Anak Buah Menteri Hadi Hajar Mafia Tanah di Batam, Pidanakan Perusahaan yang Jual Hutan Lindung

Mafia tanah yang dipidanakan oleh Kementerian ATR/BPN diduga memperjualbelikan kavling kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, Batam, Kepulauan Riau.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mei 2023, 13:20 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2023, 13:20 WIB
Monumen Welcome to Batam
Kementerian ATR/BPN uang dipimpin oleh Menteri Hadi Tjahjanto mempidanakan mafia tanah di Batam Kepulauan Riau. (Liputan6.com/ Ajang Nurdin)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kembali membuktikan komitmen untuk menghilangkan mafia tanah di Indonesia. Terbaru, Kementerian ATR/BPN uang dipimpin oleh Menteri Hadi Tjahjanto mempidanakan mafia tanah di Batam Kepulauan Riau.

Direktorat Jendral Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) dan Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN berhasil mempidanakan PT Mega Karya Nanjaya.

Perusahaan ini diduga memperjualbelikan kavling kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, Batam, Kepulauan Riau.

Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang Ditjen PPTR Ariodillah Virgantara mengatakan, penyidikan kasus perubahan fungsi lahan di kawasan hutan lindung yang diperjualbelikan didasarkan pada hasil audit tata ruang kawasan Strategis Nasional Batam, Bintan dan Karimun oleh Kementerian ATR/BPN pada 2019.

"Ditemukan ketidaksesuaian rencana tata ruang dengan implementasi di lapangan. Ternyata hasil audit yang seharusnya hutan sudah tidak menjadi hutan lagi," ujar Ariodillah dikutip dari Antara, Senin (22/5/2023). 

Ariodillah menjelaskan, pihaknya telah melakukan penelusuran melalui citra satelit pada 2020, 2021 dan 2022 terdapat gerakan, di mana tutupan yang masih ada pada 2017 mulai dibongkar. Selanjutnya lahan tersebut dijadikan kavling-kavling yang dijual dengan harga murah.

Lebih lanjut, Ditjen PPTR telah dua kali memasang plang peringatan yang melarang pembangunan di daerah hutan lindung pada 2020 dan 2022 namun dibongkar oleh oknum tidak dikenal. Aktivitas pembangunan tetap berjalan dengan sejumlah rumah telah berdiri.

Menurut Ariodillah, dengan sejumlah bukti yang ada, Budi Sudarmawan selaku Direktur Utama PT Megah Karya Nanjaya dinyatakan melakukan tindakan ilegal dan melanggar Undang-Undang Nomor 26 Pasal 69 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

 

Mafia Tanah Tak Hanya Rugikan Negara Tetapi Juga Warga

Kemudian, Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang menindaklanjuti ke Pemerintah Kota Batam, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau hingga Kepolisian Daerah untuk melakukan penindakan terhadap tersangka.

"Dalam proses yang berjalan hampir satu tahun, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang telah menemukan tersangka dan berkas perkaranya telah lengkap atau P21. Berkas telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Batam dan akan disidang dua minggu lagi," kata Ariodillah.

Ariodillah mengatakan, kasus hutan lindung yang diperjualbelikan ini tidak hanya merugikan negara, namun juga warga. Apalagi kasus ini telah masuk ke tahap transaksi jual beli oleh tersangka secara sepihak, di mana tersangka membuat masterplan palsu tanpa persetujuan Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Namun sesuai dengan peraturan yang berlaku, bangunan yang telah berdiri tetap harus dibongkar dan dipulihkan menjadi hutan kembali.

 

Memeriksa Sertipikat Perumahan

Kementerian ATR/BPN pun mencari solusi agar nasib masyarakat yang telah membeli kavling tersebut dapat tertangani dengan baik. Rencananya, Kementerian ATR/BPN berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) untuk menampung pembeli yang dirugikan.

Ariodillah mengingatkan agar masyarakat memeriksa sertipikat perumahan yang akan dibeli. Saat ini, kasus tersebut telah diproses ke ranah hukum pidana dan menjadi momentum bagi Kementerian ATR/BPN untuk membuat efek jera bagi mafia lahan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya