Pemerintah Masih Godok Aturan Cukai Minuman Berpemanis, Jadi Diterapkan 2024?

Pungutan cukai minuman berpemanis menyangkut ke beberapa pihak Kementerian dan Lembaga, maka dinilai perlu adanya kesamaan aturan di setiap pihak terkait.

oleh Arief Rahman H diperbarui 13 Sep 2023, 16:40 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2023, 16:40 WIB
Minuman Berpemanis Bukan Faktor Penyebab Sakit Ginjal
Pengusulan barang kena cukai termasuk minuman berpemanis memang perlu melalui beberapa skema. Termasuk salah satunya adalah dibahas bersama dengan Komisi XI DPR RI.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan DPR RI masih membahas aturan mengenai pengenaan tarif cukai terhadap minuman berpemanis. Rencananya, pengenaan cukai minuman berpemanis ini bisa diterapkan pada 2024, tahun depan.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, untuk pengusulan barang kena cukai memang perlu melalui beberapa skema. Termasuk salah satunya adalah dibahas bersama dengan Komisi XI DPR RI.

"Tentunya kita harus ingat di UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) itu kalau mau mengusulkan barang yg kena cukai yg baru itu kan harus dikonsultasikan ke komisi XI untuk kemudian dibahas dan disetujui di Banggar (Badan Anggaran)," ungkap dia saat ditemui di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (13/9/2023).

Nirwala mengatakan, segala proses yang dijalani kali ini juga seiring dengan penetapan Undang-Undang APBN 2024. Kemudian, baru dilakukan penyusunan peraturan pemerintah mengenai aturan yang terkait.

Mengingat pungutan cukai minuman berpemanis menyangkut ke beberapa pihak Kementerian dan Lembaga, maka dinilai perlu adanya kesamaan aturan di setiap pihak terkait. Dengan begitu, Nirwala masih optimistis penerapan cukai minuman berpemanis bisa dilaksanakan tahun depan.

"Bisa jadi. Misalnya nanti APBN diterapkan pun kan masih UU ya. Kan berarti masih dibuat PP-nya. Di PP itu supaya kepentingan masing-masing Kementerian itu terpenuhi," ungkapnya.

Menurut dia, upaya pengaturan ini sebagai bentuk dukungan terhadap program yang dijalankan Kementerian Kesehatan. Utamanya untuk mengendalikan konsumsi dari minuman berpemanis.

 

Dukungan Aspek Fiskal

Cukai Minuman Berpemanis Bakal Pangkas Penjualan
Pemerintah tengah mengkaji pengenaan cukai bagi minuman berpemanis dengan kisaran harga Rp 1.000-Rp 3.000.

Lebih lanjut, Nirwala menjelaskan, bentuk dukungan yang bisa diberikan Kementerian Keuangan adalah dari sisi fiskal. Sementara, program utamanya berada di Kemenkes untuk mengendalikan dampak dari konsumsi minuman berpemanis terhadap kesehatan.

"Kalau minuman berpemanis itu Kemenkeu sesuai dengan tusi (tugas dan fungsi) mendukung program Kemenkes. Efek-efek tadi kan misalnya, menyebabkan obesitas, diabetes melitus yang tipe 2 karena pola konsumsi kan," tuturnya.

"Jadi narasinya justru kita Kemenkeu mendukung program Kemenkes. Mendukungnya dalam bentuk apa? Sesuai tusinya Kemenkeu yakni fiskal. Ya dengan cukai," imbuhnya.

 

Tak Cuma Berbasis Pemanis Gula

Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan
Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan. Foto: Ade Nasihudin.

Pada kesempatan ini, Nirwala menerangkan aturan nantinya tak sebatas mengatur minuman pemanis dengan gula. Tapi, minuman berpemanis dari berbagai jenis seperti pemanis buatan.

Artinya, ini akan mengatur lingkup yang lebih luas dari minuman berpemanis. Harapannya bisa juga meraup pungutan cukai yang lebih besar. Kendati begitu, dia menegaskan kalau saat ini prosesnya masih dibahas dengan pihak terkait.

"Iya lebih besar (lingkup pungutannya). Jadi apapun itu sedang dibicarakan dengan DPR. Dan tentunya kan setelah disetujui pun harus dibuat PP-nya. Dari situ masing-masing harus bentuk PAK (panitia antar kementerian)," jelas Nirwala.

 

Alasan Kemenkeu

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan baru akan memberlakukan cukai plastik dan cukai minuman berpemanis pada 2024 mendatang. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani memaparkan sejumlah alasan, yang membuat implementasi pengenaan cukai plastik dan cukai minuman berpemanis ini baru bisa dieksekusi pada tahun depan.

"Kita mengarahkan ke 2024. Sebab implementasi daripada ekspansi cukai minuman berpemanis dan juga rencananya plastik, tentunya berbasis kepada aspek," ujar Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (24/7/2023).

Alasan pertama, ia menyebut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengamanatkan pembahasannya melalui kerangka rancangan UU APBN.

"Dan ini tentunya kita sudah mulai dalam penyusunan APBN 2024, dalam KEM PPKF kita sudah usulkan kebijakan ini dan sudah dibahas bersama DPR," imbuh Askolani.

Kedua, ia mengatakan pemerintah masih mempertimbangkan tahap pemulihan ekonomi yang masih berjalan, baik di tingkat domestik maupun global.

Terakhir, Askolani menyatakan eksekusi dari penerapan cukai plastik dan cukai minuman berpemanis tentunya harus menyiapkan regulasi dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).

"Ini satu langkah yang harusnya kita siapkan secara komprehensif. Sehingga implementasi dari ekspansi cukai itu betul-betul kita jalani dengan baik dan sesuai ketentuan perundang-undangan," tuturnya.

Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen
Infografis Cukai Rokok Naik 10 Persen, Cukai Rokok Elektrik Naik 15 Persen (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya