Liputan6.com, Jakarta - Harga emas berhasil melampaui USD 3.200 pada Jumat, 11 April 2025. Kenaikan harga emas terjadi seiring dengan melemahnya nilai dolar Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya kekhawatiran terhadap resesi akibat perang dagang antara AS dan China, yang mendorong banyak investor untuk berinvestasi dalam emas.
Menurut laporanCNBC pada Sabtu (12/4/2025), harga emas spot mengalami kenaikan hampir 2% menjadi USD 3.232,89 per ounce, setelah mencapai puncak tertinggi USD 3.245,28 di awal sesi perdagangan. Selain itu, harga emas batangan juga menunjukkan peningkatan lebih dari 6% dalam minggu ini. Di sisi lain, harga emas berjangka AS naik sebesar 2,1% menjadi USD 3.244,6.
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, harga perak spot mengalami kenaikan sebesar 2,7% menjadi USD 32,05 per ounce, sedangkan platinum meningkat 0,2% menjadi USD 939,80. Paladium juga menunjukkan peningkatan, bertambah 0,6 persen menjadi USD 913,65.
Advertisement
"Emas jelas terlihat sebagai aset safe haven yang disukai di dunia yang kacau akibat perang dagang Trump. Dolar AS telah terdepresiasi dan obligasi pemerintah AS mengalami aksi jual besar-besaran, karena kepercayaan terhadap AS sebagai mitra dagang yang dapat diandalkan telah berkurang," ungkap Analis WisdomTree, Nitesh Shah.
Di sisi lain, China menaikkan tarif impor terhadap produk AS menjadi 125% pada Jumat pekan ini, yang semakin memperburuk ketegangan antara dua ekonomi terbesar di dunia.
Kelemahan dolar AS terhadap mata uang lain membuat emas batangan yang dinyatakan dalam dolar AS menjadi lebih terjangkau bagi pembeli internasional.
Selain itu, beberapa faktor lain turut mendukung lonjakan harga emas di tahun 2025. Faktor-faktor tersebut mencakup aksi beli oleh bank sentral, harapan akan penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (the Fed), ketidakstabilan geopolitik, serta meningkatnya minat investor terhadap ETF.
Dibayangi Sentimen The Fed
Faktor lain yang memengaruhi fluktuasi harga emas adalah data ekonomi makro dari Amerika Serikat. Pada Maret, harga produsen bulanan AS mengalami penurunan tak terduga sebesar 0,4 persen, tetapi tarif impor yang berlaku diperkirakan akan mengakibatkan inflasi meningkat dalam beberapa bulan mendatang.
Para pelaku pasar kini memperkirakan Federal Reserve (the Fed) akan melanjutkan pemangkasan suku bunga pada bulan Juni, dengan ekspektasi penurunan sebesar 90 basis poin pada akhir 2025.
"Koreksi kecil untuk emas tidak akan mengejutkan, tetapi jalan ke depan adalah naik, dan consumer price index (CPI) dan producer price index (PPI) memberi the Fed lebih banyak ruang untuk memangkas dan akan terus menekan dolar AS," ungkap seorang trader logam independen, Tai Wong.
Emas, yang tidak memberikan imbal hasil dan berfungsi sebagai lindung nilai tradisional terhadap ketidakpastian global serta inflasi, biasanya akan mengalami peningkatan yang signifikan dalam situasi suku bunga yang rendah.
Namun, menurut analisis dari UBS, terdapat beberapa faktor yang dapat membatasi kenaikan harga emas, antara lain meredanya ketegangan geopolitik, perbaikan hubungan perdagangan yang lebih kolaboratif, atau peningkatan yang signifikan dalam aspek makro dan fiskal di AS.
Advertisement
Waspadai Aksi Ambil Untung
Baru-baru ini, harga emas global berhasil mencapai rekor tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dipicu oleh ketegangan di pasar internasional dan meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Setelah mengalami lonjakan signifikan pada sesi perdagangan di Amerika pada hari Kamis (10/4/2025), harga emas menyentuh angka rekor baru di USD 3.175 per troy ons, dan kemudian kembali mencetak rekor tertinggi baru di sekitar USD 3.210 saat sesi Asia pada Jumat pagi (11/4/2025).
Menurut Andy Nugraha, analis dari Dupoin Indonesia, penguatan harga emas saat ini adalah akibat dari tekanan geopolitik dan reaksi pasar terhadap data inflasi AS yang mengejutkan. "Secara teknikal, pola candlestick dan pergerakan indikator Moving Average menunjukkan tren bullish yang semakin solid. Jika tidak ada gangguan, harga berpotensi menguji level resistance berikutnya di USD 3.225," ungkap Andy dalam pernyataan resminya pada hari Jumat (11/4/2025).
Di sisi lain, Andy juga memperingatkan bahwa potensi koreksi harga harus tetap diperhatikan, terutama jika ada aksi ambil untung di pasar. "Apabila harga gagal mempertahankan momentum bullish dan terjadi pembalikan arah, maka level USD 3.182 bisa menjadi titik support penting dalam jangka pendek," tambahnya. Kondisi makroekonomi saat ini memang sangat mendukung penguatan harga emas, di mana melemahnya Dolar AS menjadi salah satu faktor utama, setelah data inflasi AS menunjukkan penurunan yang lebih besar dari yang diperkirakan.
Ketegangan Perang Dagang Meningkat
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Maret mengalami penurunan menjadi 2,4% secara tahunan (YoY), berkurang dari 2,8% pada bulan sebelumnya dan lebih rendah dari estimasi pasar yang sebesar 2,6%. Penurunan tingkat inflasi ini memberikan kesempatan bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga, meskipun tekanan dari situasi geopolitik tetap menjadi perhatian utama di kalangan pelaku pasar.
Di sisi lain, ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali meningkat secara signifikan. Presiden AS, Donald Trump, secara tiba-tiba memutuskan untuk menaikkan tarif terhadap produk asal China hingga 125%, sebagai respons terhadap kebijakan balasan dari Beijing yang menetapkan tarif sebesar 84%.
Gedung Putih juga telah mengonfirmasi bahwa total tarif yang dikenakan terhadap China kini mencapai 145%. Tindakan ini menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan perlambatan ekonomi global dan semakin mendorong para investor untuk mengalihkan investasi mereka ke emas.
Meskipun harapan akan penurunan suku bunga oleh The Fed mulai berkurang, pasar masih memperkirakan adanya penurunan suku bunga lebih lanjut pada bulan Juni, dengan kemungkinan penurunan mencapai 1% sepanjang tahun ini.
"Sentimen ini menahan laju penguatan Dolar AS dan memperkuat daya tarik emas sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian," ungkap analis pasar. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakpastian ekonomi masih menjadi faktor penting yang mempengaruhi keputusan investasi di pasar saat ini.
Advertisement
