Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) menilai bahwa masih terlalu dini untuk menentukan dampak ekonomi dari tarif impor yang dikenakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
"Ini adalah kisah yang terus berkembang... Apa yang kita miliki adalah elemen-elemen kebijakan perdagangan yang kita harapkan akan datang, yang diumumkan dalam kampanye pemilihan, tetapi masih banyak, banyak hal yang tidak diketahui", kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (13/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
"Jadi ketika saya memikirkan dampaknya terhadap ekonomi dunia, jawaban saya kepada Anda adalah hari ini, masih terlalu dini untuk mengatakannya,” ujar Kristalina dalam World Government Summit di Dubai, Uni Emirat Arab.
Advertisement
Georgieva mengatakan ekonomi dunia tampak sangat tangguh, meskipun ada serangkaian guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selain itu, menurutnya, prospek inflasi juga masih sulit diprediksi.
"Bahkan dalam hal itu, kita hanya perlu melihat bagaimana keadaan berkembang. Karena jika kita berada dalam situasi di mana, di beberapa bagian dunia, terjadi perlambatan yang dapat mendorong bank sentral untuk menurunkan suku bunga, itu mungkin sebenarnya tidak bersifat inflasi,” paparnya.
Seperti diketahuu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini memutuskan untuk menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari China menjadi 25 persen, sebuah langkah yang ia harapkan akan membantu industri domestik di Amerika Serikat tetapi juga berisiko memicu perang dagang multi-front.
Perang Dagang AS-China Berisiko bagi Rupiah?
Sementara itu, pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi menilai bahwa Rupiah (IDR) tengah dihantui dengan dampak pengenaan tarif dagang Amerika Serikat terhadap China.
“Saat ini Rupiah condong mengalami perlemahan karena perang dagang,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (12/2).
Dampak ke Asia hingga Timur Tengah
Ibrahim melihat, perang dagang AS-China menimbulkan risiko pada pasar tembaga dan aluminium.
“Kita mengetahui bahwa tembaga dan aluminium itu adalah salah satu bahan dasar untuk infrastruktur yang cukup luar biasa. Bahkan negara-negara seperti Eropa,” jelasnya.
Sementara itu, di Asia, perang dagang AS-China juga berisiko memberatkan industri di Jepang hingga Korea Selatan.
“Kenapa? Kalau biaya impornya 25 persen, berarti harga pun juga akan dinaikkan 25 persen,” ucap Ibrahim.
Sedangkan negara-negara yang terdampak perang akan melakukan rekonstruksi. Rekonstruksi ini, adalah rekonsiliasi dengan melakukan pembangunan-pembanguna baik di Gaza, Palestina maupun di Rusia dan Ukraina.
Advertisement
Dolar As Berpotensi Menguat
“Rekonstruksi kan membutuhkan bahan infrastruktur cukup besar. Maka kalau seandainya biaya impor untuk baja dan aluminium ini naik sampai 25 persen, ini akan berdampak negatif terhadap pasar,” imbuh Ibrahim.
Sehingga, Dolar AS berpotensi terus mengalami penguatan, sedangkan Rupiah ini sedikit tertahan.
“Kalau seandainya hari ini rupiah mengalami penguatan, ini dampak karena taking profit ya, sudah terlalu jenuh..kemudian taking profit dan Rupiah kembali lagi mengalami penguatan,” katanya.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)