Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan untuk menuntaskan kasus penagihan utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 111 triliun di 2023. Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah akan tegas terhadap 48 obligor dan debitur yang terlibat di dalamnya, termasuk Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
"Kita akan tegas soal ini (BLBI) karena kita diberi waktu oleh negara oleh Presiden, tidak lama. Diberi waktu sampai Desember 2023," ujar Mahfud dalam pernyataannya, dikutip Jumat (27/8/2021).
Baca Juga
Jokowi sebelumnya telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 6 Tahun 2021 terkait Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI.
Advertisement
Pada Pasal 12 aturan tersebut, Satgas BLBI diberi waktu hingga penghujung 2023 untuk mengusut tuntas hak tagih negara kepada Tommy Soeharto cs atas utang ratusan triliun rupiah tersebut.
"Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bertugas sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2023," bunyi Pasal 12.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun menyampaikan, Satgas BLBI dan pemerintah bersungguh-sungguh untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Pemerintah berupaya keras menyelesaikan hak tagih negara atas dana BLBI yang dapat digunakan untuk kebutuhan rakyat," tulis Yustinus melalui akun Twitter @prastow.
Pemerintah melalui Satgas BLBI pun sudah berupaya kembali memanggil Tommy Soeharto pada Kamis (26/8/2021) kemarin, namun yang bersangkutan kembali mangkir untuk ketiga kalinya dan hanya mengirimkan oleh perwakilan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menggantung 1 Dekade
Adapun penyelesaian kasus BLBI ini sudah menggantung lebih dari satu dekade. Penumpukan utang ini bermula ketika pemerintah memberikan dana talangan saat krisis keuangan melanda Indonesia pada kurun waktu 1997-1998.
Ada 48 bank komersil bermasalah akibat krisis moneter pada saat itu yang diberikan bantuan, diantaranya Bank Central Asia (BCA) milik Anthoni Salim, Bank Umum Nasional milik Mohamad Bob Hasan, Bank Nusa Nasional milik Nirwan Bakrie, hingga Bank Surya milik Sudwikatmono.
Total dana talangan BLBI yang dikeluarkan sebesar Rp 144,5 triliun. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 95 persen dana tersebut ternyata diselewengkan, dan dinilai sebagai korupsi paling besar sepanjang sejarah Indonesia.
Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan, telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.
Advertisement