Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Pamekasan, Homaidi mengaku tidak puas dengan kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Madura M Syahirul Alim yang tidak mengindahkan permohonan untuk beraudiensi dengan PC PMII Pamekasan.
Pasalnya, menurut Homadi, saat beraudiensi di Kantor Bea Cukai Madura, Selasa 4 Februari 2025, Alim berhalangan hadir dan diwakilkan oleh staf bagian humas.
Baca Juga
"Agenda audiensi yang sudah dijadwalkan dua kali, kami merasa tidak puas karena diterima oleh staf yang pandangannya bersifat normatif dan menampung aspirasi kami saja. Padahal yang kami perlukan adanya dialog yang tujuannya mencari keputusan (decision making)," ujar Homaidi dalam keterangan resmi, Rabu (5/2/2025).
Advertisement
Homaidi yang hadir bersama belasan pengurus bermaksud ingin menyampaikan aspirasinya terkait tingkat pengawasan Kepala Kantor Bea Cukai Madura yang dirasa lemah, kemudian mengenai kebijakan dinilai kurang fair alias diskriminatif.
"Kami merasa didiskriminasikan dengan kebijakan yang tidak memberikan rasa keadilan. Kami masih beritikad baik bisa beraudiensi dengan Kepala Kantor Bea Cukai Madura untuk mencari solusi bersama," terang dia.
Homaidi lalu membeberkan beberapa persoalan yang terjadi di Madura. Pertama, di Madura peredaran rokok polos atau tanpa pita cukai makin masif peredarannya. Menurutnya, hal itu merugikan para pelaku industri kretek di tingkat industri kecil dan menengah.
"Temuan di lapangan, beberapa industri kretek kecil yang selama ini mematuhi peraturan pemerintah harus berhadapan dengan para pelaku usaha rokok polos di pasar. Hal itu akan berdampak langsung pada daya beli mayoritas konsumen rokok di segmen ekonomi menengah kebawah," kata Homadi.
"Dampak terbesarnya justru berisiko mengurangi pendapatan negara dari sektor cukai, karena konsumen tidak memiliki daya beli untuk produk yang lebih mahal atau rokok legal," sambung dia.
Â
Miliki Peran Penting dalam Ekonomi Lokal
Kedua, lanjut Homadi, selama ini industri kretek kelas kecil dan menengah memiliki peran penting dalam ekonomi lokal. Mereka menciptakan lapangan kerja tidak hanya di sektor industri, tetapi juga dalam rantai pasokan seperti pengecer, distributor, petani tembakau, dan pekerja kasar di industri pengolahan tembakau.
"Data dari beberapa daerah menunjukkan bahwa pabrik kelas menengah memiliki tenaga kerja dengan proporsi yang signifikan dalam skala ekonomi lokal," ucap Homadi.
"Ketiga, tingkat pengawasan kantor Bea Cukai harus extraordinary. Dikatakan Homaidi, temuan di lapangan tumbuh meningkat industri rokok di Madura," sambung dia.
Menurut Homadi, pihaknya mendorong pengawasan ekstra guna memastikan bahwa industri tersebut tidak memproduksi rokok polos.
"Kepala kantor Bea Cukai Madura seharusnya menggandeng aparat hukum guna melakukan pengawasan intensif dan memberikan efek jera sebagaimana peraturan yang ada," ucap dia.
Â
Advertisement
Berikan Sejumlah Catatan
Oleh karena itu, lanjut Homadi, PC PMII Pamekasan memberikan beberapa catatan kritis untuk kantor Bea Cukai Madura. Pertama, kata dia, merumuskan kebijakan yang fairness dan berkeadilan. Sebab, kebijakan yang diskriminatif akan berdampak pada penurunan tenaga kerja dan perputaran ekonomi melambat.
"Ketika banyak pekerja kehilangan pekerjaan, daya beli masyarakat setempat juga akan menurun, yang pada gilirannya memengaruhi berbagai bisnis lokal," ucap Homadi.
Kedua, lanjut dia, pembinaan berkala kepada pabrik. Homadi menilai, pabrikan baru perlu didorong untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan regulasi dan diberikan insentif atau subsidi untuk mengurangi beban akibat kenaikan cukai dan aturan lain.
"Ini penting agar pabrikan rokok tidak memproduksi rokok polos yang merugikan negara," terang dia.
Ketiga, lanjut Homadi, mendorong DPR RI khususnya Komisi XI agar melakukan pengawasan intensif ke Kantor Bea Cukai baik di pusat dan daerah mengenai implementasi pengawasan yang kurang optimal.
"Sebagai bagian dari mitra kerja Bea Cukai, Komisi XI turun ke lapangan di Madura dan kami siap mendampingi," kata dia.
Keempat, lanjut Homadi, pendekatan multisolusi dan kebijakan yang berbasis data. Pemerintah dapat menyeimbangkan antara peningkatan pemasukan negara dan keberlanjutan pabrikan kelas menengah dan kecil, demi menjaga stabilitas ekonomi lokal.
"Hal ini mencakup perencanaan yang cermat dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, baik dari sisi industri maupun masyarakat sehingga tercipta iklim usaha industri kretek yang berkeadilan," pungkas Homadi.
