ekspor, daya saing, penyesuaian struktural," ujarnya kepada Merdeka.com, Sabtu (26/6/2021).
Advertisement
Kendati demikian, dia mengakui bukan perkara mudah bagi pemerintah untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi positif dalam waktu dekat. Menyusul, Indonesia masih dihadapkan pada persoalan pandemi Covid-19.
Bahkan, tren kasus Covid-19 di tanah air terus mengalami peningkatan drastis pasca libur lebaran Idul Fitri 2021. Hal ini sebagaimana dilaporkan oleh Satgas Covid-19.
"Jadi, masyarakat akan menerima konsekuensi utang pemerintah yang berat di masa yang akan datang," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Teguran BPK
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan review atas pelaksanaan kesinambungan fiskal dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 kepada Presiden Joko Widodo. Review tersebut termasuk penilaian BPK terhadap tren penambahan utang pemerintah yang jumlahnya semakin membengkak.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan, pihaknya khawatir pemerintah tidak bisa membayar seluruh utang tersebut.
"Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang," kata Agung di Istana Negara, Jumat (25/6).
Dia menjelaskan, utang pemerintah juga belum memperhitungkan unsur kewajiban pemerintah yang timbul seperti kewajiban pensiun jangka panjang, kewajiban putusan hukum yang inkrah, kewajiban kontigensi dari BUMN dan lainnya. Indikator kerentanan utang tahun 2020 diketahui melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) dan/atau International Debt Relief (IDR).
"Indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 - Debt Indicator yaitu di bawah 0 persen," jelasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement