Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkap hitung-hitungan pengembalian modal proyek Kereta Cepat Whoosh. Hal ini merespons hitungan Ekonom Senior Indef Faisal Basri.
Diketahui, Faisal Basri menghitung, balik modal proyek Kereta Cepat Whoosh bisa mencapai 139 tahun. Merespons ini, Arya mengatakan hitungan itu hanya mengacu pada satu harga tetap sejak awal peresmian.
Baca Juga
Advertisement
"Yang dihitung oleh Faisal Basri dan kawan-kawan harga tiket tahun 2023 itu sama dengan harga tiket di tahun 2090. Bukan saya katakan bahwa akan ada kenaikan-kenaikan,” ujar dia di Hotel Shangri-La, Jakarta, ditulis Kamis (19/20/2023).
Dia mulanya membandingan harga tiket pada 1950 dan 2023. Dia menegaskan, di dua waktu tersebut, ada dua harga layanan yang berbeda untuk moda transportasi yang sama.
Konteks Balik Modal Kereta Cepat
Arya mengatakan, pada konteks balik modal ini juga perlu memperhatikan tingkat inflasi hingga peningkatan pendapatan masyarakat. Ini menjadi instrumen penting dalam penentuan tarif tiket.
"Harus lihat juga inflasi, kenaikan pendapatan terjadi, kondisi ekonomi ada perubahan, makro semakin bagus, rakyat semakin makmur dan sejahtera, sehingga kemampuan daya beli tinggi," jelasnya.
Atas asumsi perbedaan harga tiket yang berlaku nantinya, Arya menyebut akan menghasilkan hitungan yang berbeda pula. Termasuk pada lama waktu pengembalian modal proyek.
"Apakah harga tiket (harga tiket kereta cepat) akan sama pada 2023 dengan 2090? Faisal Basri hitungnya sama, makanya hitungannya dia enggak akan satu abad, enggak akan tercapai, karena dia hitung Rp 300 ribu (harga tiket) hari ini sama Rp 300 ribu tahun 2090 gitu loh. Dan semua pengamat hitungannya seperti itu," bebernya.
Hitungan Faisal Basri
Sebelumnya, Ekonom senior INDEF Faisal Basri menjelaskan, proyek kereta cepat menyimpan utang yang cukup besar. Ia melihat bahwa proyek ini kemungkinan besar akan dinasionalisasi
"Proyek Kereta Cepat Indonesia kemungkinan besar di nasionalisasi, seluruh bebannya ditanggung negara. Karena investor enggak mau lagi, China akan keluar nantinya jadi nanti 100 persen milik Indonesia. Dan Indonesia bayar cicilannya terus-terusan gitu, diinjeksi terus dari APBN karena sudah di nasionalisasi," kata dia dalam seminar hybrid Universitas Paramadina, Selasa (17/10/2023).
Faisal membuat perhitungan simulasi sederhana tanpa ongkos operasi dengan total nilai investasi Rp 114,4 Triliun dan pendapatan penumpang tiap tahun Rp 2,369 triliun.
"Maka perhitungan balik modal adalah selama 33 tahun dan bahkan bisa mencapai 139 tahun," sebutnya.
Seperti diketahui, ada 5 titik pemberhentian untuk kereta cepat Jakarta -- Bandung.
Advertisement
Tidak Optimal
Dengan berbagai pertimbangan termasuk tidak optimalnya kecepatan kereta karena banyaknya pemberhentian, pemberhentian Karawang dan Walini dibatalkan. Maka dari itu, penambahan pemberhentian dilakukan pada satu pemberhentian saja yaitu Padalarang.
"Stasiun Halim, Padalarang, dan Tegalluar tidak terdapat di tengah kota, sehingga menjadi tidak efektif. Keputusan ini bukan semata-mata proyek transportasi, pada awalnya proyek ini merupakan proyek properti." Imbuh Faisal.
Selain itu, Faisal Basri menyatakan bahwa awalnya proyek ini lebih sebagai proyek properti dengan PT Wijaya Karya dan PT KAI sebagai pemimpinnya, dan akhirnya tidak lagi business to business.
Adapun Handi Risza, Wakil Rektor Universitas Paramadina menyoroti Jepang yang awalnya menawarkan pinjaman proyek kereta cepat sebesar USD 6,2 miliar dengan masa waktu 40 tahun dan tingkat bunga 0,1 persen per tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Dengan syarat harus ada jaminan dari pemerintah.
"Kemudian China menawarkan pinjaman proyek sebesar USD 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2 persen per tahun. Skema Business to Business (B to B) tanpa jaminan dari Pemerintah. Disinilah dilihat inkonsistensi pemerintah, sehingga mau tidak mau dibiayai oleh APBN," katanya.
Cost Overrun
Pada 21 Januari 2016 proyek KCJB dimulai dengan dilakukan groundbreaking oleh Presiden di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.
Proyek ini dijalankan dengan sumber pendanaan perusahaan (PSBI) yang mencakup 75 persen utang dari China Development Bank (CDB) dan 25 persen ekuitas (modal saham) dengan porsi kepemilikan PT PSBI sebesar 60 perse.
"Sebelumnya, PT Wijaya Karya-lah yang memegang konsorsium, kemudian diberikan kepada PT. KAI. Dengan keberadaan PT. KAI yang saat ini memegang konsorsium, APBN ikut serta terlibat membiayai proyek kereta cepat Jakarta--Bandung" imbuhnya.
Handi mengatakan, perubahan harga, dan lamanya pengerjaan menyebabkan cost overrun dimana awal mulanya sebesar USD 6,071 miliar atau sekitar Rp. 81,96 triliun pada tahun 2015.
Kemudian biaya setelah terjadi Cost Overrun mencapai USD 7,27 miliar atau sekitar Rp. 110,5 triliun pada tahun 2022.
"Tentunya selisih ini sangat jauh dari awal mulanya," ucap dia.
Advertisement