KPK: Koruptor Kena OTT Hanya karena Apes

Koruptor yang tertangkap hanya karena nasib apesnya saja dan praktik korupsi di dunia bukan sesuatu yang luar biasa alias sudah lazim terjadi.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Des 2022, 17:36 WIB
Diterbitkan 13 Des 2022, 16:00 WIB
Ilustrasi Korupsi (Istimewa)
Ilustrasi Korupsi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku para koruptor yang tertangkap hanya karena nasib apesnya saja. Dia menilai praktik korupsi di dunia bukan sesuatu yang luar biasa alias sudah lazim terjadi.

Hanya saja, mereka yang tertangkap tangan  (OTT) KPK atau berperkara di KPK sedang ketiban sial. Sebab, mereka gagal menyembunyikan tindakan dan kekayaannya lebih rapi.

"Saya kok masih merasa, orang yang kemudian tertangkap tangan atau berperkara terhadap perkara korupsi itu apes. Ya, itu bukan kejadian yang luar biasa," kata Alex dalam Puncak Peringatan Hakordia Kementerian Keuangan di Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).

Alex melihat risiko koruptor ketahuan sangat rendah. Inilah yang menyebabkan para penyelenggara negara atau pejabat masih merasa nyaman untuk melakukan tindakan-tindakan korupsi.

Di Kementerian Keuangan, Alex menyebut banyak sarjana akuntan dan sarjana ekonomi. Dalam ekonomi ada istilah yang dikenal high risk high income, artinya semakin resikonya tinggi penghasilannya tinggi.

Dalam hal korupsi yang terjadi justru sebaliknya. Risiko korupsi rendah tapi menghasilkan penghasilan yang tinggi dalam waktu yang cepat dan singkat.

"Resiko orang ketahuan korupsi sangat rendah. Kalau enggak ada yang lapor, enggak ada yang kemudian kita bisa mengungkap," katanya.

 

Hasil Audit BPK Belum Bisa Ungkap Perkara Korupsi

Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi Korupsi

Selain itu, hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada kementerian lembaga (K/L) pusat maupun daerah belum banyak mengungkap aksi kejahatan korupsi. Sehingga KPK sulit menindak para koruptor yang merugikan negara ini.

"Lewat audit-audit yang rutin dilakukan BPK ke pemerintah daerah instansi pusat dan lain sebagainya," kata dia.

Hasil temuan BPK belum banyak mengungkap perkara korupsi yang bisa ditindak KPK. Sebaliknya, temuan-temuan BPK hanya bersifat administratif saja.

"Penyimpangan-penyimpangan itu hanya dikategorikan sebagai pelanggaran administratif," kata dia.

Begitu juga kegiatan pengawasan setiap inspektur di kementerian/lembaga yang tidak banyak mengungkap perkara korupsi dan penyimpangan.

"Dari kegiatan pengawasan di inspektorat setiap K/L itu tidak banyak mengungkap perkara korupsi atau penyimpangan," ujarnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber:  Merdeka.com

KPK: Pejabat Negara Korupsi untuk Persiapan Pensiun

Ilustrasi Tindak Pidana Korupsi (Istimewa)
Ilustrasi Tindak Pidana Korupsi (Istimewa)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan banyak koruptor yang mengaku memperkaya diri sendiri demi bisa sejahtera pasca pensiun.

Mereka mengumpulkan uang sejak dini sebagai dana pensiunnya karena uang pensiun yang didapat dari negara dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya nanti.

"Korupsi ini katanya buat persiapan pensiun," kata Alexander dalam Puncak Peringatan Hakordia Kementerian Keuangan di Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).

Mendapati fakta tersebut, Alex mengaku tak habis pikir. Sebagai pejabat negara mereka telah digaji dengan angka yang besar. Mereka juga mendapatkan rumah dinas, sebagian biaya hidupnya juga ditanggung negara.

Artinya, kata Alex dari gaji yang didapat seharusnya sudah bisa ditabung untuk masa pensiun nanti. Namun, dalam pikiran mereka, dana pensiun yang didapat dari negara nanti tidak cukup untuk biaya hidup selama sebulan.

"Mereka itu hanya pikir pensiun ini dapatnya Rp 6 juta per bulan, padahal pengeluaran mereka lebih dari itu," kata dia.

Pada akhirnya, hal ini kata Alex menjadi pembenaran pejabat negara melakukan tindak pidana korupsi, kolusi maupun nepotisme (KKN).

"Ini jadi pembenaran mereka buat melakukan itu," kata dia.

Disisi lain, dia menyadari dana pensiun yang diberikan pemerintah memang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alex bercerita dirinya yang mengajukan pensiun dini sejak tahun 2020 lalu.

Selama 2 tahun ini setiap bulan dia menerima dana pensiun sekitar Rp 3,4 juta. Uang pensiun tersebut diterimanya setelah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama 28 tahun di golongan IVA.

Keuangan Keluarga

Faktor Penyebab Korupsi yang Paling Umum
Ilustrasi Faktor Hukum Credit: pexels.com/Karolina

Memang saat ini Alex tengah menjadi Wakil Ketua KPK dan masih bisa mendapatkan gaji tiap bulan. Namun kata Alex, setelah masa jabatannya habis, di tidak mendapatkan pensiun sebagai mantan pejabat KPK.

Alex pun mengaku tidak masalah karena sang istri juga bekerja dan memiliki penghasilan. Sehingga ini bisa membantu keuangan keluarga nantinya jika suatu hari nanti dia sudah pensiun. Baginya, memiliki istri juga sebuah investasi. Dia merasa hidup itu harus realistis dan tidak dibutakan dengan cinta.

"Saya sudah berhitung, PNS BPKP penghasilan Rp 10 juta per bulan, tinggal di Jakarta. Ini harus realistis, cinta itu enggak buta," kata dia.

Bagi Alex, untuk bisa hidup jauh dari perilaku koruptif harus bisa menentukan standar hidup dengan pendapatan. Sehingga bisa terbebas dari jebakan perilaku koruptif yang bisa menyengsarakan nantinya.

"Kalau mau hindari perilaku koruptif ya pikirkan standar hidup yang kalian mau dan harus realistis," pungkasnya.

Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya