Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) menilai Yen yang lemah akan bermanfaat bagi ekonomi Jepang, karena dorongan ekspor melebihi peningkatan biaya impor.
Mengutip Channel News Asia, Senin (29/10/2024) kepala misi IMF di Jepang, Nada Choueiri juga mendesak Jepang untuk menaikkan suku bunga secara bertahap dan menyusun anggaran tambahan, ketika guncangan besar melanda ekonomi.
Baca Juga
"Kami akan menyarankan Bank of Japan untuk tetap berhati-hati, seperti yang telah mereka lakukan sejauh ini, dan bersikap secara bertahap dalam laju kenaikan suku bunga, karena ada ketidakpastian yang tinggi atas prospek inflasi," ungkap Choueiri, dalam sebuah wawancara.
Advertisement
Seperti diketahui, Yen telah melanjutkan penurunannya baru-baru ini terhadap Dolar Amerika Serikat karena ekspektasi bahwa perbedaan suku bunga AS-Jepang akan tetap lebar.
Namun, kondisi ini menimbulkan masalah bagi otoritas yang khawatir akan pukulan terhadap rumah tangga dari kenaikan biaya impor akibat yen yang lemah.
Tetapi Choueiri mengatakan bahwa manfaat dari peningkatan ekspor dari Yen yang lemah melebihi kenaikan biaya impor untuk Jepang, yang merupakan ekonomi yang "sangat berorientasi ke luar".
"Jadi, depresiasi Yen pada pertumbuhan bersih di Jepang," katanya.
Sebelumnya, pelemahan Yen memicu peringatan dari Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato, yang mengatakan bahwa pergerakan Yen yang sepihak dan cepat baru-baru ini memerlukan peningkatan kewaspadaan.
"Penting untuk menyadari bahwa otoritas Jepang berkomitmen pada rezim nilai tukar yang fleksibel," jelasnya, ketika ditanya apakah pergerakan Yen yang cepat akan mendukung intervensi di pasar mata uang.
IMF Ramal Inflasi Jepang Tembus
IMF memperkirakan inflasi Jepang akan mencapai 2 persen tahun ini secara berkelanjutan dengan pertumbuhan harga, yang semakin didorong oleh permintaan domestik, kata Choueiri, memenuhi prasyarat untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Namun, Bank of Japan harus berhati-hati dalam menaikkan suku bunga mengingat berbagai risiko, seperti potensi pukulan terhadap ekspor akibat fragmentasi perdagangan, kemungkinan melemahnya pertumbuhan konsumsi dan upah, serta dampak dari pergerakan Yen terhadap inflasi.
"Prioritas pertama adalah tetap bergantung pada data dan menganalisis semua data yang masuk, serta sangat bertahap dalam proses menaikkan suku bunga kebijakan," pungkasnya.
Advertisement