Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Yulia Jaya Nirmawati, menegaskan menyampaikan bahwa salah satu kunci untuk mewujudkan reforma agraria yang sukses adalah dengan menghilangkan ego sektoral antarinstansi. Sebab hal itu sering menghambat proses tersebut.
Yulia mengatakan, reformasi agraria di Indonesia membutuhkan sinergi dan kolaborasi yang solid antara berbagai kementerian, lembaga, dan pemangku kepentingan lainnya.
Baca Juga
Kolaborasi lintas sektor, baik antar pemerintah pusat dan daerah, serta dengan Civil Society Organization (CSO), menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa kepentingan masyarakat luas bisa tercapai dalam pelaksanaan reforma agraria.
Advertisement
"Buang egosektoral. Jadi kunci dalam mewujudkan perorma reformasi agraria yang berkeadilan dan menyelesaikan persoalan pengelolaan lahan adalah dengan menghancurkan lengkuk Egosektoral antarintansi," kata Yulia dalam konferensi pers Asia Land Forum 2025, di Jakarta Barat, Rabu (19/2/2025).
Harmonisasi Kebijakan
Lebih lanjut, Yulia menekankan pentingnya harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam menjamin kepastian hukum, yang menjadi landasan untuk mempercepat reforma agraria.
Keberhasilan reforma agraria di masa depan sangat bergantung pada koordinasi yang baik antara berbagai sektor, baik secara vertikal maupun horizontal, mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, CSO, akademisi, kelompok masyarakat, dan bahkan aparat penegak hukum (APH).
"Keberhasilan ke depan reforma agraria tidak kelapas dari Harmonisasi kebijakan Peraturan dan perundang-undangan dalam menjamin kepastian hukum dalam percepatan Reforma agraria Yang kepentingannya memang lintas sektor, baik vertikal maupun horizontal," ujarnya.
Keterlibatan Semua Pihak
Yulia menegaskan, keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat di garis depan, menjadi aspek penting agar manfaat reforma agraria dapat dirasakan secara langsung.
Hal ini menjadi langkah awal untuk menjamin hak atas tanah bagi masyarakat yang membutuhkan, serta menciptakan masa depan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
"Nah, keterlibatan dan kolaborasi semua pihak akan memastikan bahwa manfaat reforma agraria dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat terutama mereka yang berada di garis depan," jelasnya.
Tantangan Reforma Agraria
Adapun Yulia menyampaikan, tantangan terbesar dalam reforma agraria adalah isu kepemilikan lahan yang masih terbatas. Kepemilikan tanah yang kecil menghalangi pencapaian skala ekonomi yang optimal, sehingga kesejahteraan petani belum sepenuhnya tercapai.
Meski demikian, sektor pertanian masih menjadi pilar utama dalam menyerap tenaga kerja dan memberikan pendapatan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan.
Sebagai negara agraris, Indonesia harus terus memperhatikan kesejahteraan sektor pertanian. Dalam kerangka reforma agraria, bukan hanya aspek distribusi tanah yang perlu diatasi, tetapi juga peningkatan akses terhadap sumber daya dan infrastruktur yang mendukung sektor pertanian.
Dengan demikian, keberlanjutan sektor pertanian akan semakin terjamin, dan masyarakat bisa menikmati hasil dari reforma agraria yang benar-benar berkeadilan.
"Terkait itu isu bidang pertanahan di Indonesia yang patut menjadi perhatian kita semua, yaitu kepemilikan lahan yang kecil membuat skala ekonomi minimum tidak tercapai dan perlu peningkatan Kesejahteraan pertanian," jelasnya.
Alhasil dengan dukungan sinergi antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat, reforma agraria dapat memberikan manfaat yang luas, terutama bagi mereka yang berada di garis depan perjuangan untuk mendapatkan hak atas tanah dan kehidupan yang lebih baik.
Advertisement
Reformasi Agraria Salah Satu Solusi Tangani Kemiskinan Ekstrem di RI
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, mengatakan pentingnya reformasi agraria sebagai salah satu solusi untuk menangani kemiskinan ekstrem dan kesenjangan sosial yang ada di Indonesia.
Menurutnya, meskipun ada kemajuan yang telah dicapai, masalah-masalah terkait ego sektoral masih menjadi hambatan bagi penyelesaian reforma agraria yang tuntas.
"Bahwa masih ada problem, salah satu kenapa tidak bisa tuntas adalah Reforma Agraria. Ini adalah karena adanya ego-ego sektoral," ujar Budiman.
Budiman menilai, permasalahan tersebut harus segera diselesaikan jika Indonesia ingin mengurangi kemiskinan ekstrem di desa-desa, khususnya di kalangan petani.
Dalam hal ini, Budiman menekankan arahan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan suatu solusi berbasis kerjasama antara petani dan perusahaan swasta melalui sistem inti-plasma.
Melalui sistem ini, perusahaan swasta akan berperan sebagai inti dengan porsi yang lebih kecil, sementara sebagian besar keuntungan akan diberikan kepada petani miskin, terutama mereka yang tergolong dalam kelompok petani ekstrem.
Petani-petani ini akan dikelompokkan dalam bentuk koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang berfungsi untuk mengelola pertanian secara kolektif dan efisien.
"Presiden sudah memberikan arahan di rapat kabinet, bahwa petani-petani, terutama yang dari kalangan miskin ekstrim, terutama yang di desa-desa, banyak juga yang masih cukup kuat bisa mengelola pertanahan, pertanian, tapi nanti dalam bentuk koperasi, dalam bentuk bumdes, koperasi bersama, bukan satu-satu," pungkasnya.
