Erick Thohir Banjir Dukungan Kuasai Saham Vale

Desakan Menteri BUMN Erick Thohir terhadap divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk mendapat dukungan penuh dari sejumlah pihak.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 20 Jul 2023, 20:00 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2023, 20:00 WIB
PT Vale Indonesia
Desakan Menteri BUMN Erick Thohir terhadap divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk mendapat dukungan penuh dari sejumlah pihak. (Dok. PT Vale Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta Desakan Menteri BUMN Erick Thohir terhadap divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk mendapat dukungan penuh dari sejumlah pihak. Pasalnya, Vale dinilai baru memperbesar investasi di Tanah Air pasca nikel menjadi primadona dalam beberapa tahun terakhir.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bakhtiar mengamini pernyataan tersebut. Menurutnya, perusahaan terlambat dalam meningkatkan investasi nikel meski telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia.

"Vale termasuk yang sudah lama beroperasi, namun jika dikatakan terlambat dalam memenuhi komitmen dalam kontrak karya, iya," ungkapnya, Kamis (20/7/2023).

Menurut dia, pemerintah perlu tegas dalam menagih komitmen perusahaan pertambangan yang tercantum dalam kontrak karya. Langkah ini diperlukan agar negara dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.

Bisman menganjurkan agar pemerintah segera mengambil alih Vale melalui Holding BUMN Pertambangan, MIND ID. Sebab, eksekutif perlu mengambil langkah strategis bagaimana agar menjadi pengendali emiten berkode INCO tersebut.

"Termasuk bagaimana kesiapan dan kemampuan BUMN untuk mengakuisisi saham Vale atau jika memungkinkan tidak diperpanjang kontrak dengan Vale dan beralih kelola ke BUMN. Jadi lebih baik BUMN fokus dan serius mempersiapkan diri untuk secara penuh mengelola tambang agar kembali ke Ibu Pertiwi," imbuhnya.

Investasi 

Sebelumnya, Erick Thohir sempat mengungkapkan Vale Indonesia tidak mempercepat investasinya meski telah beroperasi selama puluhan tahun. Perusahaan baru memperbesar investasi pada pertambangan nikel dalam beberapa tahun terakhir.

"Vale sudah berkecimpung lama di Indonesia, namun tidak mempercepat investasinya, baru sekarang ketika nikel meledak," katanya beberapa waktu lalu.

Erick menyayangkan langkah Vale Indonesia memperbesar investasi pada hilirisasi nikel baru dijalankan saat komoditas itu naik daun. Padahal, penghiliran diperlukan untuk menambah nilai produk ekspor Tanah Air.

"Masa hilirisasi ini kita terhambat puluhan tahun, kita mengirim barang mentah ke seluruh dunia. Kapan kita menjadi kaya? Nah, jangan sampai kembali ketika momentum ini besar, baru berlomba-lomba, ya tidak ada komitmen. Kita harus memiliki target-target untuk kemajuan bangsa kita," terangnya.

 


Porsi Saham

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) (Foto: tangkapan layar/laman Vale Indonesia)
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) (Foto: tangkapan layar/laman Vale Indonesia)

Dia menyebut BUMN ingin memiliki porsi yang lebih besar di Vale Indonesia, sehingga Indonesia memiliki perusahaan tambang yang setara dengan perusahaan tambang lain.

"Kita ingin jika memungkinkan, BUMN memiliki porsi yang lebih besar di Vale, dan ada relinquish, sehingga juga setara dengan perusahaan-perusahaan pertambangan lain. Namun, ini masih dalam proses negosiasi," sebutnya.

Erick percaya diri BUMN dapat mengambil alih saham Vale seiring dengan kemampuan keuangan badan usaha plat merah yang sangat mendukung.

"BUMN punya duit loh. Jangan dibilang BUMN tidak punya duit sekarang. Kita punya net income aja kurang lebih Rp 250 triliun. Jadi ada uangnya," pungkasnya.


BUMN MIND ID Mau Caplok Saham Vale Indonesia, Punya Duit?

Tambang Nikel PT Vale di Sorowako, Sulawesi Selatan
Tambang Nikel PT Vale di Sorowako, Sulawesi Selatan (dok: Athika Rahma)

Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan kesiapan MIND ID, holding pertambangan BUMN untuk mencaplok saham milik PT Vale Indonesia Tbk. Dia pun tidak mempermasalahkan nilai saham yang akan didivestasikan oleh Vale Indonesia.

"Ya berapapun, BUMN punya duit loh, jangan dibilang BUMN enggak punya duit sekarang. Kita punya net income aja kurang lebih Rp 250 triliun," tegas Erick Thohir di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (17/7/2023).

Lebih lanjut, ia pun menyoroti alotnya diskusi pelepasan saham Vale Indonesia. Dengan punya porsi lebih besar, Erick ingin MIND ID bisa setara dengan perusahaan pertambangan lainnya.

"Kita ingin kalau bisa Vale kita punya porsi lebih besar, supaya setara dengan perusahaan-perusahan pertambangan lain. Tapi ini kan masih negosiasi," ungkapnya.

Erick juga menyinggung soal MIND ID yang ingin menjadi pemegang saham pengendali di Vale Indonesia. Menurut dia, itu bisa bantu Indonesia menguasai pasar ekspor nikel yang jadi primadona dunia.

"Ya, itu semua kan masih diskusi. Tetapi tentu seyogyanya ketika Vale sudah berkecimpung lama di Indonesia, tidak mempercepat investasinya, baru sekarang ketika nikel membludak, baru mendunia," kata Erick.

"Coba dari dulu. Masa hilirisasi ini kita terhambat puluhan tahun, kita mengirim yang namanya bareng mentah ke seluruh dunia. Kapan kayanya kita? Jangan sampai kembali ketika momentum ini besar, baru berlomba-lomba. Kita kan harus punya target-target buat bangsa kita," tutur Erick Thohir.

 


Ambil Alih Vale Indonesia

PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID kembali menegaskan komitmen untuk menjadi pemegang saham pengendali PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Foto: MIND ID
PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID kembali menegaskan komitmen untuk menjadi pemegang saham pengendali PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Foto: MIND ID

Sementara itu, Pengamat Energi dan Pertambangan, Kurtubi menyarankan agar pengelolaan sumber daya mineral seperti yang diterapkan dalam sektor minyak dan gas (migas). Pemerintah harus mengambil alih PT Vale dan membentuk perusahaan negara seperti Pertamina, yang bertugas mengelola migas, dan didukung oleh undang-undang.

Menurut dia, pola seperti itu harus diadopsi. Pemerintah perlu membentuk perusahaan untuk mengelola sektor nikel. Investor yang ingin menanamkan modal dapat bekerja sama dengan perusahaan negara tersebut.

Di sisi lain, dia menilai selama ini kerusakan lingkungan yang sering terjadi di sektor pertambangan disebabkan oleh regulasi yang kurang tepat.

"Kesalahan besar jika pertambangan dibiarkan berlanjut seperti sekarang, di mana aspek lingkungan tidak diperhatikan, masyarakat sekitar menderita, lapangan kerja ditentukan oleh investor, dan ekspor dilakukan tanpa beban pajak. Hal itu tidak boleh terjadi. Kita harus menjadi negara maju," terang dia.

Undang-Undang (UU) tentang mineral dan batubara (minerba) yang berlaku saat ini masih mewarisi sistem konsesi dari masa kolonial. Sistem ini kemudian berubah menjadi izin usaha pertambangan (IUP) atau kontrak karya (KK).

Hal ini menyebabkan pengelolaan sumber daya mineral dan batu bara menjadi tanggung jawab perusahaan swasta atau asing. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, air dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya seharusnya dikelola oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Kurtubi menambahkan, izin-izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yang kemudian menjadi peluang bagi oknum-oknum tertentu untuk memperkaya diri sendiri.

"Akibatnya, satu wilayah pertambangan dapat memiliki hingga 4 izin IUP yang tumpang tindih. Hal ini terjadi dalam 20.000 izin usaha. Faktanya demikian," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya