Lupakan Tren Girl Math, Kamu Tak Butuh Sebagian Besar Barang yang Kau Beli

Istilah untuk membenarkan belanja barang dengan harga mahal adalah “girl math”. Hal ini merupakan tambahan dari tren budaya “treat” yang saat ini tengah viral.

oleh Amira Fatimatuz Zahra diperbarui 26 Nov 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2023, 06:00 WIB
Rupiah Menguat 12 Poin atas Dolar
Kamu tidak membutuhkan buku catatan Smythson seharga USD 300 seperti Gwyneth Paltrow. Selain itu juga kamu tidak butuh membeli lanyard Coach dan flatshoes Tory Burch yang tengah diskon. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Jarang sekali kita diminta untuk membeli lebih sedikit atau berhemat, setidaknya di media sosial. Kemungkinan besar, kita didorong untuk membeli barang yang sebenarnya tidak benar-benar dibutuhkan dengan harga yang tentu saja mahal.

Ada tawaran promo topi yang selalu dipakai oleh para atlet Major League Baseball yang bisa menemani saat olah raga di taman. Atau menggunakan buku catatan Smythson seharga USD 300 seperti Gwyneth Paltrow. Selain itu juga tawaran diskon lanyard Coach dan flatshoes Tory Burch.  

Istilah untuk membenarkan belanja barang dengan harga mahal adalah “girl math”. Hal ini merupakan tambahan dari tren budaya “treat” yang saat ini tengah viral. Girl math adalah dorongan kepada kita untuk membelanjakan uang untuk hal-hal kecil seperti ke Starbucks atau barang mahal tetapi ada promo dan diskon sebagai bentuk self-care.

“Kami tidak membutuhkan setengah dari hal-hal ini,” kata Allison Bornstein, stylist selebriti dan penulis buku berjudul “Wear It Well: Reclaim Your Closet and Rediscover the Joy of Getting Dressed.”

“Luangkan waktu untuk berhenti sejenak,” katanya.

Hampir dalam segala hal, masyarakat Amerika Serikat (AS) saat ini sedang mengalami kesulitan finansial. Namun, kita dibombardir oleh iklan-iklan untuk “buy more, more, more, and more,” kata Bornstein.

Bornstein, yang telah menjadi style consultant selama lebih dari 13 tahun, mendorong kliennya untuk bekerja dengan apa yang sudah mereka miliki.

 

“Daripada membeli sesuatu yang baru, tetapi kamu bisa menggunakan apa yang kamu punya,” katanya.

“Kamu bisa menjadi lebih kreatif, lebih menarik, dan jauh lebih hemat.”

Meskipun beberapa barang mungkin layak untuk dibelanjakan secara royal, seperti mantel bagus atau jahitan ahli.

“Hanya karena kamu punya uang bukan berarti Anda harus membelanjakannya,” tulis Bornstein dalam “Wear It Well.”

Cara Hindari Pengeluaran Berlebihan

Harta karun di halaman (7)
Ilustrasi sekantong uang. (Sumber iStock)

Dengan metode tiga kata yang viral untuk mendefinisikan personal style dan wrong shoe theory untuk mengubah kombinasi yang biasa, ada alasan mengapa idenya bergema. Beberapa diantaranya disebabkan oleh kelelahan.

“Orang-orang lelah dan hanya punya tumpukan barang yang harus kami beli dan tidak tahu harus berbuat apa,” katanya.

Menurut survei TD Bank baru-baru ini, menjelang liburan, diperkirakan 96% konsumen akan mengeluarkan uang terlalu banyak pada musim ini.

Bahkan menurut penelitian lain, ketika hutang kartu kredit mencapai USD 1 triliun, hambatan dan kesepakatan dengan jangka waktu yang terbatas membuat kita semakin sulit menghindari belanja impulsif.

“Meredakan kebisingan secara bersamaan” pakar perencana keuangan Andrea Woroch memperingatkan.

“Cara paling sederhana untuk menghindari godaan adalah keluar dari list dengan berhenti berlangganan email, tidak menerima peringatan teks, mematikan push notification di aplikasi ritel, dan berhenti mengikuti akun brand di media sosial,” katanya.

 

Menahan Keinginan

“Selain itu, menghapus rincian pembayaran yang disimpan secara online membantu menciptakan “purchase hurdle” yang memaksa kamu memikirkan keputusan belanja kamu,” kata Woroch.

“Jika tidak, tidurlah di atasnya,” saran Woroch dan Bornstein.

Bornstein merekomendasikan untuk menambahkan item ke daftar wishlist sebelum belanja, dan menahan keinginan untuk membeli sesuatu hanya karena sedang dijual.

“Jika kamu tidak menginginkan sesuatu ketika harganya normal, kamu mungkin tidak menginginkannya ketika sudah diskon,” tulis Bornstein dalam bukunya. “Anggaplah penjualan sebagai bonus,” katanya. “Ketika barang yang kamu inginkan sedang dijual, itu jauh lebih manis.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya