Sejumlah Tantangan yang Dihadapi Petani
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan ada sejumlah tantangan di sektor pertanian yang harus diatasi agar bisa terus mengalami pertumbuhan positif. Tantangan ini termasuk soal Sumber Daya Manusia (SDM) dan harga jual.
Menurut Suhariyanto, untuk membuat kebijakan yang mendukung sektor pertanian maka pemerintah harus bisa mengidentifikasi sejumlah persoalan dan tantangan yang dihadapi petani.
Di tengah pandemi Covid-19, sektor pertanian memang mengalami pertumbuhan, tapi bebannya menjadi semakin berat. Hal ini disebabkan pengangguran di kota yang disebabkan pandemi kembali ke desa, dan menjadi petani.
Alhasil, jumlah tenaga kerja di pertanian meningkat dari 27,53 persen menjadi 29,76 persen pada tahun lalu.
"Jadi ketika share PDB sektor pertanian hanya 13 persen sementara harus menanggung 29,76 persen tenaga kerja, bisa dibayangkan beban sektor pertanian menjadi berat. Dengan membaginya, kita bisa melihat bahwa produktivitas pertanian juga akan semakin menurun," jelas Suhariyanto dalam diskusi INDEF "Daya Tahan Sektor Pertanian: Realita Atau Fatamorgana?" pada Rabu (17/2/2021).
Di sisi lain, SDM di sektor pertanian kurang menguntungkan karena mayoritas didominasi pendidikan rendah. Berdasarkan data BPS, 24,93 juta orang (65,23 persen) berpendidikan SD ke bawah, SMP 6,79 juta (17,77 persen), SMA dan SMK sebanyak 5,80 juta orang (15,18 persen), dan lulusan diploma ke atas tidak sampai satu juta atau tepatnya 0,70 juta orang (1,82 persen).
Dari sisi umur juga banyak sekali tenaga kerja berumur yang sudah tidak produktif. Tenaga kerja pertanian didominasi berusia 45-59 tahun sebanyak 12,38 juta orang (32,39 persen), usia 30-44 tahun sebanyak 11,14 juta, usia 60 tahun ke atas 8,09 juta (21,17 persen), dan kurang dari 30 tahun 6,61 juta (17,29 persen).
"Jadi ini perlu jadi perhatian, bahwa sektor pertanian ini didominasi mereka yg kurang berpendidikan dan sudah lanjut usia. Sehingga ke depan, kita perlu mencari cara bagaimana generasi muda bisa masuk ke sektor pertanian," tutur Suhariyanto.
Persoalan Harga
Persoalan lain yaitu harga yang selalu jatuh saat panen, sehingga petani dirugikan. Hal ini harus menjadi perhatian untuk menjaga harga agar petani tidak rugi saat panen.
Tantangan lain yaitu nilai tukar petani yang rendah. Peningkatan produksi pertanian, kata Suhariyanto, ternyata tidak membuat pendapatan petani meningkat. Nilai tukar petani ini menunjukkan nilai tukar daya beli produk pertanian terhadap harga yang dibayar petani.
"Pada 2020, secara umum nilai tukar pertanian memang naik dibandingkan 2019, tapi kenaikannya hanya 0,74 persen," sambungnya.
Persoalan lain yang menjadi perhatian adalah upah nominal petani yang masih rendah. Selain itu, disparitas kemiskinan perkotaan dan pedesaan masih tinggi. Berdasarkan data BPS, sebagian besar rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian degan persentase sebesar 46,30 persen.
Modifikasi Mesin Perahu Jadi Alat Penyiram Tanaman
Menjadi petani bukanlah pekerjaan yang mudah sebab pendapatan mereka bergantung pada faktor cuaca dan juga diperlukan keahlihan khusus untuk memahami kondisi tanaman agar kualitas tetap terjamin. Tak berhenti di situ, upahnya yang cenderung minim terkadang tak sebanding dengan kerja kerasnya seharian di ladang.
Namun nyatanya, sektor pertanian di masa pandemi COVID-19 mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 29,76 persen. Hal itu disampaikan oleh Kepala BPS Kecuk Suhariyanto.
Meningkatnya sumber daya manusia, tak menutup kemungkinan bidang pertanian semakin berkembang. Begitupula dengan cara para petani ketika bekerja. Belum lama ini unggahan Tiktok @thanya1911 menunjukkan seorang petani Thailand yang menemukan ide brilian memodifikasi mesin perahu yang bisa berfungsi sebagai media penyiraman kebun anggurnya.
Petani anggur itu membuat terobosan besar memodifikasi mesin perahu sebagai usahanya untuk menjamin cadangan air pada tumbuhan yang ditanam.
Mereka tak perlu capek berjalan menyusuri tiap sudut lahan yang luas, sebagai gantinya mereka memanfaatkan perahu dengan mesin. Petani tersebut terlihat memodifikasi mesin yang ada pada perahunya sebagai alat penyiram tanaman. Selain menghemat tenaga, sudah dipastikan tanaman anggur itu memiliki cadangam air yang cukup.
2063 Darurat Petani?
Proyeksi Bappenas soal tidak ada lagi petani di Indonesia tahun 2063 disambut Pakar Pertanian Universitas Gadjah Mada, Dr. Jamhari. Menurutnya 40 tahun ke depan justru menjadi kesempatan emas bagi mencetak generasi petani milenial yang antisipatif terhadap tantangan pertanian. Ia melihat dunia pertanian di masa mendatang akan berbanding terbalik dengan pertanian konvensional yang terus menurun.
“Pertanian modern yang akrab dengan teknologi dan lahan luas sedang bertumbuh di Indonesia. Lembaga akademik berperan dalam menyiapkangenerasi muda petani millennial agar bisa mengambil posisi di masadepan, dharma penelitian maupun pengembangan teknologi, hinggarekayasa sosial dan digitalisasi,” tuturnya saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk “Benarkah di 2063 TidakAda yang Menjadi Petani” Sabtu 10 April 2021 yang diselenggarakanAku Petani Indonesia Movement.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada ini menjelaskan, tahun 2063 krisis pertanian tidak hanya di Indonesia tetapi juga di level dunia yang terajdi divergensi antara supply dan demand produk pertanian. Menurutnya, Permintaan selalu meningkat akibat populasi yang terus meningkat dan produk pertanian tidak hanya untuk pangan, namun juga difungsikan sebagai pakan atau feed, bahan bakar atau fuel karena terbatasnya minyak dan bahan bakar.
“Di sisi lain, kapasitas supply pertanian terus menurun akibatberbagai faktor seperti berkurangnya lahan dan perubahan iklim yangberdampak pada water shortage dan memicu hama pertanian,” terangnya.
Jumlah petani yang diprediksikan tidak ada lagi di tahun 2063 menurutnya adalah pertanian dengan cara-cara tradisional. Petani yang mayoritasnya merupakan generasi tua.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2020, tenaga kerja disektor pertanian didominasi oleh tamatan pendidikan dasar atau SD sebesar 29,48 juta orang atau 84,22 persen dan tenaga kerja direntang umur 25-59 tahun sebesar 24,31 juta orang atau 69,45 persen.
“Profesi petani makin ditinggalkan karena pendapatan usaha tani belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga sebagian besar petani sebanyak 62 persen dengan mengijonkan lahan dan 13 persen meminjam untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya,”ungkapnya.
Tanggapan Pakar Terkait Darurat Petani
Ketua Forum Dekan Fakultas Pertanian Indonesia ini menjelaskan, bertambahnya petani tidak berpengaruh terhadap bertambahnya produksi di sektor pertanian pertanian. Dalam ilmu ekonomi, Marginal Productivity of Labor (MPL) di pertanian masih negatif artinya terlalu banyak orang bekerja di pertanian.
“Sehingga penambahan jumlah pekerja tidak lagi menambah produksipertanian. Sehingga wajar kalau secara alamiah, jumlah petanikonvensional akan terus mengalami penurunan,” katanya.
Founder Aku Petani Indonesia Movement, Adhitya Herwin Dwi Putra mengatakan, Aku Petani Indonesia konsern pada isu regereasi petani muda. Diselenggarakannya webinar bertajuk Benarkah di 2063 Tidak Ada yang Menjadi Petani untuk mengangkat optimisme terhadap dunia pertanian dan melawan narasi bahwa 40 tahun mendatang tidak akan adalagi petani di Indonesia.
Adhit menjelaskan, Bappenas memproyeksikan tahun 2063 tidak ada petani di Indonesia akibat 3 hal yaitu pertama para petani yang beralih ke sektor jasa dan industri semakin banyak yang dilihat dari proporsi yang bekerja di sektor pertanian menurun dari 65,8 persen pada 1976 menjadi 28 persen pada 2019. Kemudian alih fungsi lahan dimana data menunjukkan dalam kurun waktu enam tahun lahan pertanianterus berkurang, menyisakan 7,45 juta hektar lahan pada 2019.
Ketiga laju urbanisasi dimana Bappenas memaparkan pada 2045 penduduk yangtinggal di kawasan perkotaan mencapai 67,1 persen atau setara dengan68,3 juta orang, yang berarti juga semakin sedikit jumlah petanidesa.
“Harapannya dengan diskusi ini akan tumbuh optimisme bahwa petanidan pertanian di Indonesia tidak akan pernah musnah. Kami selama initerus mengkampanyekan gerakan aku petani Indonesia justru untukmempersiapkan tantangan pertanian di masa mendatang. Sejak 2016 kamimengajak kaum milenial untuk Bertani dan hingga saat ini gerakan kamisudah menyentuh 25 ribu anak muda dalam berbagai kesempatan,”ungkapnya.
Berita Terbaru
Profil Lizardo Gumay eks Dandim Makassar yang Diduga Selingkuh, Dulu Kariernya Cemerlang
Saksikan Sinetron My Heart Episode Kamis 21 November 2024 Pukul 17.00 WIB di SCTV, Simak Sinopsisnya
Kenakan Tampil Anggun dengan Hijab di 'SANTRI PILIHAN BUNDA', Naura Ayu Banjir Pujian
Potret Cantik Benneisha Edelyn Laos Anak Sherly Tjoanda, Cagub Maluku Utara
Survei Indikator Pilgub Jabar: Dedi-Erwan 71,5%, Syaikhu-Ilham 16,4%, Adang-Gita 4,4%, Jeje-Ronal 4%
Resep Mie Goreng Jawa, Cita Rasa Autentik Masakan Tradisional
Teks Khutbah Jumat Hari Guru 2024: Nasihat Imam Syafi untuk Menjadi Guru Teladan
Jennie dan Lisa Blackpink Dipastikan Manggung di Coachella 2025, Enhypen dan XG Juga Bakal Tampil
6 Tips Jalani Frugal Living agar Bisa Atur Anggaran hingga Prioritas
Cara Mengatasi Anak 1 Tahun Susah Makan, Penyebab dan Solusi Sederhana untuk Orang Tua
Hasil China Masters 2024: Sabar/Reza Singkirkan Unggulan Pertama
15 Tips Agar HP Tidak Cepat Panas yang Wajib Diketahui