Aktivitas Tambang Ilegal Kian Berbahaya, Puluhan Korban Jiwa Berjatuhan

Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di sejumlah daerah di Indonesia hingga saat ini semakin marak dan meresahkan. Tak hanya menyebabkan kerugian negara, kegiatan PETI menyebabkan puluhan korban jiwa berjatuhan.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Des 2023, 15:31 WIB
Diterbitkan 09 Des 2023, 15:30 WIB
Tambang Ilegal
Tambang ilegal Pohuwato yang berdampak pada kerusakan cagar alam dan Produktivitas Pertanian (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di sejumlah daerah di Indonesia hingga saat ini semakin marak dan meresahkan. Tak hanya menyebabkan kerugian negara, kegiatan tambang ilegalmenyebabkan puluhan korban jiwa berjatuhan di tahun ini dan berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat.

Pada tahun ini, kegiatan PETI telah mengakibatkan 80 korban jiwa berjatuhan. Terbaru, beberapa waktu yang lalu, terjadi insiden PETI di wilayah Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, yang memakan dua korban jiwa.

Kejadian itu terjadi di Desa Mekarti Jaya, Kecamatan Taluditi. Korban meninggal tertimpa pohon saat melakukan penambangan liar pada November 2023 lalu.

Kedua korban tidak menyadari saat pohon di dekat mereka tumbang ketika mereka sedang menggali material tanah di lokasi penambangan tanpa izin di Kecamatan Taluditi, sekitar 20 km dari Kecamatan Buntulia, Pohuwato.

 

“Kegiatan PETI begitu meresahkan karena negara kehilangan Sumber Daya Alam (SDA), kehilangan pajak dan royalti. Pemerintah harus segera menertibkan aktivitas tambang ilegal,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Djoko Widajatno, dikutip Sabtu (9/12/2023).

Rugikan Negara

Dia mengungkapkan, pelaku PETI tidak melakukan reklamasi dan kondisi tersebut merugikan negara.

“Daerah bekas tambang tidak direklamasi dan alat-alat yang yang digunakan untuk melakukan aktivitas PETI harus diamankan. Pemerintah harus melakukan pembinaan agar masyarakat di sekitar wilayah tambang mendapatkan hidup yang layak,” papar Djoko.

Keberadaan PETI di Pohuwato telah ditolak masyarakat. Pada awal pekan ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Pohuwato menggelar aksi demonstrasi di kantor bupati, DPRD dan Polres Pohuwato pada Rabu, (5/12) lalu.

Belasan mahasiswa merespons aktivitas pertambangan ilegal yang kian marak terjadi di Pohuwato karena aktivitas tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan di Pohuwato.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Renggut Korban Jiwa

tambang ilegal
Pertambangan batu kapur ilegal di Kalanunggal, Kabupaten Bogor. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Selain di Pohuwato, tragedi aktivitas PETI yang merenggut korban jiwa juga pernah terjadi di Banyumas, Jawa Tengah pada tahun ini. Pada Juli 2023, delapan penambang ilegal tewas terjebak di lubang galian tambang emas di Grumbul Tajur, Kecamatan Ajibarang Peristiwa nahas ini membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) menutup tempat penambangan emas ilegal kawasan tersebut.

Kasus di Banyumas ini hanya satu dari ribuan jumlah tambang ilegal di Indonesia.Sedangkan Pengamat Energi dan Pertambangan Ahmad Redi menyatakan, secara normatif, Pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah mengatur bahwa PETI merupakan kejahatan sehingga pelakunya dikenai pertanggungjawaban pidana.

Penegakan hukum pidana, baik penal maupun nonpenal dapat dilakukan dalam pencegahan dan penindakan PETI.Redi mengungkapkan, agar aktivitas PETI bisa diberantas, harus ada upaya hukum yang bersifat multi sektor disertai koordinasi antarinstansi terkait. Selain itu, juga diperlukan penegakan hukum yang kuat serta supervisi antara kementerian dan lembaga agar pemberantasan praktik ilegal ini bisa berhasil.

“Perlu juga ada Satgas Penanggulangan PETI. Satgas ini tidak hanya bersifat penegakan hukum, tetapi juga melakukan pembinaan, fasilitasi, dan supervisi,” ujar Redi.

Yang tak kalah penting, kata Redi, perlunya komitmen yang tinggi dari stakeholders terkait untuk mengatasi masalah PETI.

“Pembentukan Satgas Penanggulangan PETI menjadi salah satu cara agar ada kerja teroraganisir, lintas sektor, dan komprehensif dalam mengatasi persoalan PETI,” tutur Redi.

 


Lokasi Tambang Ilegal

Polisi Polda Sulawesi Tenggara menangkap penambang ilegal di wilayah IUP PT Antam Konawe Utara.(L:iputan6.com.Ahmad Akbar Fua)
Kepolisian daerah Sulawesi Tenggara menangkap penambang ilegal saat mengeruk nikel di lokasi IUP PT Antam Konawe Utara.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jumlah PETI atau tambang ilegal di Indonesia mencapai 2.700 titik lokasi. Jumlah itu terdiri dari 2.645 lokasi tambang ilegal mineral dan 96 lokasi tambang ilegal batu bara.

Kementerian ESDM pernah menyebut potensi kerugian negara akibat PETI tembus Rp3,5 triliun sepanjang 2022. Angka tersebut naik dibandingkan kerugian pada tahun 2019 yang mencapai Rp1,6 triliun. Pihak Kementerian ESDM pun menegaskan kegiatan PETI di wilayah izin usaha pertambangan legal perlu ditindak tegas.

Pada awal tahun ini, Presiden Joko Widodo pun menegaskan aktivitas PETI sangat merugikan dan telah membentuk tim di Kementerian ESDM untuk melakukan penegakan hukum terhadap aktivitas tambang ilegal. Bahkan, Presiden minta TNI dan Polri untuk turun tangan menindak tegas PETI.

Hal ini mengingat walaupun Pemerintah telah berupaya menutup kegiatan tambang ilegal, tak berselang lama kawasan tersebut beroperasi kembali. Salah satu contohnya adalah tambang emas ilegal di Gunung Botak, Kabupaten Buru, yang telah ditutup pada 2015, tapi masih beroperasi hingga saat ini.

Tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerugian negara, mengutip laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kegiatan PETI juga telah membahayakan lingkungan. Salah satu contohnya adalah pencemaran di sejumlah kawasan sungai dan hutan di Kalimantan Tengah.

Kerusakan lingkungan karena PETI juga memberikan dampak negatif pada kehidupan manusia. Hal ini seperti yang dialami warga Desa Sungai Sekonyer, Kotawaringin Barat. Akibat kegiatan PETI, warga desa tersebut terpaksa menampung air hujan untuk konsumsi sehari-hari dalam 20 tahun terakhir.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya