BBN Bioethanol Masuk PSN, Pemerintah Diminta Sungguh-sungguh Menggarapnya

Kesungguhan pemerintah sangat dibutuhkan karena terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan bioethanol sebagai sumber energi nabati.

oleh Tim Bisnis diperbarui 26 Jan 2025, 21:46 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2025, 21:23 WIB
apa itu bioetanol
apa itu bioetanol ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Bioethanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Pemerintah pun diharapkan serius mendorong penggunaan bahan bakar energi ini.

Direktur Eksektif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, penetapan PSN membutuhkan keseriusan pemerintah.

"Perlu keseriusan Pemerintah. Hal yang utama adalah Pemerintah harus melakukan intervensi pengadaan feedstock (bahan baku)," ujar dia melansir Antara di Jakarta, Minggu (26/1/2024).

Menurut dia, dengan ditetapkannya bioethanol sebagai salah satu PSN, maka pemerintah harus bersedia melakukan intervensi di bidang bahan baku.

Kesungguhan pemerintah sangat dibutuhkan karena terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan bioethanol sebagai sumber energi nabati.

Tantangan pertama, tanaman yang menjadi sumber bahan baku bioethanol di Indonesia sangat sedikit jika dibandingkan kelapa sawit sehingga pengembangan biodiesel B40 lebih mudah dan cepat, karena tinggal menghitung, berapa banyak untuk BBN dan berapa yang untuk ekspor.

Hal itulah yang membedakan dengan bioethanol. Ethanol dihasilkan dari tanaman juga seperti tebu, jagung, sorgum maupun singkong. Masalahnya, feedstock-nya tidak cukup," katanya.

Ia menyebutkan gula saat ini masih impor sedangkan untuk ethanol diambil molasenya juga tidak cukup dengan bahan baku yang ada.

Tantangan kedua, untuk menghasilkan ethanol dengan standar fuelgrade juga tidak mudah karena yang dibutuhkan adalah ethanol 99 persen dan untuk menghasilkan ethanol fuelgrade tetap membutuhkan intervensi Pemerintah.

 

Tantangan Lain

Pabrik Bioethanol Gempolkrep Mojokerto. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Pabrik Bioethanol Gempolkrep Mojokerto. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)... Selengkapnya

Tantangan ketiga soal harga, tambahnya harga ethanol di pasar internasional kemungkinan besar lebih tinggi dari harga minyak, karena ethanol juga menjadi bahan baku untuk industri dan pangan.

Sementara itu, tambahnya, dalam pengembangan bioethanol, tidak terdapat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) seperti pada biodiesel. Pada biodiesel, jika harga FAME terlalu mahal, misalnya, maka subsidi bisa dihimpun dari badan tersebut, yang dihimpun dari pengusaha sawit.

"Karena itulah, jadi kalau tetap mau mengembangkan bioethanol dengan harga terjangkau, Pemerintah harus siap-siap (menggunakan APBN untuk subsidi)," ujar Fabby.

Jika Indonesia tetap ingin mengembangkan bioethanol, imbuhnya, Pemerintah harus melakukan intervensi terhadap tiga tantangan tersebut, terutama pengadaan bahan baku yang masih sedikit.

Kerahkan Potensi

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara bahwa pemerintah harus serius atau terlibat aktif mendorong pengembangan bioethanol misalnya untuk mengerahkan potensi BUMN, keuangan sehingga bisa menyediakan bahan baku bioethanol dengan skala massal.

"Kita bisa atau tidak membangun lahan perkebunan singkong atau tebu yang luasannya bisa menghasilkan bahan mentah (ethanol) berharga murah,” kata Marwan.

Menurut dia jika bahan baku bioethanol mengandalkan kebun singkong atau tebu dari sisi produksi saat ini tidak akan bisa mengimbangi produksi CPO, kecuali pemerintah memang mau intensif menanam singkong atau tebu dengan luas lahan jutaan hektar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya