Developer Nakal Hambat Orang Punya Sertifikat Rumah, Asosiasi Pengembang Buka Suara

Asosiasi Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) turut buka suara mengenai developer nakal terkait penerbitan sertifikat rumah.

oleh Arief Rahman H diperbarui 30 Jan 2025, 18:15 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2025, 18:15 WIB
Kepemilikan lahan dituangkan melalui kepemilikan sertifikat rumah atau tanah. Dok BPN
Sertifikat rumah bisa disebut menjadi salah satu barang mewah yang dimiliki masyarakat. Namun, praktik pengembang atau developer nakal dituding menyebabkan tak terbitnya sertifikat rumah dalam waktu lama, meski cicilan sudah dilunasi. (Dok BPN)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Sertifikat rumah bisa disebut menjadi salah satu barang mewah yang dimiliki masyarakat. Namun, praktik pengembang atau developer nakal dituding menyebabkan tak terbitnya sertifikat rumah dalam waktu lama, meski cicilan sudah dilunasi.

Praktik developer nakal sudah menjadi sorotan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN. Data yang dikumpulkan menunjukkan ada 4.000 developer nakal yang membuat 120.000-an sertifikat rumah tak terbit pada 2019.

Asosiasi Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) turut buka suara terkait hal tersebut. Ketua Umum DPP Apersi, Junaidi Abdillah mempertanyakan kategori developer nakal yang disangkakan tersebut.

"Katagori nakal seperti apa yg disampaikan sampai sekarang saya belum paham," kata Junaidi saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (30/1/2025).

Dia mengatakan, jika persoalannya adalah sertifikat kepemilikan rumah, maka tanggung jawabnya tak hanya ada di pengembang. Tapi ada pula pihak perbankan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), hingga notaris.

"Jika ada permasalahan sertifikat yang belum terselesaikan tentunya Bank, ATR/BPN, pengembang dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang memprosesnya, duduk bareng untuk mendiskusikan, saya yakin ada jalan keluarnya," beber dia.

Dia mengatakan, proses penerbitan sertifikat rumah saat ini sudah semakin ketat jika berkaitan dengan kredit pemilikan rumah (KPR). Dia menduga, kasus itu bisa saja ditemukan jika terjadi 10 tahun lalu.

"Kasus belum terselesaikannya sertifikat ini saya yakin terjadi ketika prosesnya di atas 10 tahun lalu, tidak seperti sekarang database dan prosesnya berbasis tekhnologi, SOP lebih baik, kita paham 10 tahun lalu proses sertifikasi tanah syarat kepentingan," urainya. 

"Bank sekarang lebih teliti didalam proses pada saat akad KPR, seperti contoh sertifikat tanah harus jadi sebelum akad KPR dilaksanakan. Kalau kasus yang muncul sekarang atas proses 10 tahun lalu saya pikir ini kesalahan kolektif yang harus segera diselesaikan bersama," imbuh Junaidi.

 

 

 

Pastikan Tak Ada Developer Nakal Jadi Anggota

Ilustrasi Properti (Unsplash/Tierra Mallorca)
Ilustrasi Properti (Unsplash/Tierra Mallorca)... Selengkapnya

Lantas, bagaimana cara pencegahannya menurut Apersi? Junaidi menegaskan asosiasi yang dipimpinnya memiliki mekanisme ketat dalam menggarap proyek perumahan.

Dia memiliki skema yang jelas dalam membina para developer yang tergabung dalam asosiasinya. Menurutnya, potensi masalah dalam menggarap proyek juga dibahas secara rutin dalam forum internal organisasi.

"Sebagai wadah organisasi, APERSI mempunyai mekanisme pembinaan terhadap anggotanya, potensi-potensi masalah di lapangan sering kita diskusi dalam forum-forum organisasi," pungkas Junaidi.

YLKI Akui Banyak Konsumen Keluhkan Developer Nakal

Ilustrasi Investasi Properti 5
Ilustrasi Investasi Properti (Liputan6.com/Andri Wiranuari)... Selengkapnya

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menemukan banyaknya keluhan masyarakat terkait dengan sertifikat rumah yang tak kunjung terbit. Ini dikaitkan dengan banyaknya jumlah developer nakal.

Soal developer nakal ini sebelumnya diungkap oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bersama Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Ada 120.000 sertifikat yang tak kunjung terbit padahal cicilan rumah sudah lunas

"Developer nakal masih ada saja, ini banyak jadi temuan di YLKI, pengaduan terkait rumah sudah lunas tapi sertifikat banyak belum didapat. Di luar sana kasus seperti itu masih banyak diajukan YLKI," kata Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo, dalam konferensi pers daring, dikutip Sabtu (25/1/2025).

Dia meminta pemerintah menyelaraskan aturan baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Pasalnya, Rio menyebut masih ada sebagian perizinan yang diterbitkan daerah, sementara aspek lainnya jadi kewenangan pusat.

Rio mengatakan perlunya penelusuran pengembang yang jelas. Pemerintah daerah juga diminta memutus kerja sama dengan developer yang terindikasi berkinerja tidak baik.

 

Permintaan YLKI

"Dari sisi developer perlu di screening oleh pemerintah, mana baik dan tidak baik karena masih ada permasalahan track record dari developer. Pemerintah juga perlu menyurati kepada pemerintah daerah agar tidak memberikan izin kepada developer dengan track record kurang baik," ucap Rio.

"Jangan sampai permasalah developer tersebut yang belum diselesaikan tapi justru malah bikin perumahan baru," sambungnya.

YLKI juga mendesak ke pihak perbankan. Dia meminta bank mengevalusasi kredit pemilikan rumah (KPR). Termasuk memastikan dokumen yang dibutuhkannya telah selesai.

"Dari sisi bank, bagaimana ke depan perlu dievaluasi jangan beri suatu kredit tetapi jaminannya tidak ada di bank apalagi sampai ada sengketa jaminan. Jadi sebelum KPR berlangsung bank juga harus memastikan secara legalitas semua harus sudah selesai," pungkasnya.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya