Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai koordinasi Menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait wacana pembatasan BBM bersubsidi amburadul.
Pasalnya, ia melihat koordinasi dan komunikasi para menteri terkait rencana pembatasan distribusi BBM subsidi berbeda pendapat terkait kebijakan yang sama.
Baca Juga
Dikhawatirkan hal tersebut akan membingungkan masyarakat dan berpotensi menimbulkan spekulasi harga di lapangan.
Advertisement
Â
"Pemerintah harusnya berkoordinasi dengan baik sebelum mewacanakan soal ini ke publik. Jangan sampai Menteri Keuangan, Menko Perekonomian dan Menko Marves berbeda," ujar Mulyanto, di Jakarta (12/7/2024).
Mulyanto heran sosialisasi pembatasan distribusi BBM bersubsidi ini simpang siur. Ia mengingatkan Pemerintah agar segera menertibkan masalah ini agar masyarakat tidak berpikir ada pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.
"Sangat aneh kalau Menko Marves sampai ikut-ikutan memberi pernyataan tentang rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Mestinya cukup menteri terkait yang menjadi jubir, bukan Menkomarves, sehingga pas," kata Mulyanto.
Selain itu, jika benar Pemerintah akan melakukan pembatasan BBM bersubsidi sebaiknya harus menyiapkan sistem pengawasan yang memadai. Jangan sampai BBM bersubsidi sudah dibatasi tapi distribusinya tetap tidak tepat sasaran.
"Pemerintah harus dapat memastikan bahwa pembatasan BBM tersebut tidak menimbulkan dampak yang merugikan daya beli masyarakat kelas bawah. Jangan sampai masyarakat miskin semakin miskin, sebagai dampak dari pembatasan pembelian BBM bersubsidi ini," tegas Mulyanto.
Wakil Ketua FPKS DPR RI itu minta Pemerintah membuat rumusan kriteria kendaraan yang dapat dan tidak dapat membeli BBM bersubsidi ini dengan jelas. Menurutnya penerapan MyPertamina dan digital nozzle sudah sangat membantu namun kebocoran di luar itu ditengarai masih banyak terjadi.
Banyak Dipakai Orang Kaya, Ekonom Setuju Beli BBM Subsidi Dibatasi
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal sepakat pemerintah membatasi pembelian BBM Bersubsidi. Menurutnya, banyak pengguna BBM subsidi merupakan masyarakat yang dipandang lebih mampu.
Dia mengatakan, ditengah kondisi naiknya harga pangan dan tingginya inflasi, masyarakat cenderung mencari BBM yang lebih murah. Dengan begitu, BBM yang mendapat subsidi seperti Pertalite banyak dibeli.
"Karena orang cenderung apalagi kondisi harga bahan atau inflasi tinggi ya meningkat ya, ini banyak yang mengambil BBM bersubsidi walaupun sebetulnya dari kalangan menengah atas dan banyak memang yang tidak tepat sasaran jadinya pemanfaatannya," ungkap Faisal kepada Liputan6.com, Kamis (11/7/2024).
Padahal, sebetulnya BBM Subsidi lebih diprioritaskan bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah. Dengan begitu, dia menilai ada penyaluran yang tidak sesuai.
"Jadi banyak yang semestinya BBM itu untuk kalangan menengah ke bawah jadi diambil kalangan atas, jadi ada inclusion error disini. Nah oleh karena itu, sebetulnya ada batasan ada kuota untuk subsidi memang perlu untuk dikontrol," urainya.
Dia menyampaikan, pada 2022 lalu pernah ada kejadian kuota BBM subsidi jebol. Pasalnya, di masa itu, terjadi peningkatan mobilitas masyarakat seiring pemulihan dari pandemi Covid-19.
"Nah ini orang langsung beraktivitas banyak dengan mobilitas tinggi kemudian memanfaatkan BBM terutama yang BBM bersubsidi yang lebih murah dan hingga kuotanya terlewati di kondisi seperti ini," kata dia.
Â
Advertisement
Perlu Mekanisme Baru
Dia menyarankan pemerintah melakukan pembatasan dengan mekanisme khusus. Misalnya melakukan seleksi jenis kendaraan yang boleh membeli BBM subsidi.
"Makanya salah satunya memang perlu dalam penyeleksian di pusat-pusat atau di tempat pengisian bensin ya ini jenis kendaraan misalnya salah satunya. Jadi subsidi itu menyasar pada orang yang betul-betul atau kendaraan yang betul-betul diasosiasikan atau yang merupakan representasi dari kepentingan konsumen menengah ke bawah," sambungnya.
Faisal menyebut, pembatasan bisa dilakukan untuk jenis kendaraan roda dua atau sepeda motor. Kemudian, membatasi mobil-mobil yang cenderung mahal untuk beli BBM Subsidi.
"Misalnya kendaraan umum, sepeda motor, sementara mobil apalagi mobil yang mahal itu semestinya tidak boleh," ucapnya.
Â
Harusnya Dilakukan Lebih Cepat
Faisal mengatakan, dengan wacana yang bergulir sejak beberapa waktu lalu, seharusnya pembatasan ini dilakukan sejak lama. Tujuannya agar kuota BBM subsidi yang sudah dialokasikan tidak jebol.
"Nah jadi ini yang mestinya dilakukan sudah sejak lama supaya subsidi BBM itu lebih tepat sasaran dan dampaknya ke fiskal itu juga menjadi tidak overkuota lagi, kuotanya terlewati. Kalau kuotanya terlewati kan seperti kemarin perlu ada tambahan suplai daripada BBM subsidi yang artinya menambah subsidi," paparnya.
"Nah jadi at least itu yang harus dilakukan karena memang kebutuhan BBM itu makin lama makin meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk konsumsinya meningkat sementara dari kapasitas anggaran itu terbatas ya," pungkasnya.
Advertisement