Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) bukan menjadi acuan utama dalam pemberian kredit kepada debitur. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan SLIK digunakan minimalisir asimetrik info dalam rangka memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan dan penerapan manajemen risiko oleh LJK
Mahendra menjelaskan SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam menjaga iklim investasi di indonesia. Pengunaan SLIK dalam porses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan merupakan salah satu info yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur dan bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pemberian kredit dan pembiyaan itu.
Advertisement
"SLIK itu berisi info yang netral dan bukan info daftar hitam," kata Mahendra dalam konferensi pers, Selasa (15/1).
Advertisement
Dia menyebut dalam kaitan tersebut tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas nonlancar, termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain khususnya untuk kredit dan pembiayaan dengan nominal kecil.
Menurutnya hal ini dibuktikan dengan praktik yang telah dilaksanakan LJK yang dapat dilihat berdasarkan angka per November 2024 tercatat 2,35 juta rekening kredit baru yang diberikan LJK kepada debitur yg sebelumnya memiliki kredit nonlancar.
"Ini merupakan penjumlahan seluruh pelapor dalam SLIK," imbuh dia.
Lebih lanjut dia menuturkan sekiranya terjadi keluhan pertanyaan pengaduan hal-hal terkait, maka untuk menampung dan respon dengan tepat, pihaknya akan melakukan persiapan atau kanal pengaduan khusus ke kontak 157.
"Berbagai pengaduan terkait proses pengajuan KPR untuk MBR termasuk laporan surat keterangan lunas dari kredit pembiayaan di LJK lain yang datanya terlambat dapat disampaikan kepada kami melalui kanal pengaduan khusus 157," tutup Mahendra.
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka
PPN 12% Ancam Pertumbuhan Perusahaan Pembiayaan?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan terus memantau dan mengevaluasi dampak pemberlakuan PPN 12% serta opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, Minggu (12/1/2025).
"OJK akan terus melakukan monitoring dan mencermati dampak atas adanya PPN 12% dan opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan," ungkap Agusman.
Ketergantungan Industri Pembiayaan pada Sektor Otomotif
Industri otomotif menjadi salah satu pilar utama sektor pembiayaan di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan.
Namun, penerapan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan diperkirakan dapat menimbulkan tantangan baru bagi industri otomotif, yang pada akhirnya memengaruhi permintaan pembiayaan kendaraan.
"Hampir 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan ditopang dari pertumbuhan industri otomotif," jelas Agusman.
Advertisement
Komitmen OJK untuk Stabilitas dan Evaluasi Kebijakan
Meski terdapat potensi dampak negatif terhadap kinerja perusahaan pembiayaan, OJK berkomitmen untuk memastikan stabilitas sektor keuangan tetap terjaga.
OJK juga akan mencermati perkembangan kebijakan ini guna memastikan regulasi tidak mengganggu daya beli masyarakat dan pertumbuhan industri otomotif serta pembiayaan.
Sebagai langkah antisipatif, OJK merencanakan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kebijakan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap konsumen dan pelaku industri, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.