Liputan6.com, Jakarta Hingga saat ini, kinerja logistik di Indonesia tercatat masih belum ideal. Mengutip laporan World Bank (WB) terkait Logistics Performance Index (LPI) 2023 menempatkan kinerja logistik Indonesia di peringkat 63 dengan nilai 3.0.
Salah satu langkah untuk memperbaiki kinerja logistik yang belum ideal tersebut adalah dengan memperkuat fungsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mengapa demikian? Pasalnya, APBN memiliki fungsi untuk mengalokasikan biaya untuk masuk ke dalam pos pembangunan.
Sebagai informasi, pemerintah telah menetapkan APBN 2024 sebesar Rp3.325,1 triliun. Dari anggaran APBN tersebut, belanja pemerintah pusat dialokasikan sebesar Rp2.467,5 triliun dan Transfer ke Daerah sebesar Rp857,6 triliun.
Advertisement
Dalam alokasi anggaran tersebut, pos belanja infrastruktur pada APBN 2024 mencapai Rp422,7 triliun. Alokasi yang cukup besar tersebut bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur penggerak ekonomi dan menyediakan infrastruktur pelayanan dasar, proyek-proyek strategis, serta pemerataan dan penguatan akses TIK yang mendukung transformasi digital.
Untuk itu, penguatan konektivitas dan transportasi serta infrastruktur TIK yang dialokasikan melalui APBN, erat kaitannya dengan kinerja logistik. Selain itu, untuk semakin memperkuat pembangunan infrastruktur, pelaksanaan National Logistics Ecosystem (NLE) dapat dimaksimalkan.
NLE Jadi Langkah Strategis
Salah satu langkah strategis pemerintah dalam menghadapi tantangan kinerja logistik yang masih belum ideal adalah dengan mengimplementasikan National Logistic Ecosystem (NLE). NLE adalah sebuah sistem untuk mengintegrasikan layanan logistik bagi para perusahaan serta bagi para pelaku logistik.
Kepala Lembaga National Single Window Kementerian Keuangan, Agus Rofiudin mengatakan bahwa NLE merupakan sebuah platform digital layanan logistik dari hulu ke hilir yang berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga (K/L), perusahaan terkait, serta pelaku logistik.
“Kolaborasi digital dalam satu platform (NLE), akan memastikan kelancaran pergerakan arus barang ekspor dan impor, maupun pergerakan arus barang domestik, baik antardaerah dalam satu pulau, maupun antar pulau,” katanya.
Agus menjelaskan, NLE dapat menyederhanakan proses bisnis layanan pemerintah di bidang logistik, mengelaborasi sistem layanan logistik swasta dalam domestik maupun internasional, memudahkan transaksi pembayaran penerimaan negara dan fasilitasi pembayaran antar pelaku usaha logistik, serta penataan tata ruang pelabuhan dan jalur distribusi barang.
“Kondisi tersebut dimungkinkan dengan konsep dasar NLE yang terdiri dari 4 pilar, yakni simplifikasi proses bisnis layanan pemerintah dan swasta, kolaborasi platform logistik, kemudahan pembayaran dengan skema single billing, dan penataan tata ruang dengan penerapan kebijakan yang membuat pergerakan barang lebih efisien,” jelasnya.
NLE Terus Dikembangkan
Agus menyebut bahwa terobosan NLE berupa layanan Sistem Pelayanan Online Satu Pintu alias Single Submission (SSm) terus dikembangkan oleh Lembaga National Single Window (LNSW).
“Layanan seperti SSm Pengangkut, SSm Perizinan, dan Single Submission Quarantine Customs berhasil memangkas tahapan proses bisnis, mengurangi proses repetisi dan duplikasi dengan satu kali submission, serta mempermudah pengurusan layanan logistik pemerintahan,” sebutnya.
“Tujuan pembangunan NLE adalah agar proses melakukan bisnis di Indonesia semakin kompetitif, baik dari segi waktu, simplifikasi, kecepatan, dan pada akhirnya dari segi biaya,” jelas Agus.
Dirinya juga menuturkan bahwa NLE merupakan tanggung jawab seluruh pihak dan entitas logistik. Dirinya menilai, implementasi NLE seharusnya tidak hanya berfokus pada output, tetapi juga menghasilkan outcome yang positif bagi masyarakat.
"Alhasil, implementasi NLE dapat mendorong inovasi dan koordinasi untuk meningkatkan kinerja logistik dengan dukungan APBN tahun 2024, sehingga berkontribusi maksimal pada perekonomian nasional," tutur Agus.
Advertisement
Biaya Logistik yang Rendah
Di sisi lain, Agus mengungkapkan, perdagangan antara negara dan FDI sangatlah penting karena merupakan instrumen memacu pertumbuhan ekonomi. Ia juga mengatakan, hal itu dapat membuat suatu negara untuk mengonsumsi barang dan jasa yang lebih murah berdasarkan keunggulan komparatifnya.
“Perdagangan memungkinkan suatu negara mengkonsumsi barang dan jasa yang lebih murah dari negara lain berdasarkan keunggulan komparatifnya. Sedangkan FDI mendorong transfer teknologi serta modal manusia dan perbaikan kelembagaan dari negara maju ke negara berkembang,” ungkapnya.
Agus menilai, kondisi tersebut berpotensi pada biaya logistik yang rendah, waktu transportasi yang semakin singkat, dan penambahan peluang kerja karena dunia bisnis menjadi tumbuh.
“Efisiensi waktu pengiriman mendorong produktivitas dunia usaha yang berpengaruh positif pada daya saing nasional. Alhasil, kombinasi produktivitas dan daya saing, mendorong tumbuhnya perekonomian,” jelas Agus.
Dengan kata lain, jika NLE dapat dimaksimalkan sebagai langkah strategis dalam memperbaiki kinerja logistik serta sentimen positif investor agar melakukan investasi langsung, Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat positif selama tujuh kuartal berturut-turut, yakni di atas 5% sekalipun di tengah perlambatan ekonomi global.
(*)