Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertengahan tahun ini ada beberapa kondisi yang harus diwaspadai bisa menjadi pemicu krisis. Beberapa di antaranya adalah perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat.
Menanggapi, Ekonom Indef, Nailul Huda, mengatakan, efek dari kenaikan suku bunga acuan the Fed AS, yang paling terasa nantinya di pasar keuangan, seperti saham-saham berpotensi anjlok, kemudian berdampak ke nilai tukar.
Tak hanya itu saja, dampak lainnya yaitu uang investor akan balik lagi ke AS dan pasar Indonesia menjadi kurang menarik.
Advertisement
“Pun dengan suku bunga utang kita jadi tidak menarik bagi investor. Menurut saya harus diwaspadai efek dari kenaikan suku bunga acuan the Fed AS,” kata Nailul kepada Liputan6.com, Rabu (8/6/2022).
Dia pun menyarankan, agar Pemerintah melalui Bank Indonesia mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga acuan BI. “Dimana inflasi juga sebenarnya sudah meningkat dan ada celah kesempatan menaikkan suku bunga acuan,” kata Nailul.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Suku Bunga AS
Sebelumnya, Menkeu mengatakan, dampak kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat membawa potensi krisis keuangan di berbagai belahan dunia. Dia menegaskan, potensi ini bahkan sudah terjadi pada masa lampau.
"Setiap kenaikan suku bunga naik di Amerika Serikat pasti terjadi krisis di berbagai dunia," ujar Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Sri Mulyani mencontohkan, saat Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuan sampai dengan 20 persen pada 1980, maka Brasil, Argentina dan Meksiko mengalami krisis keuangan.
"Ketika interest rate naik, emerging seperti Brasil, Meksiko dan Argentina krisis keuangan," jelasnya.
Hal yang sama juga terjadi lagi ketika tahun 1990 di mana suku bunga naik menjadi 9,75 persen. Selanjutnya, pada 2007 suku bunga acuan negara Paman Sam juga naik sampai 5,25 persen bersamaan dengan krisis keuangan global.
Menkeu menegakkan, sekarang Indonesia harus hati-hati dengan tren suku bunga naik, potensi krisis keuangan di berbagai dunia mungkin akan terjadi.
"Situasi itu tidak berdiri sendiri dan akibat policy di dalam negeri, ketahanan dan global yang makin menekan," pungkas Menkeu.
Advertisement
Sri Mulyani: Suku Bunga AS Naik, Siap-Siap Krisis Keuangan
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dampak kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat membawa potensi krisis keuangan di berbagai belahan dunia. Dia menegaskan, potensi ini bahkan sudah terjadi pada masa lampau.
"Setiap kenaikan suku bunga naik di Amerika Serikat pasti terjadi krisis di berbagai dunia," ujar Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Sri Mulyani mencontohkan, saat Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuan sampai dengan 20 persen pada 1980, maka Brasil, Argentina dan Meksiko mengalami krisis keuangan. "Ketika interest rate naik, emerging seperti Brasil, Meksiko dan Argentina krisis keuangan," jelasnya.
Kemudian, hal yang sama juga terjadi lagi ketika tahun 1990 di mana suku bunga naik menjadi 9,75 persen. Selanjutnya, pada 2007 suku bunga acuan negara Paman Sam juga naik sampai 5,25 persen bersamaan dengan krisis keuangan global.
"Sekarang kita harus hati-hati dengan tren suku bunga naik, potensi krisis keuangan di berbagai dunia mungkin akan terjadi," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pertengahan tahun ini ada beberapa kondisi yang harus diwaspadai bisa menjadi pemicu krisis. Beberapa di antaranya adalah perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat, pandemi Covid-19 serta perang Rusia-Ukraina.
"Situasi itu tidak berdiri sendiri dan akibat policy di dalam negeri, ketahanan dan global yang makin menekan," tandasnya.
Inflasi Turki Tembus 74 Persen, Sri Mulyani Was-Was
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan harga sejumlah bahan pangan dan energi menimbulkan inflasi tinggi di sejumlah negara. Dia pun mengakui, di Indonesia tidak semua harga bisa ditahan agar tidak berdampak kepada masyarakat.
"Indonesia harus melihat guncangan ini di dalam konteks apa yang harus kita amankan. Yang perlu kita amankan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Kita ingin tidak hanya ekonomi pulih, tetapi masyarakat kondisinya membaik," ujar Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Sri Mulyani menjelaskan, menjaga daya beli masyarakat berpotensi menimbulkan implikasi kebijakan. Sebab, jika pemerintah berupaya keras menahan kenaikan harga maka dampaknya pada pembengkakan subsidi.
"Oleh karena itu, melindungi daya beli memang masyarakat memang menimbulkan implikasi kebijakan bahwa harga sedapat mungkin harga kita tahan, tapi tidak semuanya bisa kita tahan. Ini berarti subsidi akan melonjak akan tinggi," jelasnya.
Advertisement