Liputan6.com, Jakarta - Tepatnya 2007, seseorang ini memutuskan berhenti kuliah meski masih memiliki utang mahasiswa sebesar USD 50.000 atau Rp 788,52 juta (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.770).
Saat itu, dia merasa melanjutkan kuliah hanya akan menambah beban, apalagi teman-temannya yang lulus pun masih kesulitan untuk mendapat pekerjaan. Berbekal pengalaman kerja sebagai asisten kebijakan publik, dia mulai mencoba mencari passion baru untuk masa depan. Dilansir dari CNBC pada Selasa (29/10/2024).
Ketika mulai membuat video untuk hobi, ia menemukan YouTube dan menyadari dirinya berbakat dalam mengelola media sosial yakni Facebook dan Twitter. Seorang teman pun menyarankan agar dia menjadikan keterampilan ini sebagai pekerjaan. Dia kemudian memulai usaha sampingan dengan membantu bisnis kecil mengelola konten media sosial.
Advertisement
Selama setahun, dia bekerja pada malam hari dan akhir pekan sebelum akhirnya berhenti dari pekerjaan penuh waktu pada 2010 untuk fokus pada bisnisnya. Untuk mempromosikan usahanya, dia membuat video tutorial tentang pemasaran media sosial dan strategi konten.Â
Pada suatu bulan yang sulit, dia mencoba menjual kursus cara membuat video melalui email sederhana. Hanya dalam sehari, dia berhasil meraih USD 1.000 dari penjualan kursus tersebut. Kursus yang diajarkan selama enam minggu lewat webinar ini kemudian menjadi sumber pendapatan pasif. Setelah dibuat, kursus itu tersedia di situs web dan media sosialnya untuk dibeli kapan saja.Â
Â
Â
Perjalanan Menuju USD 18.000 per BulanÂ
Seiring waktu, bisnisnya berkembang.ia telah membuat lebih dari 1.000 video di YouTube tentang produktivitas dan pembangunan merek lewat kanal "AmyTV". Setiap video dibuat dalam dua jam dan terus menghasilkan uang melalui iklan dan penjualan produk. Contohnya, video dari 2020 tentang perencanaan tahun baru tidak hanya menambah penayangan, tetapi juga mengarahkan penonton membeli agenda buatannya.Â
Melihat permintaan audiens, dia akhirnya menulis buku tentang strategi konten video. Hingga kini, pendapatan pasif dari kursus, video, iklan, dan produk digital membuatnya bisa bekerja hanya empat jam sehari dan mampu memperoleh penghasilan sekitar USD 18.000 atau sekitar Rp 283,91 juta per bulan.Â
Ia membuktikan kegagalan kuliah bukanlah akhir perjalanan. Dengan memanfaatkan keterampilan, menemukan passion, dan konsisten membangun bisnis, dia berhasil menciptakan sumber penghasilan yang berkelanjutan.
Â
Advertisement
Mantan Dosen Sumbang Rp15 Triliun, Biaya Kuliah Mahasiswa Kedokteran Auto Gratis Mulai Tahun Ini
Sebelumnya, para mahasiswa di Fakultas Kedokteran Albert Einstein bersorak dan menangis haru ketika pihak kampus mengumumkan bahwa mereka akan membebaskan biaya kuliah setelah memperoleh donasi sebesar USD1 miliar (sekitar Rp15 triliun). Donasi itu berasal dari Dr. Ruth Gottesman (93), mantan profesor di kampus Bronx sekaligus janda seorang investor di Wall Street.
Kampus itu berada di Bronx, wilayah termiskin di Kota New York yang menduduki peringkat paling tidak sehat dari 62 wilayah di negara bagian itu. Mengutip BBC News, Kamis, 29 Februari 2024, biaya kuliah di fakultas itu mencapai hampir USD59,000 (sekitar Rp900 juta) setiap tahun. Mayoritas mahasiswa kedokteran mereka berutang agar bisa melanjutkan pendidikan.
Hadiah dari Dr Gottesman adalah sumbangan terbesar yang pernah diberikan kepada sekolah kedokteran di Amerika Serikat dan merupakan sumbangan terbesar yang pernah diberikan kepada sekolah kedokteran. Dalam sebuah pernyataan, dekan dari universitas tersebut, Dr. Yaron Yomer, mengatakan bahwa hadiah 'transformasional' tersebut adalah upaya untuk terus menarik mahasiswa-mahasiswa yang ingin bersekolah kedokteran, meskipun mereka berasal dari keluarga tidak mampu.
"Secara radikal merevolusi kemampuan kami untuk terus menarik mahasiswa yang berkomitmen terhadap misi kami, bukan hanya mereka yang mampu," ujarnya.
Pihak kampus mencatat bahwa siswa di tahun terakhir mereka akan mendapatkan penggantian biaya untuk sekolah musim semi 2024. Mulai Agustus 2024, semua siswa, termasuk mereka yang saat ini terdaftar, akan digratiskan dari biaya kuliah. Donasi tersebut 'akan membebaskan dan mengangkat siswa kami, memungkinkan mereka untuk mengejar proyek dan ide yang mungkin menjadi penghalang', Dr. Yomer menambahkan.
Â
Warisan Suaminya Sebelum Meninggal
Dr. Gottesman, kini berusia 93 tahun, mulai bekerja di sekolah tersebut pada 1968. Ia mempelajari Learning Disabilities, menjalankan program literasi, dan mengembangkan protokol penyaringan dan evaluasi yang banyak digunakan. Sementara, almarhum suaminya, David Sandy Gottesman, mendirikan sebuah rumah investasi terkemuka.
Ia juga menjadi salah satu investor pertama di Berkshire Hathaway, perusahaan yang didirikan oleh konglomerat Warren Buffet. Dia meninggal pada September 2022 pada usia 96 tahun. Setelah meninggal, David Sandy memberikan warisan kepada istrinya berupa uang yang kemudian disumbangkan ke Fakultas Kedokteran Albert Einstein.
Dr. Gottesman juga mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para dokter yang berlatih di Einstein harus terus memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat Bronx dan bahkan di seluruh dunia. "Saya sangat berterima kasih kepada mendiang suami saya, Sandy, karena telah mewariskan dana ini kepada saya, dan saya merasa diberkati karena diberi hak istimewa untuk memberikan hadiah ini untuk tujuan yang mulia," ujarnya.
Â
Advertisement
Lebih Memilih Menyejahterakan Mahasiswanya
Sekitar 50 persen siswa tahun pertama Einstein berasal dari New York, dan sekitar 60 persen adalah perempuan. Statistik yang diterbitkan oleh sekolah tersebut menunjukkan bahwa sekitar 48 persen mahasiswa kedokterannya berkulit putih, 29 persen adalah orang Asia, 11 persen adalah Hispanik, dan 5 persen berkulit hitam.
Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, Dr. Gottesman teringat bahwa mendiang suaminya telah meninggalkan "seluruh portofolio saham Berkshire Hathaway" untuknya ketika dia meninggal dengan instruksi untuk "melakukan apa pun yang menurut Anda benar dengannya". Dia akhirnya menggunakan uang tersebut untuk menyejahterakan mahasiswa kedokteran.
"Saya ingin mendanai mahasiswa di Einstein agar mereka dapat menerima biaya kuliah gratis," kata Dr Gottesman. "Ada cukup uang untuk melakukan hal itu selamanya."
Dia juga menambahkan bahwa terkadang penasaran soal pendapat suaminya tentang sumbangan tersebut bila ia masih hidup. "Saya harap dia tersenyum dan tidak cemberut," katanya. "Dia memberi saya kesempatan untuk melakukan ini, dan saya pikir dia akan senang. Saya harap begitu," lanjutnya.
Â