Tak Semua Mal Bisa Dipaksa Jual 80% Produk Lokal

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia menilai kewajiban menjual 80% produk lokal tak bisa dipukul rata di semua mal di Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Jan 2014, 14:48 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2014, 14:48 WIB
belanja-barang-mewah-131120-a.jpg
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengaku keberatan dengan kewajiban menjual 80% produk barang lokal bagi pemilik mal atau toko swalayan. Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

"Terus terang buat kami sangat berat karena mal-mal itu banyak produk asing yang kuat tergantung market juga. Kami dari APPBI masih membahas Permendag nomor 70 itu. Kami akan memberikan tanggapan masukan juga kepada Mendag (Menteri Pedagangan) mengenai ini. Jadi kami sebenarnya tidak terlalu setuju karena memberatkan ini," ujar Sekretaris Jenderal APPBI Darwin A Roni di Jakarta, Kamis (16/1/2014).

Darwin menjelaskan, komposisi  persentase produk lokal dan asing yang ideal sepenuhnya tergantung pada konsep yang dibangun dari pusat perbelanjaan masing-masing. Sebagai contoh, Mal Thamrin City saat ini bisa dikatakan menjual 80% produk lokal sementara Plaza Semanggi hanya mampu menjajakan sekitar 60%-70%.

Namun pada mal-mal premium seperti Plaza Indonesia dan Plaza Senayan, kewajiban menjajakan 80% produk lokal  bakal sulit diterapkan. Pasalnya, mal tersebut memang menyasar pengunjung dari kalangan menengah keatas.

"Intinya sih di mal-mal tertentu sudah banyak dan tidak bisa kemudian dipukul rata," katanya.

Menurut Darwin, pangsa pasar pusat perbelanjaan di tanah air semakin baik seiring bertambahnya masyarakat kelas menengah serta turis-turis asing yang membanjiri Indonesia. Selain berbelanja aneka produk lokal, para wisatawan mancanegar aini juga akan berbelanja produk internaisonal.

"Jadi outflow dan inflow. Inflow adalah wisatawan asing masuk ke Indonesia dan outflow seperti orang Indonesia yang pergi ke luar negeri," jelasnya.

APPBI juga menilai kewajiban menyediakan produk lokal dikhawatirkan akan bersinggungan dengan program pengelola pusat-pusat perbelanjaan yang ingin memikat masyarakat Indonesia untuk tidak perlu berbelanja produk asing di luar negeri. Cara ini diharapkan bisa menghemat devisa yang diperoleh Indonesia.

"Seperti kami melaksanakan Jakarta Great Sale tiap tahun agar orang kita kalau belanja jangan ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia tapi belanja didalam negeri sendiri yang tentunya produk-produk yang international brand juga ada," katanya.(Dny/Shd)

Baca Juga

Pengusaha Mal Tolak Mentah-mentah Kenaikan Tarif Listrik

Tarif Listrik Naik Lagi, Pengusaha Mal Ancam PHK Karyawan

Mal Berencana Kurangi Jam Buka Usai Tarif Listrik Naik

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya