Upah Minimum Naik 1,09 Persen, KSPI: Buruh Nombok

Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan, rata rata kenaikan upah buruh sebesar 1,09 persen di 2022

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Nov 2021, 17:30 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2021, 17:30 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan, rata rata kenaikan upah buruh sebesar 1,09 persen di 2022. Besaran ini mendapat reaksi keras dari buruh, karena dinilai lebih kecil dibandingkan inflasi.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mencontohkan, Jawa Barat memiliki inflasi sebesar 1,79 persen. Lebih besar dibandingkan rata rata UMP di mana mengakibatkan buruh nombok.

"Masa naik upah 1,09 inflasi 1,79 persen, upahnya di bawah di inflasi? Sudah pasti nombok, karena lebih besar inflasi, belum lagi harga yang naik," ujar Said dalam konferensi pers online, Jakarta, Senin (22/11/2021).

Said mengatakan, kenaikan upah sedikit memberi kesan pemerintah tidak peduli nasib buruh. Dia menegaskan, jika tujuan menaikkan upah adalah memiskinkan buruh lebih baik tidak dilakukan.

"Tidak mau naik, mending tidak naik saja. Buruh nombok karena upah naik dibawah inflasi. Kalau ingin memiskinkan buruh tidak usah ada kenaikan," katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tak Adil

20160601-Buruh Geruduk Balai Kota DKI Tuntut Kenaikan UMP Rp 650 Ribu-Jakarta
Aksi massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (1/6). Mereka menuntut kenaikan upah minimum DKI sebesar Rp 650 ribu. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Dia juga mengkritik, perhitungan kenaikan upah menggunakan rumus batas atas dan batas bawah. Perhitungan ini dinilai tidak adil apalagi baru diterapkan di masa pemerintahan Jokowi-Maruf.

"Undang-undang jelas memberi acuan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sepanjang republik ini berdiri dari Bung Karno, Pak Soeharto sampai Pak Jokowi baru kali ini pakai batas atas dan batas bawah. Ini siapa yang bikin? Siapa yang memerintah," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya