Petani Tembakau Bakal Ikut Kena Imbas Jika Tarif Cukai Naik di 2022

Kenaikan cukai akan menurunkan produktivitas pabrikan sehingga kebutuhan atas pasokan tembakau berkurang sehingga berimbas langsung ke petani tembakau.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Agu 2021, 18:35 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2021, 13:15 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2022 akan turut berdampak ke petani tembakau dalam negeri. Terlebih kenaikan cukai ini akan dilakukan di tengah kondisi industri hasil tembakau (IHT) yang tengah terkena imbas pandemi Covid-19.

Sekretaris Jenderal DPN Gerbang Tani Billy Ariez mengatakan bahwa kenaikan cukai akan menurunkan produktivitas pabrikan sehingga kebutuhan atas pasokan tembakau berkurang sehingga berimbas langsung ke petani tembakau.

“Yang lebih rentan sebenarnya adalah petani tembakau, karena mereka sering kali tidak punya opsi, terlebih tidak punya opsi penjualan,” kata Billy, Rabu (25/8/2021).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi petani tembakau ini adalah dengan membatalkan rencana kenaikan cukai pada 2022. Menurutnya, salah satu solusi untuk melindungi petani tembakau di situasi krisis saat ini adalah dengan tidak menaikkan cukai rokok.

Cukai rokok kita sebenarnya sudah tinggi. Kalau bisa jangan naik lagi. Dengan standar produk kita, sebenarnya itu sudah sangat tinggi. Karena biaya produksi yang tinggi itu kan yang sebenarnya berefek pada konsumen dan yang lain.” ujarnya.

Gerbang Tani merekomendasikan agar pemerintah tidak menaikkan cukai rokok, khususnya juga pada segmen SKT yang banyak menyerap tembakau petani lokal.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Picu Rokok Ilegal

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) meminta pemerintah tidak terburu-buru menaikkan tarif cukai rokok. Ketua Akrindo Sriyadi Purnomo, menegaskan bahwa ketika tarif cukai rokok naik, konsumen akan memilih dan memilah rokok berdasarkan pertimbangan harga. Akrindo saat ini menaungi sekitar 900 koperasi ritel di Jawa Timur.

“Selanjutnya akan ada penurunan, atau munculnya rokok ilegal semakin marak karena harganya lebih murah, terutama di pedagang eceran. Otomatis konsumen berkurang, omzet juga berkurang,” kata Sriyadi dalam keteragan tertulis di Jakarta, Senin (23/8/2021).

Sriyadi mencontohkan, toko retail di kawasan industri, baik di sekitaran pabrik dan perkantoran yang paling merasakan dampak pandemi. Dia juga melihat fenomena bahwa selama pandemi, tidak sedikit kaum pria sebagai kepala rumah tangga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga para istri yang kini menjalankan fungsi sebagai tulang punggung keluarga.

“Seperti yang terjadi di Jawa Timur, para suami-suami pekerja terkena PHK, maka istri yang merupakan buruh linting juga harus mengambil peran pencari nafkah. Mengatasi situasi sulit seperti itu, mereka mulai berjualan” papar Sriyadi.

Karena itu, Sriyadi berharap Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) yang dialokasikan pemerintah benar-benar bisa menyentuh para pekerja tembakau yang terdampak.

“Misalnya dengan memberdayakan para suami-suami dari istri pekerja tembakau yang terdampak atau terkena PHK bisa mendapatkan pelatihan atau bantuan modal di bidang peternakan, pertanian, sehingga mereka tetap bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup,” pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya