Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah bertemu dan berdialog dengan manajemen PT Sepatu Bata Tbk (BATA) terkait dengan isu penutupan pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, Jawa Barat. Penutupan pabrik itu berimbas terhadap 233 pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dari hasil diskusi tersebut, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan, manajemen Bata berjanji tidak akan meninggalkan pegawai yang terkena PHK begitu saja.
"Pekerja di usia produktif yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan dialihkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta," ujar Adie dalam pertemuan dengan manajemen PT Sepatu Bata Tbk yang berlangsung Rabu (8/5/2024).
Advertisement
Ia menyampaikan, dari hasil dialog terungkap keputusan penutupan lini manufaktur atau produksi oleh manajemen Sepatu Bata berkaitan dengan strategi bisnis yang dilakukan dalam rangka refocusing pada lini penjualannya (store). Hal ini merupakan langkah perusahaan guna menghadapi persaingan industri sepatu di dalam negeri.Â
"Direksi menyampaikan, dalam rangka efisiensi dan memperhatikan trend pasar yang cepat dan bervariasi, maka PT Sepatu Bata Tbk fokus pada pengembangan produk dan desain yang memenuhi selera pasar," kata Adie.
Berdasarkan pernyataan PT Sepatu Bata Tbk, pabrik Purwakarta sebenarnya hanya bagian kecil dari keseluruhan bisnis perusahaan. Demikian juga dari sisi produksi, masih sangat kecil jika dibandingkan dengan produsen sepatu lainnya.Â
*Karenanya, menurut manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis," ungkap Adie.
Perusahaan berpendapat, fokus pada bisnis ritel penting untuk dilakukan dalam rangka mengembalikan kinerja bisnis dan penjualan yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan.Â
Â
Strategi Bisnis
Adie menyampaikan, PT Sepatu Bata Tbk berjanji strategi bisnis ini tetap menjamin produk yang dijual masih bersumber dari produsen dalam negeri yang selama ini bekerja sama dengan mereka, seperti PT Prestasi Ide Jaya dan enam pabrik lainnya.Â
"Diharapkan, strategi ini dapat meningkatkan penjualan, yang pada gilirannya akan meningkatkan juga produksi di tujuh pabrik tersebut," imbuh dia.
Menurut dia, salah satu faktor yang menyebabkan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta karena inefisiensi produksi dan produk yang tidak memenuhi selera konsumen. Sehingga memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis retail.
"Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30 persen dari kapasitas. Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari sebelumnya 3,5 juta pasang pada tahun 2018, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023," terangnya.
Â
Advertisement
Pengembangan Produk
"Dampaknya, PT Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat," Adie menambahkan.
Berdasarkan laporan yang diterimanya, penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya dalam 2 tahun terakhir cenderung mengalami perbaikan. Manajemen menyampaikan bahwa merek di bawah naungan PT Sepatu Bata Tbk seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner masih berada di hati konsumen serta preferensi yang cukup baik di mata konsumen.
"Kami melihat bahwa strategi ini penting bagi perusahaan, seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek," pungkas Adie.
Â
Bata Tutup Pabrik di Purwakarta, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen
Sebelumnya, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) diketahui menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat pada 30 April 2024 lalu. Menanggapi itu, Kementerian Perindustrian berencana memanggil manajemen perusahaan.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni mengatakan pemanggilan terhadap manajemen Bata akan dilakukan dalam waktu dekat. Dia akan meminta penjelasan terkait penutupan pabrik Bata di Purwakarta tersebut.
"Kami akan panggil industri alas kaki Bata," kata Febri saat ditemui di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Dia melihat, perusahaan Bata sendiri mayoritas bergerak di bidang ritel. Kemudian, produk yang dijajakan diisi oleh produk impor. Sementara, manufaktur di Indonesia sendiri hanya sebagian kecil yang memproduksi sepatu.
"Manufaktur bata sendiri hanya sebagian kecil yang memproduksi sepatu, itu pun bahan bakunya berasal dari impor. Nah kami menyampaikan ada kebijakan lartas (larangan dan pembatasan) semoga kebijakan lartas untuk alas kaki bisa dimanfaatkan oleh industri alas kaki nasional untuk mulai membangun pabrik di Indonesia," ujar dia.
Dia menuturkan, lartas berlaku untuk barang jadi yang diimpor ke Indonesia. Sementara, untuk bahan baku tidak terkena batasan masuk bagi industri.
Dia berharap, perusahaan produsen alas kaki seperti Bata bisa memanfaatkan hal tersebut guna mendorong pembangunan pabrik di dalam negeri. Harapannya lagi, bisa membuka lapangan kerja.
"Kami sarankan (Bata) perkuat lagi pabriknya di Indonesia. Kebijakan lartas itu untuk memdorong invetasi di industri alas kaki di sektor industri yang kena lartas itu masuk, bangun pabrik di Indonesia," ucapnya.
Terkait penyebab dihentikannya produksi pada pabrik Bata di Purwakarta, Febri enggan berspekulasi. Lantaran, pada posisi ini Kemenperin bertindak sebagai regulator industri. "Kita pantau berita, kalau itu strategi bisnisnya bagaimana. Kami enggak bisa apa-apa, kan kami sebagai regulator," pungkasnya.
Â
Advertisement