IMF Bilang Mata Uang Digital Bank Sentral Bisa Saja Gantikan Uang Tunai

Sebagai informasi, CBDC merupakan bentuk digital mata uang fiat suatu negara, yang diatur oleh bank sentral negara.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Nov 2023, 13:54 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2023, 13:45 WIB
Logo IMF
(Foto: aim.org)

Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) melihat potensi Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) untuk menggantikan uang tunai, tetapi penerapannya masih memerlukan waktu atau tidak instan.

"CBDC dapat menggantikan uang tunai yang mahal untuk didistribusikan di negara-negara kepulauan," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgiva, dikutip dari CNBC International, Jumat (17/11/2023).

"(Uang digital bank sentral) dapat menawarkan ketahanan di negara-negara maju. Dan mereka dapat meningkatkan inklusi keuangan ketika hanya sedikit orang yang memiliki rekening bank," ujarnya dalam kegiatan Singapore FinTech Festival pada Rabu (15/11).

Sebagai informasi, CBDC merupakan bentuk digital mata uang fiat suatu negara, yang diatur oleh bank sentral negara yang memberlakukan. 

Uang digital ini didukung oleh teknologi blockchain, yang memungkinkan bank sentral menyalurkan pembayaran pemerintah langsung ke rumah tangga.

"CBDC akan menawarkan alternatif yang aman dan berbiaya rendah (untuk uang tunai). Mereka juga akan menawarkan jembatan antara uang swasta dan tolok ukur untuk mengukur nilainya, seperti uang tunai saat ini yang dapat kita tarik dari bank kita," jelas Ketua IMF.

IMF mengungkapkan, sejauh ini lebih dari 100 negara sedang menjajaki penerapan CBDC atau sekitar 60 persen negara di dunia.

"Tingkat minat global terhadap CBDC belum pernah terjadi sebelumnya. Beberapa bank sentral telah meluncurkan uji coba atau bahkan menerbitkan CBDC," kata IMF dalam laporannya pada bulan September 2023.

 

 

Bank Sentral Dunia Mulai Jajaki Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC)

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Dok: Twitter @KGeorgieva

Adapun survei yang dilakukan oleh Bank for International Settlements pada 2022 menunjukkan, dari 86 bank sentral yang disurvei, 93 persen mengatakan mereka sedang menjajaki CBDC.

Sementara 58 persen mengatakan mereka kemungkinan akan atau mungkin menerbitkan CBDC ritel baik dalam jangka pendek atau menengah. 

Namun hingga bulan Juni, hanya 11 negara yang telah mengadopsi CBDC, dengan tambahan 53 negara dalam tahap perencanaan lanjutan dan 46 negara sedang meneliti topik tersebut, menurut data dari Dewan Atlantik.

"Ini bukan waktunya untuk mundur. Sektor publik harus terus bersiap untuk menerapkan CBDC dan platform pembayaran terkait di masa depan," kata Georgiva.

 

Mampu Redam Inflasi, IMF Puji Kinerja Bank Sentral Seluruh Dunia

Pertemuan Tahunan International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank)
Pertemuan Tahunan International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (FMCBG) ke empat, diselenggarakan pada tanggal 10-15 Oktober 2023 di Marakesh, Maroko. Pertemuan turut dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati. (Dok. Bank Indonesia)

Dana Moneter Internasional (IMF) menilai bank-bank sentral di seluruh dunia telah melakukan tugasnya dengan baik dalam mengatasi kenaikan inflasi.

"Dalam satu tahun, inflasi turun hingga setengahnya. Tadinya sekitar 11 persen, sekarang menjadi sedikit di atas 5 persen. Dan itu karena tindakan telah diambil," kata Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgiva, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (17/11/2023).

"Bank-bank sentral memperhatikan data dengan hati-hati, dan jika data memberi tahu mereka bahwa Anda harus tetap bertahan, inflasi tidak berada pada titik yang seharusnya, mereka harus mengikuti. Jika data memberi tahu mereka bahwa kondisi sedang berubah, tentu saja mereka akan meresponsnya," ujarnya dalam kegiatan Singapore FinTech Festival (SFF) 2023.

Georgiva kembali menyoroti inflasi yang menimbulkan risiko bagi pertumbuhan, karena memperburuk kepercayaan investor dan kemampuan konsumen untuk berpartisipasi aktif dalam perekonomian.

Oleh karena itu, bank sentral berperan menstabilkan harga dan mengembalikannya ke titik yang baik untuk pertumbuhan serta membantu kelompok masyarakat miskin.

"Adalah tugas otoritas keuangan untuk memperhatikan siapa yang paling terkena dampaknya, dan mereka juga telah melakukan pekerjaan yang cukup baik dalam memberikan dukungan kepada kelompok masyarakat yang rentan," ucap Georgieva.

Dia melanjutkan, meskipun pertumbuhan ekonomi di Asia melambat, kinerja kawasan ini secara keseluruhan masih lebih baik dibandingkan sebagian besar kawasan lain di dunia.

Namun, Tiongkok perlu menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan yang didorong oleh konsumen jika ingin mencapai pemulihan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan, kata bos IMF.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya