Harga Tembaga Global Diramal Meroket, Energi Terbarukan Jadi Biang Keladi

Citibank memperkirakan target energi terbarukan akan meningkatkan permintaan tembaga sebesar 4,2 juta ton pada tahun 2030.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 03 Jan 2024, 11:16 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2024, 11:16 WIB
Tempat pengolahan plat tembaga di Tambang Tembaga Wetar, Pulau Wetar. [Foto: BKP-BTR]
Tempat pengolahan plat tembaga di Tambang Tembaga Wetar, Pulau Wetar. [Foto: BKP-BTR]

Liputan6.com, Jakarta Harga tembaga global diperkirakan akan melonjak lebih dari 75 persen dalam dua tahun ke depan, di tengah gangguan pasokan pertambangan dan tingginya permintaan logam tersebut.

Lonjakan harga tembaga juga dipicu oleh dorongan terhadap energi terbarukan.

Mengutip CNBC International, Rabu (3/1/2024) laporan BMI, unit penelitian Fitch Solutions mengungkapkan, permintaan yang didorong oleh transisi energi ramah lingkungan dan kemungkinan penurunan dolar AS pada paruh kedua 2024 akan mendorong harga tembaga menjadi lebih mahal.

Pasar kini mengandalkan Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga tahun ini, yang akan melemahkan dolar dan membuat tembaga yang dihargakan dalam greenback lebih menarik bagi pembeli asing.

"Pandangan positif terhadap tembaga lebih tertuju pada faktor makro," ungkap kepala bahan dasar Asia-Pasifik Bank of America Securities, Matty Zhaoz

Selain itu, pada konferensi perubahan iklim COP28 baru-baru ini, lebih dari 60 negara mendukung rencana untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada tahun 2030.

Citibank melihat, keputusan ini akan menjadi sebuah langkah yang sangat memberikan dampak positif bagi tembaga.

Dalam laporannya pada Desember 2023, bank investasi tersebut memperkirakan bahwa target energi terbarukan yang lebih tinggi akan meningkatkan permintaan tembaga sebesar 4,2 juta ton pada tahun 2030.

Laporan tersebut menambahkan, hal ini berpotensi mendorong harga tembaga menjadi USD 15.000 per ton pada tahun 2025, jauh lebih tinggi dari rekor tertinggi sebesar USD 10.730 per ton pada bulan Maret 2023 lalu.

"Hal ini mengasumsikan terjadinya soft landing di AS dan Eropa, pemulihan pertumbuhan global yang lebih awal, dan pelonggaran yang signifikan di Tiongkok," kata analis Citi, sambil juga menekankan pada investasi berkelanjutan di sektor transisi energi.

Produksi Menurun, Permintaan Masih Naik

Smelter
PT Amman Mineral Industri (AMIN), anak perusahaan dari PT Amman Mineral Internasional (AMMAN), yang membangun proyek smelter tembaga di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), telah menerima hasil verifikasi kemajuan 6 bulanan periode Agustus 2022 hingga Januari 2023 dari verifikator independen.

Analis lain melihat tren bullish pada tembaga karena gangguan penambangan, dengan Goldman Sachs memperkirakan defisit lebih dari setengah juta ton pada tahun 2024.

November lalu, First Quantum Minerals menghentikan produksi di Cobre Panamá, salah satu tambang tembaga terbesar di dunia, menyusul keputusan Mahkamah Agung dan protes nasional atas masalah lingkungan.

Adapun Anglo American, produsen utama, juga mengatakan akan memangkas produksi tembaga pada tahun 2024 dan 2025 karena berupaya memangkas biaya.

"Pemotongan pasokan memperkuat pandangan kami bahwa pasar tembaga sedang memasuki periode pengetatan yang lebih jelas," tulis analis Goldman, memperkirakan harga tembaga akan mencapai USD 10.000 per ton tahun ini, dan jauh lebih tinggi pada tahun 2025.

Chili dan Peru disebut sebut sebagai negara yang akan meraih keuntungan terbesar dari naiknya minat pada tembaga.

Hal itu karena kedua negara tersebut memiliki cadangan mineral transisi ramah lingkungan yang besar seperti litium dan tembaga yang siap memperoleh manfaat dari peningkatan investasi dan permintaan ekspor yang lebih tinggi.

Chili memiliki sekitar 21 persen cadangan tembaga global.

"Keyakinan kami bahwa harga tembaga akan kembali naik secara signifikan pada tahun 2025 (rata-rata USD 15.000 per ton) kini jauh lebih tinggi," kata Goldman.

Kurangnya Pasokan

Pasokan yang lebih rendah juga berarti bahwa pabrik peleburan tembaga baru yang mulai beroperasi akan mengalami kekurangan konsentrat untuk dikerjakan, menurut Analis Tembaga Senior S&P Global, Wang Ruilin.

Bijih tembaga diekstraksi dari bumi dan kemudian diubah menjadi konsentrat tembaga. Dari sana mereka dikirim ke pabrik peleburan untuk dimurnikan menjadi tembaga murni, yang menjadi harga patokan LME.

"Pabrik peleburan tembaga akan mengalami kekurangan pasokan konsentrat mulai tahun 2024, dan perkiraan defisit di pasar konsentrat diperkirakan akan semakin parah pada tahun 2025–2027," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya