Liputan6.com, Jakarta Kota Jakarta dipersiapkan sebagai kota global yang kompetitif dan berdaya saing di masa mendatang. Ini setelah setelah Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) disahkan pada 28 Maret lalu.
Namun langkah tersebut bukan tanpa tantangan, sehingga diperlukan pendekatan yang solutif agar Jakarta tidak justru tertinggal.
Baca Juga
Ketua Ikatan Ahli Perencana Wilayah dan Kota (IAP) Jakarta, Adhamaski Pangeran menilai untuk menjadi kota global maka paradigma pembangunan Jakarta ke depan harus berfokus kepada pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing sebagai pusat finansial dan investasi dunia.
Advertisement
Jakarta membutuhkan lebih banyak lagi kawasan pusat bisnis (central business district/CBD) untuk kantor pusat (headquarters) bagi perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi di Indonesia.
“Persoalan sebenarnya adalah bagaimana kita meningkatkan daya saing Jakarta. Selama ini justru kita salah kaprah karena menganggap untuk menjadi kota global fokusnya harus menuntaskan persoalan kawasan kumuh, masalah akses penyediaan air bersih yang belum merata, atau pemenuhan sarana dan prasarana infrastruktur lainnya,” tegas Adhamaski, seperti ditulis Selasa (2/4/2024).
Daya saing Jakarta terus mengalami penurunan. Merujuk Global Financial Centres Index, rangking Jakarta turun dari 69 di tahun 2019 menjadi 102 di tahun 2023.
Sementara Kearney Global City Index menyebutkan peringkat Jakarta anjlok dari 59 di tahun 2019 menjadi peringkat 74 di tahun 2023. Sedangkan MORI Global Power City Index 2023 menempatkan posisi daya saing Jakarta berada di bawah Kuala Lumpur, Bangkok dan Singapura.
Sebagai kota global, IAP Jakarta melihat persaingan ketat Jakarta bukan hanya dengan kota-kota besar di dunia terutama di regional ASEAN, tetapi juga bersaing dengan daerah di sekitar Jakarta seperti PIK, BSD City atau Alam Sutera yang saat ini diminati sebagai lokasi headquarters korporasi dunia termasuk perusahaan jasa keuangan dan asuransi.
“Isu meningkatkan daya saing ini ke depan menjadi tantangan berat bagi Jakarta sebagai kota keuangan, perdagangan dan investasi global. Apalagi perusahaan jasa tingkat tinggi mulai berpindah keluar Jakarta. Ini PR besar terlebih Jakarta tidak mempunyai sumber daya alam seperti tambang nikel, batubara atau migas,” ungkap Adhamaski.
Urban Fund
IAP Jakarta berharap UU DKJ akan membawa dampak positif terhadap peningkatan daya saing kota terbesar di Indonesia tersebut.
Salah satunya berkaitan dengan perluasan kewenangan Jakarta nanti dalam pembiayaan dan penyediaan perumahan. Juga adanya perluasan kewenangan untuk pengembangan jaringan transportasi publik hingga keluar wilayah Jakarta atau hingga daerah-daerah penyangga.
“Perluasan itu bagus sekali, karena persoalan Jakarta itu selama ini sebenarnya juga banyak dipicu dari daerah-daerah penyangga karena terbatasnya kapasitas keuangan daerah tersebut,” ujar Adhamaski.
Tetapi dia juga mengkritik tentang kawasan aglomerasi yang diatur UU DKJ karena masih mengandalkan anggaran Jakarta.
Menurut Adhamaski, seperti halnya Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur dan Project Management Office (PMO) Jabodetabekpunjur, penangganan kawasan aglomerasi Jabodetabekpunjur masih tetap mengandalkan anggaran dari Pemerintah Provinsi Jakarta. Tidak terlihat adanya alokasi dana khusus dari pemerintah pusat untuk mendukung kawasan aglomerasi tersebut.
Oleh karena itu, IAP Jakarta mendukung usulan pembentukan dana abadi perkotaan (urban fund) guna meningkatkan kapasitas keuangan kawasan megapolitan seperti Jakarta dan sekitarnya, yang nantinya juga dapat diterapkan di Surabaya sekitarnya, Medan sekitarnya, Makassar sekitarnya dan metropolitan lain di Indonesia.
Advertisement
Selesaikan Hambatan
Urban fund diyakini dapat menyelesaikan berbagai hambatan pembangunan seperti mengatasi urban sprawl di perkotaan yang cenderung terus melebar dan kompleks termasuk untuk penyediaan rusun sewa, pembangunan hunian vertikal terjangkau serta penataan kawasan kumuh di perkotaan.
“Urban fund ini menjadi menarik karena sumber dananya berasal dari alokasi pemerintah pusat, dana corporate sosial responsibility (CSR), dana pihak swasta dan lembaga donor asing serta dana lainnya yang tidak perlu pengembalian secara komersial untuk membantu mengatasi masalah-masalah perkotaan di Indonesia,” jelasnya.
Terakhir, IAP Jakarta mengingatkan agar keberadaan kawasan aglomerasi di bawah Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekpunjur dimanfaatkan secara optimal untuk memperbaiki koordinasi penataan ruang Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya.
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak membuat penyusunan rencana pembangunan di kawasan aglomerasi dapat dilakukan bersamaan, termasuk penyusunan Rencana Pembangunan a-pasial (RPJMD) dan spasial (RTRW).
“Dengan begitu perencanaan pembangunan dan tata ruangnya menjadi dan saling melengkapi. Peran dari Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekpunjur di sini menjadi vital sekali, sehingga kami mengusulkan agar dewan ini tepatnya berada di bawah koordinasi dari Kementerian Perkotaan,” pungkas Adhamaski