3 Tantangan Berat Industri Penerbangan di Tengah Pandemi

Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai membuat banyak sektor transportasi termasuk transportasi udara menghadapi turbulence yang tidak pernah dihadapi sebelumnya.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Jul 2021, 17:30 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2021, 17:30 WIB
Ilustrasi Pesawat Terbang
Ilustrasi pesawat terbang. (dok. Unsplash.com/@trinitymmoss)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai membuat banyak sektor transportasi termasuk industri penerbangan menghadapi turbulence yang tidak pernah dihadapi sebelumnya.

Kondisi pandemi yang semakin memburuk sehingga mengakibatkan penerapan PPKM Darurat yang kemudian dilanjutkan dengan PPKM Level 3 dan 4 menimbulkan tanda tanya besar, mampukah industri penerbangan bertahan?

"Covid-19 telah memberikan banyak pukulan telak terhadap industri penerbangan tidak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia," kata CEO dan Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani dakam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (27/7/2021).

Menurut dia, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memprediksi arus kas industri penerbangan akan tetap negatif selama tahun 2021 dengan potensi cash burn hingga USD 75 miliar dolar. Hal ini menunjukkan bahwa persiapan industri penerbangan untuk dapat bangkit kembali membutuhkan perencanaan yang sangat matang.

Grant Thornton dalam laporan terbaru Aviation: preparing the return of travel menjabarkan 3 poin utama tantangan kompleks yang dihadapi oleh industri penerbangan, termasuk perusahaan maskapai penerbangan hingga perusahaan penyedia (leasing) armada pesawat.

1. Likuiditas

Manajemen dan perkiraan arus kas menjadi tantangan serius bagi maskapai penerbangan dan bisnis pendukungnya. Meskipun pendapatan menurun drastis, sektor penerbangan masih menanggung biaya tetap dan biaya operasional yang besar. Meningkatnya Covid-19 mendorong pelaku usaha untuk mengurangi pengeluaran dan meningkatkan likuiditas.

Beberapa faktor yang mendorong perencanaan arus kas semakin sulit. Banyak maskapai penerbangan yang menggunakan tunjangan dari pemerintah untuk membayar gaji dan biaya tetap lainnya, namun tentu tidak dapat dipastikan berapa lama fasilitas tersebut akan tersedia dan apakah skemanya akan tetap sama. Selanjutnya masih ada kemungkinan pembatasan perjalanan dan pengaruhnya atas perilaku pelancong.

Dari sisi lessor atau perusahaan penyedia armada pesawat, kondisi sekarang merupakan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam industri ini. Karena seluruh maskapai penerbangan di dunia terpengaruh, perusahaan penyedia armada pesawat menghadapi berbagai masalah likuiditas krusial, mulai dari penurunan pendapatan sewa secara drastis, penundaan pembayaran hingga upaya maskapai untuk mengembalikan pesawat.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2. Biaya Operasional

Ilustrasi pesawat (iStock)
Ilustrasi pesawat (iStock)

Dalam industri penerbangan, cara utama untuk menurunkan biaya operasional adalah dengan mengurangi karyawan. Hal ini juga terjadi pada maskapai nasional Garuda Indonesia yang menawarkan program pensiun dini bagi karyawan mereka. Maskapai besar lainnya dari berbagai belahan dunia juga telah mengumumkan niat untuk memberhentikan sejumlah karyawan secara masif.

Namun Grant Thornton menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa pendekatan ini tidak akan memengaruhi masa depan maskapai saat kembali beroperasi normal,, terutama terkait hilangnya karyawan-karyawan dengan keterampilan khusus.

Bagi industri penyedia armada pesawat/lessor kondisi semakin buruk dengan kecilnya area untuk bermanuver. Model bisnis yang ada saat ini menekankan besarnya biaya operasional termasuk ketidakmampuan untuk memindahkan pesawat mereka ke wilayah lain atau ke operator white label.

3. Utang dan Restrukturisasi

Untuk maskapai penerbangan, utang modal yang diperoleh melalui kepemilikan atau penyewaan pesawat memakan porsi besar dari biaya tetap mereka, dengan kondisi perusahaan penyedia armada pesawat/ lessor tidak mau mengambil kembali pesawat mereka, maskapai penerbangan perlu menegosiasikan kembali kesepakatan mereka dengan perusahaan leasing dan pembiayaan untuk mendapat penangguhan maupun penurunan suku bunga untuk jangka waktu yang masuk akal.

Dengan melihat kondisi yang masih belum menentu seperti sekarang, penangguhan dan penurunan suku bunga untuk jangka waktu pendek pun bukan menjadi solusi untuk jangka panjang.

Penyetujuan prosedur restrukturisasi ataupun kepailitan dengan semua kreditur dan pemangku kepentingan tentu juga tidaklah mudah. Diperlukan upaya bersama antara seluruh pelaku pasar untuk mengimplementasikan solusi inovatif yang sesuai dengan disrupsi Covid-19 yang belum pernah dihadapi sebelumnya.

 

Ada Peluang

Ilustrasi
Ilustrasi pesawat lepas landas. (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Menurut Johanna, meskipun terdapat ketidakpastian apakah bisnis akan kembali seperti semula, penting bagi pelaku industri penerbangan untuk mulai mempersiapkan kembalinya permintaan konsumen dan bisnis

Dengan demikian perlu adanya strategi untuk memastikan protokol kesehatan seperti: menjaga jarak, pemeriksaaan kesehatan, disinfektan fasilitas selain juga kepastian vaksinasi terhadap penumpang, pilot, pramugari, dan juga petugas bandara sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan moda transportasi pesawat di tengah pandemi.

“Kondisi pasar saat ini jelas mengakibatkan tantangan operasional dan likuiditas, namun secara bersamaan juga memberi peluang bagi maskapai yang memiliki neraca kuat dan akses ke pemberi pinjaman atau investor untuk untuk melakukan restrukturisasi secara fundamental atas model bisnis dan operasi mereka, seperti konsep travel dan mobilitas yang terintegrasi dan digitalisasi operasi," jelas Johanna.

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya