Pemasang PLTS Atap Harus Utamakan Kebutuhan Listrik Rumah Tangga

Pemasang PLTS Atap rata-rata untuk memenuhi kebutuhan rumahan dan tidak untuk berbisnis dengan negara.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Feb 2024, 19:35 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2024, 19:35 WIB
Penggunaan PLTS
Teknisi Green Energy Nusantara Mandiri memasang PLTS Hybrid 6210 Wp battery 4,8 kwhpada atap rumah kantor di kawasan Manggarai Jakarta, Jumat (29/12/2023). (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara menilai protes pengusaha atas revisi Peraturan Menteri Nomor 26/2021 tentang PLTS Atap hanya berdasarkan kepentingan bisnis semata, tanpa mempedulikan nasib Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

“Saya membaca beberapa keberatan yang disampaikan oleh para pengusaha PLTS Atap atas penghapusan pasal jual beli listrik dalam aturan PLTS Atap sebelumnya. Padahal jika pasal tersebut tetap ada, negara menanggung beban APBN yang relatif berat,” kata dia dikutip Selasa (21/2/2024).

Lagi pula, kata Marwan, alasan keberatan yang disampaikan pengusaha-pengusaha itu tidak cukup berdasar.

“Banyak dari mereka menyampaikan alasan bahwa revisi aturan tersebut akan menyurutkan minat pemasang PLTS Atap hingga memperlambat langkah transisi energi. Ini tidak ada hubungannya. Jauh panggang dari api,” kata Marwan.

Menurut Marwan, pemasang PLTS Atap rata-rata untuk memenuhi kebutuhan rumahan dan tidak untuk berbisnis dengan negara.

“Alasan yang disampaikan itu sangat jauh. Kecuali, bagi mereka yang ingin berniat menjual listriknya ke negara melalui jaringan dan transmisi milik negara. Itu yang tidak boleh,” tegasnya. 

Pada revisi aturan yang sudah disetujui Pemerintah paparnya, tetap membolehkan masyarakat memasang PLTS Atap. “Tidak ada larangan. Jadi pasang saja kalau memang berminat menikmati listrik yang dibangkitkan dari solar panel atau yang lebih dikenal sebagai energi baru terbarukan," lanjut dia.

Untuk itu, bagi pemasang PLTS Atap bisa menakar sendiri kebutuhan listriknya agar tidak terbuang sia-sia. “Konsep menakar kebutuhan listrik itu jauh lebih penting karena tidak akan merugikan negara," kata dia.

Tarif Listrik

Selain tidak mempedulikan APBN, paparnya, skema jual beli (ekspor-impor) listrik dengan negara itu juga berisiko mengerek tarif listrik.

“Karena listrik bercampur dengan listrik yang dibangkitkan oleh negara. Kalau sudah begitu, gimana masyarakat kecil yang selama ini menikmati tarif yang masih disubsidi oleh negara," ungkapnya.

Untuk itu, Marwan berharap, aturan yang telah disetujui oleh Pemerintah segera diundangkan untuk menggantikan peraturan menteri yang berisiko merugikan negara tersebut. “Ini penting agar negara tidak rugi.”

Selain berbagai masalah-masalah tersebut di atas, kata Marwan, intermintensi atau ketidakandalan cuaca diakui menjadi salah satu kelemahan pembangkitan listrik dari tenaga surya karena pemasang atau pengusaha PLTS atap tidak bisa memastikan durasi paparan matahari sehingga pasokan listrik menjadi tidak andal.

Pembangkit Listrik Matahari Mulai Terangi IKN Akhir Februari 2024 Ini

Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi melakukan perawatan panel PLTS di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PT PLN menargetkan pengembangan lebih dari 1.000 megawatt PLTS atap yang terdiri dari inisiasi swasta dan PLN sendiri sesuai RUPTL dengan potensi tiga gigawatt untuk PLTS. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau pembangkit listrik bertenaga matahari tahap 1 mulai beroperasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada akhir Februari 2024.

PLTS IKN tahap I tersebut berkapasitas 10 megawatt (MW), dari total total keseluruhan kapasitas PLTS yang nantinya mencapai 50 MW.

“Yang pertama 10 megawatt. Seperti yang kita lihat, ini 10 megawatt, dan ini sudah siap operasi dan nanti untuk yang tahap keduanya adalah 40 megawatt. Yang 10 megawatt ini kita kerjakan secara internal di perusahaan Nusantara Power Group,” kata Direktur Utama PT PLN Nusantara Renewables Harjono di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kaltim melansir Antara.

Berdasarkan pantauan ANTARA, semua bagian dari platform PLTS telah terpasang dan siap digunakan. Mulai dari panel surya, inverter, ke trafo, hingga powerhouse control building sudah rampung dibangun. PLTS tersebut juga dilengkapi gardu induk berkapasitas 50 MW beserta kabel transmisinya.

"Bahkan nanti kita juga akan melihat di sana ada untuk yang gardu induk berkapasitas 50 MW juga sudah siap untuk kita teruskan pelaksanaannya. Sudah siap semua, tapi yang paling utama 10 MW sudah siap untuk men-deliver listrik," ujarnya.

PLTS IKN nantinya ditargetkan berkapasitas 50 MW untuk dapat memasok listrik Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 2024.

Proyek PLTS ditempatkan di lahan seluas 80 hektare (ha). Lahan tersebut, kata Harjono, merupakan lahan milik Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN).

Harjono menjelaskan, PLTS 50 MW itu apabila telah beroperasi secara penuh, mampu menyalurkan listrik ke gardu induk. Dari PLTS, nantinya listrik akan tersalurkan ke gardu induk GIS IV yang ada di IKN.

 

 

Pasokan Berlebih

Mengurangi 685 Juta Kg Emisi Karbon dengan Solusi PLTS Atap Tanpa Investasi
Mengurangi 685 Juta Kg Emisi Karbon dengan Solusi PLTS Atap Tanpa Investasi. foto: istimewa

Selain itu, PLTS juga dibangun agar mampu memasok seluruh kebutuhan total listrik total di IKN, bahkan melebih pasokan yang dibutuhkan.

"Jadi kalau ditotal itu, semua nanti permintaan (listrik) di IKN kurang lebih 24 megawatt. Itu kondisi kebutuhan penuh ya, kemungkinan nggak sampai segitu, hanya 20-30 persen. Jadi kalau dari sini 50 megawatt sangat cukup," terangnya.

Sembcorp Utilities Pte. Ltd. adalah perusahaan energi asal Singapura yang bekerja sama dengan PLN Nusantara Power (NP) untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di IKN.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya