Potret Suram Tambang Ilegal: Lingkungan Rusak, Picu Penyakit Mematikan

Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu masalah kesehatan yang sangat mengkhawatirkan.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Des 2023, 20:20 WIB
Diterbitkan 13 Des 2023, 20:20 WIB
Gakkum LHK Sulawesi menangkap Ketua Relawan Baret Prabowo Sulawesi tenggara, usai menambang nilkel ilegal di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara.
Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu masalah kesehatan yang sangat mengkhawatirkan.

Liputan6.com, Jakarta - Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu masalah kesehatan yang sangat mengkhawatirkan. Salah satunya adalah lonjakan kasus Malaria di sekitar area pertambangan ilegal akibat lubang galian tambang yang menjadi sarang nyamuk Malaria.

Hal ini terjadi di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, salah satu daerah yang marak dengan aktivitas pertambangan ilegal di Indonesia. Sepanjang tahun 2023, terjadi lonjakan kasus Malaria di kabupaten tersebut.

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato, ditemukan 2 kasus pertama pada minggu ke-5 (Bulan Februari) tahun 2023 yang dialami oleh pekerja tambang ilegal. Pada minggu ke-6 tahun 2023 hingga minggu ke-48 tanggal 6 Desember 2023, jumlah kasus Malaria di Pohuwato terkonfirmasi mencapai 631 kasus.

Fidi Mustofa, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato, mengatakan pihaknya telah melakukan penelitian dan menemukan bahwa kubangan air di lokasi galian bekas tambang ilegal menjadi pemicu lonjakan kasus Malaria.

Dinas kesehatan Provinsi dan Kabupaten Pohuwato telah melakukan penelitian bersama Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL) Manado, terhadap kondisi kubangan bekas tambang ilegal dan di lingkungan pemukiman penduduk di desa Hulawa yaitu sekitar daerah pertambangan rakyat, dan telah ditemukan adanya nyamuk anopheles betina sebagai vektor pembawa parasit plasmodium penyebab malaria.

Bahkan, lanjutnya, berdasarkan pemeriksaan laboratorium terdapat 2 jenis plasmodium, dan salah satunya adalah plasmodium falciparum yg merupakan jenis terberat dan dapat menyebabkan malaria tropika dengan tingkat fatality rate-nya tinggi.

“Memang secara riil, faktanya dapat saya gambarkan bahwa dampak dari kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan masyarakat yang menggunakan alat berat terhadap status dan derajat kesehatan masyarakat memang sangat besar, di mana saat ini saja Kabupaten Pohuwato sudah ditetapkan sebagai daerah dengan Status Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria,” ujarnya, dikutip Rabu (13/12/2023).

 

Telur Nyamuk

tambang ilegal
Pertambangan batu kapur ilegal di Kalanunggal, Kabupaten Bogor. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Dengan waktu penetasan telur nyamuk yang singkat, yaitu hanya antara 2-3 hari dengan jumlah telur dapat mencapai 200 butir oleh 1 ekor nyamuk anopheles betina, maka hanya membutuhkan waktu sekitar 2 minggu bagi telur-telur tersebut untuk tumbuh menjadi nyamuk dewasa.

Di tengah banyaknya kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan ilegal dan padatnya jumlah masyarakat penambang yang tinggal di camp-camp yang sempit di tengah hutan, maka risiko kenaikan kasus Malaria makin tinggi.

Secara epidemiologi, angka kejadian kasus Malaria dengan tingkat pertumbuhan rata-rata adalah 2 kasus baru per hari, 11 kasus baru per minggu, dan 48 kasus baru per bulan, serta sampai saat ini secara akumulatif telah mencapai angka 631 kasus. Dengan demikian, paparnya, dapat disebutkan bahwa jumlah pertumbuhannya adalah sangat tinggi dan belum terkendali.

Dia menambahkan, kondisi kasus Malaria di Pohuwato sudah bukan lagi kasus impor, karena sudah terjadi penularan setempat (Indigenous cases). Bahkan, jika dilihat dari grafik epidemiologi, masih terus terjadi peningkatan dan belum ada tanda menurun atau melandai.

“Maka masih sangat berpotensi terjadi penambahan kasus baru dan bahkan berpotensi terjadi ledakan kasus, jika kubangan bekas tambang ilegal tidak ditutup dan tidak direhabilitasi. Apalagi jika aktivitas pertambangan dengan alat berat oleh masyarakat di tengah hutan masih terus dilakukan,” katanya.

 

 

Putus Mata Rantai Penularan

Tambang Ilegal
Tambang ilegal Pohuwato yang berdampak pada kerusakan cagar alam dan Produktivitas Pertanian (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com

Untuk memutus mata rantai penularan, Dia mengatakan bahwa diperlukan upaya pengendalian, pencegahan penularan, dan pengobatan tepat dan cepat secara serius, komprehensif dan terintegrasi.

Sejumlah langkah yang dapat diambil adalah dengan melakukan rekayasa lingkungan, yaitu penutupan bekas kubangan galian eskavator. Langkah lain adalah menghentikan aktivitas manusia termasuk kebiasaan bermalam di camp-camp tambang ilegal di seputar area hutan yang merupakan habitat ekosistem alami dari vektor nyamuk Anopheles tersebut.

“Kita juga dapat melakukan pemeriksaan darah secara masif di daerah terdampak, pembersihan lingkungan tempat tinggal masyarakat, penyemprotan dengan insektisida, dan penaburan larvasida pada tempat perkembangbiakan vektor. Pengobatan secara cepat dan tepat juga perlu dilakukan agar tidak terjadi resistensi penyakit yang akan semakin mempersulit penanganan,” jelasnya.

Dia menambahkan, penanggulangan lonjakan kasus Malaria ini tidak dapat dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan, mengingat lokasi tambang ilegal yang cukup luas dan tersebar di banyak titik dalam area hutan. Oleh karena itu, dia mengharapkan seluruh stakeholders ikut terlibat untuk mengatasi masalah ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya