Lagi, Inggris Diramal Terlanda Resesi Ekonomi Terburuk di 2023

Goldman Sachs memprediksi Inggris akan memasuki resesi yang lebih dalam pada 2023 mendatang.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Okt 2022, 17:15 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 17:15 WIB
Penggemar Kerajaan Memberi Dorongan pada Pariwisata Inggris yang Dilanda Inflasi
Orang-orang antre dekat Tower Bridge untuk memberi penghormatan kepada mendiang Ratu Elizabeth II yang terbaring di Westminster Hall, London pada 16 September 2022. Pengunjung yang berkerumun ke pusat kota London untuk momen bersejarah memberikan dorongan bagi bisnis pada saat ekonomi Inggris menghadapi krisis biaya hidup yang dipicu inflasi tertinggi dalam empat dekade dan prediksi dari resesi yang mengancam. (AP Photo/Christophe Ena)

Liputan6.com, Jakarta - Analisis revisi dari Goldman Sachs memprediksi Inggris akan memasuki resesi yang lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya pada tahun 2023 mendatang

Goldman Sachs menaikkan prospek terkait penurunan ekonomi Inggris, dalam analisis yang dirilis pada Minggu, 16 Oktober 2022.

Dilansir dari The Guardian, Kamis (20/10/2022) Goldman Sachs memperkirakan ekonomi Inggris akan menyusut 1 persen tahun depan, turun dari perkiraan sebelumnya untuk kontraksi 0,4 persen.

Bank investasi asal AS itu menyebut, salah satu faktor dari penurunan ini yaitu kenaikan pajak perusahaan menjadi 25 persen pada bulan April 2023, setelah PM Inggris Liz Truss mengaktifkan salah satu komitmen kampanye kepemimpinan Konservatif utamanya.

"Terkumpul dalam momentum pertumbuhan yang lebih lemah, kondisi keuangan yang secara signifikan lebih ketat, dan pajak perusahaan yang tinggi mulai April mendatang, kami menurunkan prospek pertumbuhan Inggris dan sekarang memperkirakan datangnya resesi yang lebih signifikan," tulis laporan terbaru Goldman Sachs.

Selain itu, analis Goldman Sachs juga memperkirakan suku bunga Inggris akan memuncak di angka 4,75 persen, sedikit lebih rendah dari 5 persen yang diperhitungkan sebelumnya.

Adapun sebuah survei lainnya yang dilakukan oleh perusahaan akuntan Deloitte, menemukan bahwa perusahaan Inggris sudah bersiap kenaikan suku bunga akan menyulitkan mereka untuk mengimbangi penurunan dan resesi selama tahun depan.

Jajak pendapat oleh Deloitte juga menemukan bahwa mayoritas direktur keuangan di Inggris sudah memperkirakan pendapatan perusahaan mereka akan turun selama 12 bulan ke depan, dan rencana untuk memotong biaya serta mengendalikan arus kas keluar telah menjadi dua prioritas utama.


IMF: 31 Negara Masuk Jurang Resesi Tahun Depan

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Dana Moneter Internasional (IMF) mengeluarkan laporan prospek ekonomi dunia atau World Economic Outlook (WEO) Oktober 2022. Dalam laporan ini tertulis bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun depan diprediksi terpangkas 0,2 persen dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen. Selain itu, laporan ini juga menulis bahwa 31 negara dunia bakal jatuh ke lubang resesi.

"Sekitar 43 persen, atau 31 dari 72 negara pertumbuhan ekonominya akan terkontraksi selama dua kuartal beruntun (resesi), atau lebih dari 1/3 kekuatan ekonomi dunia," tulis IMF dalam World Economic Outlook Oktober 2022, dikutip Rabu (12/10/2022).

Pertumbuhan ekonomi global terus menunjukan tren penurunan sejak 2021 di angka 5,2 persen ke 2,4 persen di 2022 dan hingga 2023 mendatang  di level 1,1 persen. Ini disebabkan pelemahan ekonomi Amerika Serikat dan negara Uni Eropa yang terjebak dalam konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

Berikut catatan kaki IMF terkait pelemahan ekonomi 2023 di sejumlah negara besar dunia:

Amerika Serikat

Pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam bakal terperosok dari 1,6 persen di 2022 menjadi 1,0 persen di 2023. Pada kuartal IV 2022, IMF pun memperkirakan ekonomi AS sama sekali tidak akan tumbuh.

Penyebabnya, penurunan pendapatan riil yang bisa dibelanjakan terus mengganggu permintaan konsumen. Lonjakan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral The Fed pun berpengaruh terhadap pengeluaran negara, khususnya untuk investasi di sektor perumahan.


Uni Eropa

Kasus Covid-19 di Jerman
Orang-orang terlihat di luar Stasiun Kereta Pusat Berlin di Berlin, ibu kota Jerman, pada 6 Agustus 2020. Kasus COVID-19 di Jerman bertambah 1.045 dalam sehari sehingga total menjadi 213.067, seperti disampaikan Robert Koch Institute (RKI) pada Kamis (6/8). (Xinhua/Shan Yuqi)

Ekonomi kelompok negara benua biru diproyeksikan merosot tajam dari 3,1 persen di 2022 menjadi 0,5 persen di 2023. Beberapa negara seperti Jerman dan Italia bahkan diramal bakal terkontraksi, masing-masing menjadi minus 0,3 persen dan minus 0,2 persen.

Inggris/Britania Raya

Inggris bakal mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi, dari 3,6 persen di 2022 menjadi 0,3 persen di 2023. Inflasi tinggi yang dialami negara milik Raja Charles III ini akan mengurangi daya beli. Sementara pengetatan kebijakan moneter berdampak pada konsumsi dan investasi.

Infografis Peringatan IMF dan Antisipasi Indonesia Hadapi Resesi Global. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Peringatan IMF dan Antisipasi Indonesia Hadapi Resesi Global. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya