Liputan6.com, Jakarta - Transformasi digital telah banyak merubah pola bisnis di Indonesia. Kebanyakan pengusaha tak lagi mengincar lapak tradisional untuk menjual produk barang atau jasanya, tapi langsung menyasar pasar online.Â
Regional Head and Managing Director for Stripe in Southeast Asia Sarita Singh menilai, pola itu berkebalikan dengan apa yang terjadi di belahan dunia bagian barat, yang memulai geliat bisnisnya dari pasar offline.
Baca Juga
"Sebagian besar negara maju ada kebarat-baratan biasnya memulai bisnis offline. Misalnya, saya sebagai retailer pasti memulainya secara offline, baru nantinya membangun bisnis digital," ungkapnya di Stripe Tour di Singapura, Rabu (27/9/2023).
Advertisement
"Yang berbeda dari Asia Tenggara adalah banyak bisnis yang juga baru dibangun dalam 10-15 tahun terakhir. Mereka memulainya sebagai digital natives, baru kemudian menjamah offline," imbuh Sarita.Â
Menurut dia, kebalikan tren bisnis tersebut jadi suatu pola yang menarik. Pasalnya, saat ini banyak pengusaha-pengusaha digital yang memulai bisnisnya di media sosial seperti Instagram dan TikTok Shop juga tak ingin ketinggalan pasar offline.Â
"Banyak bisnis yang dimulai di Instagram, atau di semua jenis platform lainnya. Namun kemudian, seiring pertumbuhannya, mereka berpindah dari online ke offline," kata Sarita.Â
Tak mau ketinggalan, Stripe selaku platform pemrosesan pembayaran turut memanfaatkan momentum tersebut. "Ini sangat penting untuk pasar-pasar tersebut, dan kami semakin banyak menghadirkan solusi offline, karena kami memiliki pembayaran online, pembayaran digital, dll," ungkapnya.Â
"Jadi kedua tren tersebut sebenarnya lebih banyak mendorong otomasi bisnis di tingkat middle dan back office. Itu kemudian yang menjadi tanggung jawab kami," ujar Sarita.Â
Menkop Teten Buka-bukaan Teknologi Digital Belum Bisa Bantu UMKM Tambah Untung
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkap dampak dari proses transformasi digital di lingkup usaha. Nyatanya, penerapan teknologi belum maksimal mendorong keuntungan bagi UMKM.
Teten mencatat, saat ini Indonesia belum memiliki badan yang mengatur strategi nasional transformasi digital. Alhasil, dia dan para menteri lainnya mengaku tak memiliki acuan yang jelas, padahal transformasi digital melibatkan banyak aspek.
Di Indonesia transformasi digital hanya berkembang di sektor perdagangan (e-commerce) di sektor hilir bukan di sektor produksi," kata dia kepada media, Sabtu (16/9/2023)."Makanya produksi nasional kalah dengan produk dari luar yang lebih murah, karena produksinya lebih efisien dan berkualitas," imbuhnya.
Teten mengatakan, pada sisi platform dagang digital pun, pemerintah seakan terlambat menghadirkan aturan. Utamaya yang mengatur platform e-commerce dan social commerce.
"Akibatnya kita didikte platform digital global. UMKM produsen kita gak punya kemampuan teknologi digital. Aplikasi-aplikasi digital untuk membantu supply chain UMKM masih sedikit," ungkap Teten Masduki.
Advertisement
Jokowi Sudah Mengingatkan
Teten mengatakan, sejak lama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengingatkan pemerintah dan sektor swasta akan pentingnya transformssi digital untuk kemajuan ekonomi nasional. Misalnya penerapan Artificial Intelligent (AI) hingga Internet of Things (IoT).
"Tapi gak ada yg mewujudkanya bagaimana teknologi digital diaplikasikan dalam sistem produksi nasional, di industri manufaktur, agriculture, agromaritim, kesehatan dan lain-lain. Akibatnya transformasi digital di Indonesia gak melahirkan ekonomi baru, hanya membunuh ekonomi lama," paparnya.