Harta Karun, Ada 28 Lokasi Logam Tanah Jarang di Indonesia

Soal logam tanah jarang, negara di dunia yang telah mampu mengeksplorasi secara masif adalah China dengan kemampuan produksi sebesar 84 persen dari kapasitas di dunia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 10 Sep 2021, 20:40 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2021, 20:40 WIB
Lokasi hutan dan aktifitas pertambangan nikel oleh PT Tiran Mineral di Konawe Utara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Lokasi hutan dan aktifitas pertambangan nikel oleh PT Tiran Mineral di Konawe Utara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Jakarta - Energi dari logam tanah jarang kini tengah hangat dibicarakan di berbagai negara di dunia. Ternyata, telah ditemukan setidaknya 28 titik logam tanah jarang di indonesia.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (Kementerian ESDM), Ridwan Jamaludin mengatakan, data tersebut mengacu pada survei yang telah dilakukan oleh ahli geologi.

Ia memandang, dengan ditemukannya 28 titik logam tanah jarang tersebut, itu membawa potensi untuk eksplorasi energi tersebut di tanah air. Sehingga, kedepannya diharapkan akan membawa manfaat dalam penggunaannya.

“Kita menyadari dari dasar survei yang dilakukan geologi, setidaknya ada 28 lokasi mineral tanah jarang yang potensi eksplorasinya,” katanya dalam Webinar Mineral for Energy, Jumat (10/9/2021) malam.

Ia mengatakan, selain energi nuklir, logam tanah jarang juga bisa dimanfaatkan untuk energi di bidang pertahanan, komunikasi, baterai, penerbangan, dan elektronik.

Ia mengisahkan, terkait logam tanah jarang ini, negara di dunia yang telah mampu mengeksplorasi secara masif adalah China dengan kemampuan produksi sebesar 84 persen dari kapasitas di dunia. Negara tirai bambu tersebut mampu memanfaatkan energi logam tanah jarang baik di negaranya maupun dari negara lain.

“Saat ini dunia sedang gencar bicara tentang logam tanah jarang dimana kita tau tiongkok sebagai negara besar sudah sangat aktif melakukan kegiatan ini bersumber dari negara sendiri maupun negara lain,” tutur Ridwan.

Perolehan tersebut disusul Australia dengan 11 persen produksi, Rusia sebesar 2 persen produksi dan negara lainnya termasuk India yang menempati presentasi kecil produksinya.

“Kemudian, Indonesia masuk ke persentase kecil ini. Meski sedikit yang kita punya, tapi kita punya bahan baku cukup untuk kelola sumberdaya energi masa depan,” tuturnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Belum ada Regulasi Spesifik

Kendati memiliki potensi yang besar dalam hal eksplorasi dan ikut berkontribusi dalam industri energi di dunia, hingga saat ini, Ridwan mengatakan belum ada regulasi spesifik yang mengatur terkait eksplorasi di tanah air.

“Masih banyak pertanyaan dari publik apakah sudah ada regulasi khusus, spesifik belum ada regulasi yang mengatur logam tanah jarang,” katanya.

Meski belum ada aturan jelas yang mengatur eksplorasinya tersebut, ia mengatakan bahwa pemerintah telah membentuk tim pengembangan berbasis logam tanah jarang. Ia juga mengajak berbagai pihak untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan regulasinya.

“Malam ini akan kita dengarkan salah satu jenis mineral yang jadi perhatian pemerintah, misalnya energi timah yang tumbuh subur, namun tanah jarang ini juga udah jadi perhatian publik,” katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya